Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Mengenal Muhammad Kerry Adrianto Riza, Anak Raja Minyak Jadi Tersangka Korupsi Pertamina Rp193,7 T

Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk Kilang di Pertamina Persero, Subholding, dan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) turut menjerat Mu

Editor: Moch Krisna
Istimewa
KORUPSI MINYAK MENTAH- Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) menjadi tersangka dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pada 2018-2023. Kerry juga merupakan Presiden Direktur PT Aryan Indonesia, perusahaan yang mengoperasikan waralaba pusat rekreasi KidZania Jakarta. 

Sementara, terkait kegiatan ekspor minyak diduga terjadi kongkalikong di mana Riva, Sani, Agus, dan Yoki selaku perwakilan negara mengatur kesepakatan harga dengan Kerry, Dimas, dan Gading selaku broker.

Kongkalikong itu berupa pengaturan harga yang diputuskan dengan melanggar peraturan demi kepentingan pribadi masing-masing.

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.

Lalu, deretan pelanggaran hukum kembali dilakukan ketika Riva, Sani, dan Agus memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.

Selanjutnya, adapula Dimas dan Gading yang melakukan komunikasi ke Agus untuk memperoleh harga tinggi meski secara syarat belum terpenuhi.

Riva juga melakukan pelanggaran dimana justru membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 meski yang dibutuhkan adalah RON 92.

Tak cuma itu, Yoki juga diduga melakukan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor.

Apa yang dilakukan Yoki ini membuat negara harus menanggung biaya fee mencapai 13-15 persen. Namun, Kerry justru memperoleh keuntungan.

"Sehingga tersangka MKAR (Kerry) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.

Qohar mengatakan rangkaian perbuatan tersangka ini membuat adanya gejolak harga BBM di masyarakat lantaran terjadi kenaikan.

Hal ini membuat pemerintah semakin tinggi dalam memberikan kompensasi subsidi.

Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved