Berita Palembang

Sidang Dugaan Korupsi PTBA Hadirkan Direktur PT BMI, Akusisi Saham PT SBS Rugikan Rp 162 Miliar

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi PTBA mendengarkan keterangan saksi yakni Direktur PT BMI yakni, Danang Sudirja.

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/RACHMAD KURNIAWAN
Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi PTBA mendengarkan keterangan saksi yakni Direktur PT BMI yakni, Danang Sudirja, Jumat (5/1/2024). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi PTBA dalam proses akuisisi saham PT SBS melalui PT BMI anak perusahaan PT Bukit Asam digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Jumat (5/1/2024).

Agenda lanjutan sidang mendengarkan keterangan saksi yakni Direktur PT BMI yakni, Danang Sudirja.

Adapun lima orang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT SBS oleh PT Bukit Asam Tbk didampingi tim kuasa hukumnya turut hadir dalam persidangan.

Dalam perkara tersebut terdakwa disebut merugikan negara Rp 162 miliar dalam proses akuisisinya.

Sidang dipimpin oleh lima orang Majelis Hakim yang diketuai oleh Pitriadi SH MH.

"Saudara saksi Danang diharap memberikan keterangan secara jujur. Kalau tidak jujur, secara hukum saudara bisa dikenakan sumpah palsu, " ujar Pitriadi.

Baca juga: Nilai Investasi di OKU Timur 2023 Melebihi Target, Gaet Investor Permudah Pelayanan Perizinan

Lalu Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada masing-masing penasehat hukum terdakwa memberikan pertanyaan kepada saksi Danang.

Kemudian setelah sempat diskors, sidang dilanjutkan dengan giliran Majelis Hakim yang memberikan pertanyaan kepada saksi Danang.

Diiberitakan sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Menanggapi pendapat Penuntut Umum tersebut, Kuasa hukum PTBA menegaskan bahwa sejatinya pada saat PTBA melakukan akuisisi PT SBS melalui PT BMI, perseroan (PTBA) telah mematuhi dan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan
internal perusahaan.

Langkah akuisisi PT SBS sendiri merupakan realisasi atas Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2013-2017.

Dalam RJPP perseroan periode 2013-2017, disampaikan bahwa sebagai perusahaan tambang batubara milik pemerintah PTBA punya strategi yang salah satu di antaranya adalah pengembangan benefisiasi (added value) batubara dan usaha pendukung lain. Untuk melakukan langkah tersebut, PTBA melakukan pengembangan usaha jasa engineering, kontraktor jasa pertambangan.

Dan berikutnya untuk merealisasikan program kerja tersebut, perusahaan
berencana mengakuisisi PT SBS setelah mendapatkan penawaran dari manajemen PT SBS.

Sebelum diambil keputusan untuk akuisisi, manajemen PTBA secara internal, lewat tim
perencanaan korporat melakukan review awal mengenai potensi langkah akuisisi PT SBS.

"Dalam review awal tersebut Tim Perencanaan Korporat berkesimpulan bahwa PT SBS memiliki
potensi mendukung program kerja perseroan, dan Tim Perencanaan Korporat mengusulkan agar dilakukan Due Diligence secara rinci dan survei terhadap Alat-Alat Berat (A2B) yang dimiliki, serta negosiasi dengan Pihak PT SBS," ujarnya.

Kuasa hukum juga menyatakan adanya kekeliruan Penyidik dalam mengkualifikasi PT BMI maupun PT SBS sebagai BUMN. Hal ini tentu saja tidak tepat dan keliru, sesuai Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Sementara itu, proses akuisisi saham dilakukan oleh PT BMI, yang nota bene sebanyak 70.000 lembar saham atau 99,86 persen dimiliki oleh PTBA.

“Mengingat Penyertaan Modal yang terjadi di dalam pendirian PT BMI adalah penyertaan modal yang dilakukan oleh PTBA atau dalam kata lain todak langsung dilakukan oleh negara, maka mengacu pada definisi Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2003, PT BMI tidak dapat dikualifikasikan sebagai BUMN,” jelas Soesilo.

Langkah akuisisi juga dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagai perusahaan
pertambangan, PTBA harus mengeluarkan biaya produksi yang berkontribusi terbesar berasal dari biaya transportasi dan biaya jasa kontraktor pertambangan.

"Agar PTBA dapat melakukan penghematan biaya produksi, maka memiliki perusahaan jasa kontraktor pertambangan adalah merupakan pilihan yang tepat. Dengan dimilikinya jasa kontraktor pertambangan oleh PTBA, diharapkan mampu menekan ketergantungan PTBA kepada perusahaan jasa kontraktor pertambangan, dan pada akhirnya PTBA dapat melakukan penghematan biaya operasional yang cukup signifikan," tuturnya.

Dalam melaksanakan aksi korporasinya, PTBA sebagai perusahaan tercatat di bursa juga patuh pada aturan pasar modal. Akuisisi PT SBS, kata kuasa hukum, tidak melanggar keputusan
Bapepam LK No. S614 Tahun 2011, Peraturan Nomor : IX.E.2 Tentang Transaksi Material dan telah memenuhi Ketentuan Peraturan : X.K.1 Tentang Keterbukaan Informasi.

Jika mengacu Laporan Keuangan PTBA per tanggal 31 Desember 2013, ekuitas perseroan tercatat sebesar Rp 7,5 triliun.

Sementara nilai transaksi akuisisi (saham eksisting) dan investasi dengan cara mengambil bagian atas penerbitan saham baru di PT SBS nilainya adalah sebesar kurang lebih Rp 48 miliar, yang notabene nilainya tidak mencapai 20 persen dari ekuitas, dan berdasarkan ketentuan Transaksi Material, tidak diperlukan adanya Jasa Penilai Independen maupun persetujuan lewat RUPS.

PTBA juga telah memenuhi ketentuan peraturan Nomor : X.K.1 : Keterbukaan Informasi, dengan menyampaikan Laporan Tentang Pengambilalihan PT SBS oleh Entitas Anak Perusahaan PT BMI
kepada OJK pada tanggal 29 Januari 2015, yaitu 1 hari setelah dilakukannya akuisisi PT SBS oleh PT BMI selaku anak perusahaan PTBA.

"Jadi anggapan Penuntut Umum yang menyatakan perusahaan telah mengabaikan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam proses akuisisi PT SBS, itu tidak benar. Direksi saat itu telah memenuhi seluruh kaidah hukum dan prinsip tata kelola dalam mengakuisisi PT SBS," katanya.

Masih dalam konteks kasus ini, Soesilo juga menilai proses perhitungan kerugian negara yang menjadi landasan tuntutan penyidik itu salah, karena bukan dilakukan dan diumumkan oleh lembaga negara yang berwenang, dalam hal ini BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan)/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Perhitungan kerugian negara yang melandasi kasus ini dihitung oleh Kantor Akuntan Publik Drs Chaeroni dan Rekan dengan total Kerugian Keuangan Negara kurang lebih sekitar Rp 162.000.000.000,00 (seratus enam puluh dua miliar rupiah).

Perlu diingat bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkama Agung No. 4 Tahun 2016 (SEMA 4/2016) yang berbunyi : “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti BPKP/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau
mendeclare adanya kerugian keuangan negara.

Dalam hal tertentu hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara.

“Dengan demikian, pernyataan adanya kerugian keuangan negara oleh Kantor Akuntan Publik Drs Chaeroni dan Rekan sebagaimana tercantum dalam Laporan Akuntan Publik Atas Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam
Proses Akuisisi PT SBS Oleh PTBA melalui Anak Perusahaan PT BIM adalah tidak sah karena instansi tersebut berdasarkan SEMA 4/2016 tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan kerugian keuangan negara,” tutupnya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved