Guru Didenda Rp100 Juta di Sorong
Kisah Guru di Sorong Didenda Rp100 Juta Viralkan Siswi Gambar Alis saat Belajar, PGRI Kumpul Donasi
Dalam video tersebut, ada siswa yang kemudian memberitahu ke ES yang tidak menyadari kalau ada guru di depan, sehingga ia pun kaget.
TRIBUNSUMSEL.COM, SORONG - SA, seorang guru di SMP Negeri 3 Kota Sorong, Papua Barat Daya didenda Rp100 juta oleh wali siswa karena diduga menyebarkan video anaknya inisial ES (13).
Kepala SMPN 3 Kota Sorong Herlin S Maniagasi Herlin menjelaskan, guru SA awalnya mengajar di ruangan yang mana melihat seorang siswi yang duduk di pojok tampak sibuk sendiri.
"Guru SA kemudian diam-diam merekam aktivitas siswi ES yang sedang menghias alis menggunakan spidol,” kata Herlin.
Dalam video tersebut, ada siswa yang kemudian memberitahu ke ES yang tidak menyadari kalau ada guru di depan, sehingga ia pun kaget.
SA kemudian mengunggah video tersebut ke media sosial pribadi berupa TikTok.
Unggahan tersebut kemudian menuai respons positif maupun negatif dari warganet.
Video kemudian viral setelah diunggah ke sejumlah plaftorm medsos lainnya seperti Instagram.
Komentar-komentar miring bermunculan yang berujung pada bullying sehingga memicu kemarahan dari keluarga ES.
“Pihak keluarga tidak terima selanjutnya mendatangi sekolah menemui guru SA,” ujar Herlin.
Ia berharap dari kasus ini, semua dewan guru dan warga sekolah harus lebih berhati-hati.
Begitu juga dengan para orang tua siswa, jika ada persoalan-persoalan di sekolah bisa diselesaikan secara baik.
Awalnya Diminta Rp500 Juta
Atas kejadian tersebut pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Sorong sudah membuat sejumlah langkah termasuk mengajak para keluarga menempuh jalur kekeluargaan (mediasi).
Selama dua kali negosiasi, pihak keluarga dan sekolah belum mendapatkan titik temu hingga berlanjut ke Polresta Sorong Kota.
Kesepakatan awal di kepolisian, pihak keluarga meminta denda dari Rp500 juta lalu hasil negosiasi turun menjadi Rp100 juta serta tenggat pembayaran sepekan, tepatnya 9 November 2024.
"Awalnya ada permintaan denda termasuk syarat saya turun dari jabatan (kepsek) dan guru SA harus dinonaktifkan, namun kami terus buat negosiasi dengan keluarga ES," kata Herlin.
Adanya kesepakatan itu, pihak sekolah menggelar rapat dengan komite agar patungan membantu membayar denda itu.
Pihak sekolah membantu Rp10 juta dan SA menyanggupi membayar Rp20 juta, selebihnya masih mencari jalan keluar.
Atas koordinasi bersama pihak PGRI, maka seluruh guru di Kota Sorong buat gerakan solidaritas agar mengumpulkan uang guna membantu membayar denda dimaksud.
“Gerakan solidaritas tersebut berdasarkan hasil rapat bersama PGRI setiap orang guru hanya diberi batas nominal Rp30.000,” kata Herlin.
Galang Dana
Sebanyak 3.500-an guru menggalang aksi donasi sebagai bentuk solidaritas kepada rekan sejawatnya di SMP Negeri 3 Sorong yang didenda adat senilai Rp100 juta.
Gerakan solidaritas 3.500 guru ini diinisiasi oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sorong, guna membantu SA yang didenda adat oleh keluarga ES (13).
Ketua PGRI Kota Sorong Arif Abdullah Husain menjelaskan, kasus ini berawal dari oknum guru SA videokan ES yang tengah menggambar alis menggunakan alat tulis.
"Sesuai informasi yang kami dapat bahwa siswa ini gambar alis saat guru SA tengah membawa mata pelajaran di dalam kelas," ujar Arif di Kota Sorong, Rabu (6/11/2024).
Melihat hal itu, lanjut dia, guru SA yang tengah dalam posisi mengajar di kelas delapan langsung mengambil gambar dan upload ke akun media sosial hingga jadi viral di Instagram.
Arif menyadari, dalam persoalan ini guru SA salah sebab lansung menyebarkan video siswa ES ke media sosial tanpa diberi tahu kepada yang bersangkutan terlebih dahulu.
"Kami ikut perihatin dengan kejadian yang dialami oleh rekan sejawat kami, kami minta kalau bisa jangan jerat guru dengan denda adat ketika ada persoalan begini," katanya.
Ia menjelaskan, setiap persoalan sebaiknya dibicarakan lebih dulu dan jangan langsung terapkan aturan adat, sebab posisi guru ini juga sebagai orang tua anak di sekolah.
Menurutnya, orang tua murid bisa tahan diri dan musyawarah dengan orang tua murid di sekolah, sehingga tidak sampai masuk pada denda adat ke guru di dalam sekolah.
Arif menyatakan, PGRI Kota Sorong tetap menjunjung tinggi hukum adat Papua, namun perihal sanksi adat tidak boleh diberlakukan ke dewan guru di daerah.
"Kasian kalau berlakukan sanksi adat ini kepada guru di Kota Sorong, maka 3.500 orang di Sorong ini mau ke mana," jelasnya.
Ia menyarankan, kasus ini dibicarakan secara baik sebelum langsung ke denda dan guru yang bersangkutan hanya diberi teguran pertama dari pihak sekolah. (tribunsorong.com/safwan ashari)
Artikel ini telah tayang di Tribunsorong.com dengan topik Guru di Kota Sorong Didenda
Baca berita lainnya di Google News
Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.