Citizen Journalism

Merdeka Menilai : Revolusi Evaluasi dalam Kurikulum Merdeka

Selama bertahun-tahun sistem evaluasi pendidikan kita seringkali terjebak dalam rutinitas penilaian yang monoton dan kurang relevan. Ujian akhir yang 

|
Editor: Moch Krisna
IST
Pembelajaran Kurikulum Merdeka Kepada Siswa SMA 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Selama bertahun-tahun sistem evaluasi pendidikan kita seringkali terjebak dalam rutinitas penilaian yang monoton dan kurang relevan. Ujian akhir yang berorientasi pada hafalan dan pengetahuan faktual menjadi satu-satunya tolak ukur keberhasilan murid, padahal kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif yang merupakan kompetensi abad 21 tidak dapat maksimal terukur melalui jenis penilaian ini. Fokus yang sempit pada hasil akhir telah menciptakan tekanan yang besar pada murid dan guru, sekaligus secara tidak langsung telah mengabaikan proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi murid.

Kurikulum Merdeka hadir sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan sistem evaluasi pendidikan Indonesia dengan menempatkan evaluasi sebagai alat untuk memantau perkembangan pembelajaran murid secara berkelanjutan. Konsep "merdeka belajar" tidak hanya sebatas pada kebebasan murid dalam memilih pembelajaran, tetapi juga merevolusi cara kita memandang penilaian. Jika sebelumnya evaluasi lebih berorientasi pada hasil akhir yang bersifat kuantitatif, seperti nilai/angka yang diperoleh dari ujian tertulis, maka dalam Kurikulum Merdeka penilaian lebih menekankan pada proses pembelajaran dan pengembangan kompetensi murid secara holistik.

Asesmen formatif menjadi jantung dari perubahan ini. Asesmen formatif dalam Kurikulum Merdeka menempatkan proses pembelajaran sebagai fokus utama. Asesmen formatif dalam kurikulum merdeka menawarkan berbagai jenis penilaian alternatif untuk mengukur capaian pembelajaran murid secara lebih komprehensif, misal melalui penilaian unjuk kerja yang memungkinkan guru untuk mengamati langsung bagaimana murid menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menyelesaikan tugas atau proyek. Portofolio juga menjadi alat yang efektif untuk merekam perkembangan belajar murid dalam jangka waktu panjang. Melalui portofolio, murid dapat menunjukkan perkembangan kemampuan mereka dalam berbagai aspek, baik itu dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Selain itu, penilaian autentik seperti simulasi, role-playing, atau studi kasus juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi pada murid. 

Lebih dari sekedar alat ukur, asesmen formatif berperan sebagai mitra belajar yang senantiasa mendampingi murid dalam perjalanan belajar mereka. Melalui umpan balik yang konstruktif dan spesifik, murid diajak untuk merefleksikan proses belajar, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, serta menetapkan tujuan pembelajaran selanjutnya. Umpan balik yang efektif tidak hanya menunjuk pada kesalahan, tetapi juga memberikan arahan yang jelas tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan. Hal ini memungkinkan murid untuk menjadi pembelajar yang aktif, mandiri, dan bertanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri.

Namun demikian, fakta di lapangan implementasi asesmen formatif masih banyak terjadi miskonsepsi. Meskipun Kurikulum Merdeka dengan tegas menekankan pada peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian yang berpusat
pada murid, namun dalam praktiknya banyak guru masih terjebak dalam mengejar target pencapaian kuantitatif, seperti nilai rata-rata kelas atau persentase murid yang tuntas. Fokus yang berlebihan pada angka-angka ini seringkali mengaburkan tujuan utama dari asesmen formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik yang konstruktif bagi murid dan memonitor perkembangan pembelajaran mereka secara berkelanjutan. Akibatnya, potensi asesmen formatif dalam mendorong pembelajaran yang lebih mendalam dan bermakna menjadi tidak teroptimalkan.

Melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan upaya solutif yang komprehensif salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada guru agar dapat memahami secara mendalam konsep asesmen formatif. Guru diajak untuk menggali
lebih dalam mengenai bagaimana penilaian dapat menjadi alat untuk memantau perkembangan belajar murid secara individual, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka, serta memberikan umpan balik yang konstruktif untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.

Selain itu, pelatihan juga harus mencakup pemahaman yang mendalam tentang berbagai jenis penilaian alternatif. Guru perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk merancang dan melaksanakan penilaian unjuk kerja, portofolio, proyek, dan penilaian berbasis kinerja lainnya. Instrumen penilaian yang valid dan reliabel juga menjadi fokus penting dalam pelatihan. Guru perlu belajar cara menyusun rubrik penilaian yang jelas, objektif, dan dapat diandalkan untuk mengukur pencapaian pembelajaran murid.

Dengan pelatihan yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan guru dapat menjadi agen perubahan dalam mewujudkan sistem penilaian yang lebih baik dan relevan dengan tuntutan zaman. Guru yang kompeten dalam asesmen formatif akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang lebih bermakna bagi murid, serta mendorong murid untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat

(Ranita Sari, S.Pd., Gr.)

(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved