Nasional

Plus Minus Dampak Kebijakan Efisiensi Anggaran 2025, Data Pertumbuhan Ekonomi RI dari Tahun ke Tahun

Efisiensi yang dilakukan semestinya tidak mengurangi esensi pencapaian target RPJMN atau RPJMD 2025 dan seharusnya mempertimbangkan dampak ekonomi

Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel/lisma
EFISIENSI ANGGARAN -- Ilustrasi artikel Plus Minus dan Dampak Efisiensi Anggaran tahun 2025, tulisan Dr. Sukanto, S.E., M.Si, Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNSRI. 

TRIBUNSUMSEL.COM --  Walaupun baru memasuki bulan kedua di tahun 2025 tetapi shock terhadap perjalanan ekonomi ke depan terasa agak berat.

Sama seperti menghela nafas di saat kemarau bercampur asap. Asap yang membuat sesak berawal dari keinginan pemerintah untuk memberlakukan PPN 12 persen secara “utuh” agar keran penerimaan negara menjadi meningkat, akan tetapi setelah goncang-ganjing yang cukup alot PPN 12 % hanya diberlakukan untuk barang tertentu.

 Alhasil, tentu ruang fiskal menjadi menyempit, di sisi lain belanja super prioritas presiden terpilih antara lain MBG dan swasembada pangan, energi, dan air mesti tetap dilaksanakan di tahun 2025 di tengah beban subsidi baik energi dan non energi yang masih cukup besar.

 Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan cepat namun kurang populis adalah efisiensi anggaran. Pemerintah memilih cara ini dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025. Inpres ini memberikan warna dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah, dan membuat sedikit lunglai K/L dan Pemda karena mesti merampingkan kembali anggarannya.

 Tentu ini pekerjaan yang tidak mudah, utamanya pemerintah daerah ketika akan memilih dan memilah bagian mana yang mesti dikencangkan ikat pinggangnya mengingat program calon kepala daerah yang cukup beragam dalam menunjang visi-misi daerah.

 

Efisiensi anggaran menohok target pembangunan 2025


Efisiensi anggaran bagai badai yang menyebar cepat dan menghentak di berbagai penjuru tanah air. Sebagai tindak lanjut Inpres, melalui Menteri Keuangan merilis 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 % hingga 90 % .

Tentu ini tak ubah “terapi” tahan nafas sehingga memerlukan kondisi tubuh yang kuat agar nafas menjadi lega dan teratur, namun kalau terapi tersebut terlalu lama tentu akan berdampak tidak baik pada tubuh itu sendiri seperti detak jantung yang kencang, dan berkunang-kunang.

Ini hanya perumpamaan ketika dilakukan efisiensi dengan tujuan untuk memberikan celah fiskal yang cukup untuk dapat melaksanakan program super prioritas seperti disebutkan sebelumnya tanpa mengaburkan kontribusi terhadap sektor lain yang menjadi sasaran pokok pembangunan yang mungkin jauh lebih penting dalam menopang fondasi terwujudnya Indonesia Emas 2045. 


Simak saja, sasaran pembangunan 2025-2029 dalam RPJMN yang sangat fantatis tentu memerlukan usaha cukup besar, baik dalam transformasi sosial, ekonomi, dan tata kelola untuk mengejar target tersebut. Misalnya, dalam bidang ekonomi, RPJMN periode pertama mentargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 % di tahun 2029, tentu tidak mudah untuk capai.

Data historis menunjukkan, Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di tahun 1968 sebesar 10,92 % , 1973 dan 1977 masing-masing 8,1?n 8,79 % , dan tahun 1980 sebesar 9,88 % , saat itu Indonesia sedang mengalami bonanza minyak.

Pasca bonanza minyak, Indonesia mencatat pertumbuhan 8 % hanya di tahun 1995 yang ditopang oleh fundamental ekonomi sangat kuat, namun setelah itu pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh rata-rata 6 % , dan bahkan tahun dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh 5 % . 

Pertumbuhan ekonomi saat ini sebagian besar tergantung dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga, ironisnya dua tahun terakhir cenderung tumbuh melambat. 


Oleh karena itu, pemangkasan anggaran yang cukup fantastis dengan total sebesar Rp 265,1T, utamanya Kementerian PU sebesar Rp110,95 triliun, menjadi hanya Rp29,95 triliun atau 34,3 % perlu diwaspadai, mengingat pada Triwulan ke-IV 2024 telah tampak melambatnya pertumbuhan belanja pemerintah, dan memungkinan untuk melambat lagi karena adanya efisiensi belanja infrastruktur.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved