Kumpulan Ucapan

Ucapan Natal dari Seorang Muslim ke Nasrani, Apakah Boleh? Ini Penjelasan Para Ulama dan Hukumnya

Ucapan natal dari seorang muslim, apakah boleh? Bagaimana hukumnya dalam Islam. Inilah penjelasan para ulama

Editor: Abu Hurairah
Tribunsumsel
Ucapan Natal dari Seorang Muslim ke Nasrani, Apakah Boleh? Ini Penjelasan dan Hukumnya 

Hal itu disampaikan Quraish Shihab pada tahun 2014 dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.

Berikut ini transkrip penjelasannya:

"Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.

Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu BOLEH. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.

Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.

Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.

Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan BOLEH atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.

Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.

Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.

Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.

Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.

Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.

Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.

Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.

Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved