Tawuran di Palembang

Tawuran Pemuda di Palembang, Kriminolog Sebut Faktor Lingkungan Lebih Dominan Picu Anak Tawuran

Tawuran antar pemuda di Palembang kembali memakan korban, kali ini korbannya seorang remaja berusia 18 tahun M Arief.

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Moch Krisna
TRIBUNSUMSEL.COM/RACHMAD KURNIAWAN
Suasana rumah duka Arief (18 tahun) remaja yang tewas akibat tawuran di kawasan Celentang Palembang, Senin (24/6/2024). 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Rachmad Kurniawan

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Tawuran antar pemuda di Palembang kembali memakan korban, kali ini korbannya seorang remaja berusia 18 tahun M Arief.

Ia meninggal dunia di rumah sakit pelabuhan Boom Baru usai menjadi korban tawuran di Jalan Brigjen Hasan Kasim pada Senin (24/6/2024).

Kasus-kasus tawuran di Palembang belakangan ini mulai marak kembali, korban dan pelaku biasanya masih usia anak hingga remaja.

Menurut Kriminolog Universitas Muhammadiyah Palembang, Dr Martini Idris mengatakan, ketika anak sudah beranjak dewasa faktor yang membentuk perilaku dominan dari lingkungan, yakni 60 persen. Sedangkan keluarga 40 persen.

"Di usia menginjak 18 tahun ke atas lebih dominan faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor keluarga. Kalau sudah di usia seperti itu pembentukan karakter di dominasi lingkungan, " matanya.

Memang pada pembentukan karakter awal seorang anak tergantung dari cara didik keluarga, namun ketika anak beranjak remaja hingga dewasa lingkungan-lah yang sangat berperan.

Karena itulah keluarga tidak bisa juga dianggap lalai dalam mengawasi anaknya.

"Sehingga tidak bisa dikatakan kalau keluarga lalai. Kalau dia bisa lepas dari lingkungan yang tidak baik, ya bisa terhindar," katanya.

Dari segi keluarga atau orangtua tak menampik, kalau peristiwa tawuran juga bisa terjadi. Seperti misalnya orangtua yang kurang ketat dalam 'mendikte' anaknya.

"Bisa saya katakan orangtua kurang menanyakan dengan siapa anak bergaul, di lingkungan apa anak bergaul, terus kesehariannya selain sekolah apa," katanya.

Pembiaran yang dilakukan oleh orangtua terjadi karena faktor lingkungan yang membuat si anak menjadi 'pembangkang'.

"Yang dilihat anaknya ada sudah pulang walaupun sudah tengah malam. Tapi sisanya dibiarkan lagi. Itu membuat anak mencari jati diri atau alam kesenangannya sendiri tanpa berkonsultasi dengan orangtua ," tutupnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved