Mata Lokal Desa

Mengenal Pemukiman Tempirai di PALI, Rumah Bersusun Melingkar Menghadap 1 Titik, Simbol Musyawarah

Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2024, masyarakat  yang bermukim diwilayah ini tercatat sekitar 10.503 jiwa.

Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Slamet Teguh
Sripoku.com/ Apriansyah Iskandar
TEMPIRAI RAYA -- Penampakan gambar drone pemukiman rumah penduduk di Tempirai Raya yang merupakan pemukiman tertua di Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI, Sumatera Selatan, Senin(14/4/2025). Dengan susunan rumah yang membentuk pola unik melingkar menghadap ke satu titik yaitu balai desa dan masjid, sebagai simbol pengikat silahturahmi dan musyawarah. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Tempirai Raya, merupakan Pemukiman tertua di Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI, Sumatera Selatan.

Pemukiman Tempirai Raya identik dengan susunan rumah yang membentuk pola unik melingkar menghadap ke satu titik.

Tempirai merupakan kawasan lahan basah (rawa gambut) yang luasnya sekitar 13.904 hektar.

Sebagai kawasan rawa gambut, Tempirai memiliki banyak sungai, lebung atau lebak dan talang.

Sungai Penukal merupakan sungai utama dengan sejumlah anak sungai, yaitu Sungai Tempirai, Sungai Mengkuang, Sungai Rengas, Sungai Merendang, dan Sungai Danau Burung.

Tempirai dahulunya hanya terdapat satu Desa, yaitu Desa Tempirai.

Namun wilayah Tempirai atau yang dikenal sebagai Tempirai Raya, saat ini terbagi atau telah dimekarkan menjadi 4 Desa, yakni Desa Tempirai (induk), Desa Tempirai Selatan, Desa Tempirai Utara dan Desa Tempirai Timur, yang dipimpin oleh 4 orang Kepala Desa.

Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2024, masyarakat  yang bermukim diwilayah ini tercatat sekitar 10.503 jiwa.

Sebarannya ada di empat desa, yaitu Desa Tempirai 3.058 jiwa, Desa Tempirai Selatan 3.901 jiwa, Desa Tempirai Utara 1.948 jiwa, dan Desa Tempirai Timur 1.596 jiwa.

Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai Petani dan Nelayan (Bekarang mencari Ikan).

Tempirai raya merupakan wilayah desa terunik yang ada di Kabupaten Pali dengan susunan rumah yang membentuk pola unik.

Dimana rumah-rumah penduduk dari ke empat Desa tersebut tersusun rapi membentuk lingkaran.

Semua bangunan rumah menghadap ke satu titik tengah, yang titik tengahnya berupa balai pertemuan (Balai Desa) dan masjid.

Keunikan ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai filosofi atau sejarah yang terkandung di dalamnya.

Lingkaran ini membentuk tujuh baris rumah memanjang ke belakang.

Setiap baris mewakili tujuh puyang (leluhur), yang pertama kali membangun permukiman tersebut.

Ketujuh puyang ini berasal dari tujuh talang atau kampung, yakni Talang Tanjung Heran, Talang Padang, Talang Sebetung, Talang Lebung Jauh, Talang Ladang Panjang, Talang Paye Bakung, dan Talang Putat Payung.

Dimana pusat Perkampungan Tempirai berada di Talang Putat Payung.

Puyang Seberang adalah leluhur yang diyakini masyarakat Tempirai sebagai tokoh yang menyatukan tujuh keluarga untuk membangun permukiman tersebut.

Muhammad Mual (70) atau kerap disapa Wak Mual, salah satu tetua dan juga generasi ketiga sebagai juru kunci (Kuncen) makam puyang sebrang mengatakan bentuk perkampungan melingkar itu diketahuinya sebagai simbol pengikat silahturahmi dari tujuh keluarga pendiri permukiman.

“Meskipun berbeda, kami tetap bersaudara, posisi kami setara, hanya yang di atas yang paling tinggi dan berkuasa, "kata Wak Mual, Senin (14/4/2025).

Baca juga: Mengenal Sejarah Suku Penesak di Ogan Ilir, Ternyata Dari Thailand, Bekerja Untuk Kerajaan Sriwijaya

Baca juga: Sejarah Nama Desa Suka Pindah di Tanjung Raja Ogan Ilir, Bermula Ketakutan Pengaruh Buruk Penjajah

Sementara itu Muhammad Faizal, selaku ketua Budaya Masyarakat Tempirai menjelaskan sistem adat masyarakat Tempirai berpijak pada konsep musyawarah.

Semua keputusan terkait kepentingan umum, berdasarkan rapat dari tetua atau pemangku adat setiap klan, atau keluarga pada setiap kampung.

"Simbol musyawarah ini tercermin dari bentuk permukiman tua di wilayah Tempirai, yang melingkar, dan menghadap satu titik tengah. Titik tengah ini berupa balai Desa dan rumah ibadah. Balai ini menjadi tempat berkumpul semua keluarga untuk musyawarah, ”ujar Faizal.

Dengan budaya musyawarah yang mengutamakan kesepakatan atau solusi, membuat banyak terdapat warung kopi di Tempirai sejak jaman dahulu sampai dengan saat ini.

Hampir setiap malam, para lelaki di Tempirai melakukan diskusi atau saling berbagi informasi, dilakukan di warung kopi.

"Di warung kopi, semua bebas berpendapat atau bertukar pikiran, tanpa melihat status sosial dan usia. Seperti susunan rumah melingkar itu, sebagai simbol pengikat silahturahmi," terangnya.

Selain itu, Faizal juga mengatakan bentuk permukiman melingkar itu, diyakini sebagai upaya untuk menghindari ancaman angin puting beliung saat musim penghujan.

Angin yang datang terpecah dan melemah, saat memasuki celah di antara rumah dengan susunan melingkar tersebut.

"Alhamdulillah selama ini permukiman warga terhindar dari bencana tersebut. Karena Angin akan terpecah dan melemah, saat memasuki celah di antara rumah- rumah yang membentuk susunan melingkar menghadap satu titik itu," jelasnya.

Jiwa persatuan saling membantu dan menjunjung tinggi sifat gotong royong sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Tempirai secara turun temurun.

Seperti gotong royong membangun rumah, bersawah, Nugal Padi (menama padi di ladang) pesta perkawinan maupun gotong royong dalam hal lainya.

"Sampai saat ini, tetap dilestarikan masyarakat tempirai, seperti membangun rumah maupun nugal padi di ladang, secara turun temurun, masyarakat tempirai melakukannya dengan cara bergotong royong," tutupnya. 

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved