Kasus Vina Cirebon

Momen Hakim Rizqa Yunia Peringatkan Soal Hisab seusai Kematian di Sidang PK Saka Tatal, Tuai Riuh

Hakim Ketua, Rizqa Yunia mengingatkan soal hisab saat kematian di Sidang peninjauan kembali diajukan Saka Tatal, eks terpidana pembunuhan Vina Cirebon

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
Youtube KOMPASTV
Hakim Ketua, Rizqa Yunia mengingatkan soal hisab saat kematian di Sidang peninjauan kembali diajukan Saka Tatal, eks terpidana pembunuhan Vina Cirebon 

TRIBUNSUMSEL.COM- Hakim Ketua, Rizqa Yunia mengingatkan soal hisab saat kematian di Sidang peninjauan kembali diajukan Saka Tatal, eks terpidana pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat.

Diketahui, Sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Saka Tatal, kembali digelar di PN Cirebon, Kamis (1/8/2024).

Sidang ini kembali dipimpin Hakim Ketua, Rizqa Yunia didampingi dua hakim anggota yakni Hakim Galuh Rahma Esti dan Hakim Yustisia Permatasari.

Baca juga: Tanggapi Sidang PK Saka Tatal, Susno Duadji Singgung Soal Dosa jika Cari Pembenaran

Ada satu momen saat ahli hukum pidana Mudzakkir dari tim penasehat hukum Saka Tatal dihadirkan.

Usai Mudzakkir memberikan pandangannya dalam sidang, Hakim Ketua, Rizqa Yunia membuat pengunjung sidang riuh.

Pasalnya, hakim Rizqa Yunia, mengaku kepikiran dengan ucapan Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir terkait surga dan neraka.

"Tadi karena ahli menyangkut surga dan neraka, jadi saya kok kepikiran ya. Jadi siapa pun orangnya boleh berbuat apa pun, tapi ingat ada hisab yang akan dipertanggungjawabkan setelah kematian," ujar Rizqa Yunia, dilansir dari Youtube KompasTV.

Sontak saja ucapan Rizqa disambut riuh orang-orang yang berada di ruang sidang.

"Aamiin," kata sebagian besar pengunjung sidang disertai tepuk tangan.

Menurut Rizqa, karena sudah tidak ada lagi saksi yang dihadirkan, maka sidang PK Saka Tatal ini sudah selesai.

"Jadi ini sidang terakhir ya, karena sudah tidak ada lagi yang akan dihadirkan," kata Rizqa.

Baca juga: Tahan Tangis, Suara Dedi Mulyadi Bergetar Ungkap Perjuangan Saka Tatal di Sidang PK Eks Terpindana

Ia mengingatkan kembali bahwa semua berkas dan kelengkapan serta materi sidang akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).

"Ya, jadi semua berkas dan kelengkapannya kami kirimkan ke Mahkamah Agung," kata Rizqa.

"Kami ingatkan kembali bahwa kami adalah Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri Cirebon, bukan yang memutus perkara ini. Nah yang memutus perkara ini adalah Mahkamah Agung, seperti itu ya," kata Rizqa Yunia.

Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir
Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir bersaksi di sidang PK Saka Tatal, Kamis (1/8/2024).

Sebelumnya pakar Hukum Pidana, Mudzakkir dalam sidang menyatakan bahwa seorang terpidana memiliki hak untuk mengajukan permohonan sidang peninjauan kembali (PK) jika merasa dalam penetapan hukumnya terdapat kesahalahan.

"Seorang terpidana memiliki hak hukum untuk mengajukan permohonan PK jika merasa bahwa proses-proses hukum itu ditemukan ada sesuatu atau sebut saja bukti-bukti yang menunjukan bahwa putusan tersebut terdapat kekeliruan atau kesalahan," ucap Mudzakir.

"Maka seorang terpidana atau keluarganya berhak mengajukan peninjuan kembali," lanjutnya.

Mudzakir menjelaskan, dalam proses PK tersebut bukan membahas terkait masuknya seseorang ke dalam penjara, namun akan ditinjau putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang mana yang dinilai ada kekeliruan.

"Kalau itu dipertimbangkan dalam proses pengadilan, konsekuensinya akan menimbulkan satu menguntungkan bagi pihak pemohon PK. Yang kedua adalah bisa juga termasuk bagian yang menguntungkan itu adalah membebaskan pemohon PK itu dari semua dakwaan yang selama ini telah memiliki kekuatan hukum yang tetap," jelasnya.

Namun sebaliknya, jika dalam PK tersebut tidak terbukti adanya suatu kekeliruan, maka hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang memberatkan kepada pemohon PK.

"Tapi dalam filsafat PK ini karena kekeliruan itu efeknya adalah kalau diluruskan akan berakibat ringannya hukuman atau pembebasan seorang terdakwa maka prinsip PK adalah harus putusan yang meringankan atau termasuk kategori yang meringankan," ungkapnya.

Baca juga: Reaksi Kuasa Hukum Saka Tatal Novum Ditolak Jaksa di Sidang PK, Tantang Buka Berkas Perkara 2016

Mudzakir menyebut, ada tiga alasan utama seorang terpidana mengajuk PK. Pertama, terkait adanya bukti baru atau novum.

"Apabila bukti baru itu pada saat proses persidangan utama baik di Pengadilan Negeri, Tinggi maupun di Mahkamah Agung, kalau dipertimbangkan pada saat itu, itu putusannya menjadi berbeda daripada putusan yang ada sekarang, novum itu menjadi alasan untuk mengajukan PK," katanya.

"Novum itu bisa sampai kepada meringankan hukuman saja atau sampai pada membebaskan. Ini tergantung pada pemeriksaan pada tingkat peninjauan kembali," tambahnya.

Alasan kedua, adalah terjadinya kontradiksi antara putusan satu dengan putusan yang lain. Jika hal itu diluruskan, maka putusan itu akan menguntungkan bagi pihak pemohon PK.

"Terakhir, ada kekhilafan hakim dalam konteks ini apabila kekhilafan itu juga diluruskan sesuai dengan acara hukum pidana atau sesuai dengan proses pengambilan keputusan yang baik dan benar maka putusan itu juga akan berbeda dengan keputusan yang ada sekarang ini," terangnya.

Menurutnya, atas dasar itulah seorang terpidana memiliki hak hukum itu untuk mengajukan permohonan PK.

"Jadi permohonan PK adalah hak, tidak boleh siapapun menghalang-halangi terhadap permohonan PK itu. Dan juga tidak boleh membangun asumsi bahwa ‘kalau sudah terpidana ya sudah ga usah PK PK segala’ itu malah menyulitkan maka dihukum lebih berat lagi, itu juga tidak boleh," ujarnya.

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

(*)

Baca juga berita lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved