Berita BPK Wilayah VI
Megalitik Pasemah, Keelokan Budaya nan Tersembunyi
Selain kemasyhuran Sriwijaya, Sumatra Selatan juga memiliki kisah masa lampau yang tak kalah menarik di dataran tinggi Pasemah. Di tengah eloknya leku
TRIBUNSUMSEL.COM -- Selain kemasyhuran Sriwijaya, Sumatra Selatan juga memiliki kisah masa lampau yang tak kalah menarik di dataran tinggi Pasemah. Di tengah eloknya lekuk alam yang tersaji, tak banyak yang mengira bahwa kawasan ini menyimpan jejak kehidupan manusia prasejarah yang tersirat di balik tinggalan batuan besar dalam beragam bentuk.
Ludhyana Martasari
Pamong Budaya Ahli Pertama
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tinggalan arkeologi dari masa prasejarah hingga kolonial. Tinggalan-tinggalan arkeologi dibuat dengan tujuan tertentu, alasan tertentu, ataupun simbol-simbol tertentu. Tinggalan arkeologi juga memiliki keterkaitan dengan fungsi atau makna yang dalam pembuatannya tidak hanya sebagai bentuk ungkapan keindahan, melainkan berorientasi pada sejumlah nilai lainnya (Sedyawati, 1977: 74). Oleh sebab itu, tinggalan-tinggalan arkeologi memiliki arti penting karena dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan manusia pada masa lalu berlangsung, baik itu dari aspek bahasa, teknologi, ekonomi, religi, sosial,
pengetahuan, dan kesenian ataupun perubahan-perubahan yang terjadi pada masa lalu.
Salah satu daerah yang memiliki tinggalan arkeologi cukup beragam ialah Pulau Sumatra. Secara kontur, Pulau Sumatra terdiri dari pegunungan, perbukitan maupun dataran rendah. Bukit barisan merupakan salah satu pegunungan di Pulau Sumatra yang membentang memanjang dari utara ke selatan Pulau Sumatra. Masing-masing bagian bukit barisan ini memiliki sebutan, seperti di bagian sisi selatan bukit barisan disebut sebagai wilayah kultural Batanghari Sembilan yang daerahnya terdiri dari Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung (Suryanegara, A. Erwan dkk, 2016: 376). Wilayah ini memiliki potensi tinggalan arkeologi yang cukup banyak. khususnya tinggalan masa prasejarah di Sumatra Selatan.
Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam merupakan dua kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Selatan yang memiliki tinggalan arkeologi masa prasejarah beragam, bahkan memiliki julukan sebagai “Negeri Seribu Megalit”. Julukan tersebut memiliki arti bahwa tinggalan arkeologi, khususnya masa prasejarah ditemukan dalam jumlah banyak, baik itu arca, lumpang batu, lesung batu, kubur batu dan lain-lain. Selain memiliki julukan sebagai “Negeri Seribu Megalit”, Lahat dan Pagar Alam juga dikenal sebagai kawasan “Megalitik Pasemah”.
Kata Pasemah/Besemah identik dengan salah satu suku di Sumatra Selatan yang tinggal di dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Dalam laporan JSG Grambreg, seorang pegawai kolonial Hindia Belanda, dengan laporan yang berjudul De Inlijving van Het Landschap Pasoemah, disebutkan bahwa daerah Besemah/Pasemah merupakan lembah yang berada di dataran tinggi dari gugusan Bukit Barisan, yang membentang dari timur laut hingga ke arah barat daya dengan ketinggian 1800-2200 kaki dan sudut kemiringan tanah 45 derajat.
Deretan pegunungan yang mengelilingi daerah Besemah menjadi pelindung dan sekaligus pembatas alamiah antara Besemah dan kelompok dari wilayah tetangganya. Bukit Jambul, Pandan, Balai dan Bukit Pancing memisahkan orang Besemah dengan orang Semendo, yang dianggap memiliki akar genealogis sama (Jumhari dkk, 2014: 15). Lalu, kata Megalit berasal dari Bahasa Yunani Kuno, yaitu mega (besar) dan lithos (batu) sehingga sering dikaitkan dengan tinggalan-tinggalan budaya khususnya berupa bangunan yang berasal dari batu besar, Namun penamaan megalitik untuk bangunan dari batu besar kurang tepat, artinya hanya batu-batu yang berukuran besar saja yang dapat disebut sebagai tinggalan megalit, sedangkan tinggalan lainnya yang berhubungan dengan tinggalan megalitik tidak termasuk.
Perbedaan makna antara kata megalit dan megalitik pun perlu diperjelas agar tidak terjadi kesalahan penyebutan, kata megalit berkaitan dengan kata benda yang diartikan sebagai batu besar tinggalan masa prasejarah sedangkan kata megalitik berkaitan dengan kata sifat yang dimaknai sebagai sebuah kebudayaan masa lampau baik itu artefak maupun fitur (Prasetyo, 2015: 18).
Keberadaan tinggalan megalit yang berada di area Bukit Barisan tentu memiliki keterkaitan dengan konsep kepercayaan pada masa itu dimana dataran tinggi merupakan tempat tinggal arwah leluhur sehingga dianggap arca tersebut menjadi penghubung antara yang masih hidup dengan yang telah meninggal (Wales, 1958: 6-11). Selain secara konseptual mengenai keberadaan tinggalan megalit di dataran tinggi, ketersediaan batu-batu besar di dataran tinggi juga memudahkan dalam pembuatan arca maupun tinggalan megalit lainnya.
Tinggalan “Megalitik Pasemah” berawal dari penelitian Van der Hoop (1932) dalam Megalithic Remain in South Sumatra yang menyebutkan bahwa peninggalan arca batu di Pasemah berasal dari masa prasejarah dan kemungkinan semasa dengan kebudayaan Dongson. Hal ini dilihat dari adanya lukisan nekara di kubur batu. Meskipun terdapat perbedaan pendapat dengan L.C. Westenenk yang menyebutkan bahwa tinggalan tersebut merupakan tinggalan masa Hindu, namun pendapat Van der Hoop diperkuat dengan Von Heine Geldern yang menyebutkan bahwa arca-arca di Pasemah merupakan arca dinamis (strongly dynamic agitated) yang artinya arca-arca tersebut dipahat dengan anggota tubuh yang mengandung gerak dinamis. Unsur penggambaran dalam pemahatan tersebut diperkirakan merupakan salah satu ciri masa logam yang berlangsung sekitar tahun 2.500-1.500 Sebelum Masehi (Geldern 1945, 149).
Arca dinamis
Tinggalan megalit Pasemah khususnya arca yang ditemukan di Lahat dan Pagar Alam termasuk ke dalam kelompok arca dinamis karena arca yang ditemukan lebih bervariatif baik itu dari bentuk maupun teknik pemahatannya. Berdasarkan bentuknya, arca Pasemah dapat dikategorikan sebagai arca hewan, arca manusia dan arca manusia dengan hewan. Arca hewan yang digambarkan antara lain arca harimau, arca gajah, arca babi yang dapat ditemukan di Situs Tinggi Hari dan Situs Batu Macan.
Lalu arca manusia ada yang digambarkan figur manusia secara utuh dari kepala hingga kaki yang secara umum dengan posisi tubuh dalam keadaan duduk maupun figur manusia yang tidak utuh. Ada pula arca manusia yang mengenakan senjata maupun perhiasan. Beberapa contoh arca manusia ini juga digambarkan tidak hanya satu figur manusia saja melainkan digambarkan figur dengan anak kecil maupun figur dua orang dewasa. Arca-arca ini dapat ditemukan di Situs Muara Danau, Situs Nek Nambeng (Sinjar Bulan), Situs Gunung Megang, Situs Tegur Wangi, Situs Batu Tigas (Rindu Hati), Situs Muara Dua, dan lain-lain. Dan terakhir arca manusia dengan hewan digambarkan figur manusia dengan kerbau, figur manusia dengan ular, figur manusia dengan babi, figur manusia dengan gajah, dan figur manusia dengan harimau. Arca ini dapat ditemukan di Situs Tanjung Aro, Situs Gunung Megang, Situs Tebing Tinggi, Situs Benua Keling, Situs Tinggi Hari, Situs Tanjung Sirih, Situs Tanjung Telang, Situs Batu Tigas (Rindu Hati), Situs Nek Nambeng (Sinjar Bulan) dan lain-lain.
Uniknya keseluruhan arca tersebut tidak digambarkan seperti manusia pada umumnya melainkan pada beberapa bagian tertentu digambarkan lebih menonjol seperti mata melotot, bibir tebal dan dahi lebar yang semuanya mengarah pada suatu simbol tertentu (Triwurjani 2015a; (Triwurjani 2015b, : 25-46). Simbol-simbol ini umumnya memiliki makna untuk menghindari dari pengaruh jahat / sebagai tolak bala. Arca-arca tersebut tidak hanya berdiri sendiri melainkan terdapat tinggalan megalit lainnya seperti tetralith, kubur batu, lumpang batu, lesung batu, dan lain-lain.
Makna tersirat
Penggambaran arca baik itu figur manusia dengan hewan dan figur manusia mengenakan barang memiliki makna di dalamnya. Contohnya arca manusia membawa atau mengenakan senjata ataupun pakaian dengan hiasan yang terpahat pada arca. Hal ini menggambarkan adanya kontak hubungan antara budaya logam dengan megalit.
Lalu, arca manusia dengan hewan menggambarkan adanya interaksi antara manusia dan hewan pada saat itu. Selain itu juga, Penggambaran hewan berkaitan dengan religi (Fadlan S. Intan, 1994 dalam Prasetyo, 2015), artinya hewan tersebut tidak menggangu manusia ketika beraktivitas pada masa lalu. Penggambaran figur arca di Lahat dan Pagar Alam tergolong unik dan langka karena memiliki kekhasan dalam penggambarannya dibandingkan daerah lainnya.
Selain itu terdapat nilai-nilai penting yang mewakilli kreativitas manusia pada saat itu, adanya perkembangan teknologi, memberikan gambaran terkait kehidupan pada masa lalu, dan lainnya. Analisis terkait nilai penting tinggalan megalit ini perlu dilakukan secara mendalam agar dapat memberikan manfaat bagi Masyarakat ke depannya.
Upaya pelestarian