Pelecehan Mahasiswa UIN Palembang

Kasus Dugaan Pelecehan Mahasiswa UIN Raden Fatah Berakhir Damai, Pihak Kampus Sebut Salah Paham

Kasus dugaan pelecehan yang dialami oleh seorang mahasiswa semester 3 UIN Raden Fatah Palembang di asrama kampus, ternyata sudah berakhir damai.

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/RACHMAD KURNIAWAN
Kasus dugaan pelecehan yang dialami oleh seorang mahasiswa semester 3 UIN Raden Fatah Palembang di asrama kampus, ternyata sudah berakhir damai. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kasus dugaan pelecehan yang dialami oleh seorang mahasiswa semester 3 UIN Raden Fatah Palembang di asrama kampus, ternyata sudah berakhir damai.

Hal ini diungkapkan Kuasa Hukum korban Mardhiyah SH, Rabu (13/12/2023).

Mardhiyah mengatakan perdamaian dilakukan secara Restorative Justice (RJ) dengan mempertemukan RS dan terlapor Pa, yang difasilitasi oleh Subdit PPA Polda Sumsel.

"Sudah damai tanggal 7 Desember 2023 lalu di Subdit PPA dan korban langsung mencabut laporannya di Polda Sumsel, " kata Mardhiyah saat dikonfirmasi.

Korban yang masih traumatis dengan kejadian tersebut sehingga akan mempertimbangkan apakah lanjut kuliah atau pindah kampus.

Baca juga: Debat Pertama Capres 2024, Reaksi Pengamat Politik dan TPD Ganjar Sumsel

RS juga sudah tidak lagi tinggal di asrama semenjak menjadi korban pelecehan, yang membuat beasiswa KIP-nya dicabut oleh pihak kampus.

Terlapor Pa juga tak tinggal di asrama semenjak dilaporkan.

"Pelaku juga sudah tidak tinggal di asrama dan beasiswanya dicabut, " ungkapnya.

Sebelum memutuskan untuk berdamai, pihaknya dan pihak terlapor sudah beberapa kali melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Di UIN mediasi sudah tiga kali mempertemukan korban, pelaku dan pihak kampus, " katanya.

Kepala Biro AAKK UIN Raden Fatah Palembang, Jumari Iswadi membenarkan laporan dugaan pelecehan yang terjadi di asrama sudah berakhir damai.

"Iya sudah damai. Itu salah paham saja, orangtua keduanya sudah dipertemukan juga. Sudah selesai masalahnya karena salah paham, " ujar Jumari.

Jumari mengungkap terlapor Pa yang merupakan salah satu kepala kamar di asrama juga sudah dinonaktifkan sebagai kepala kamar dan memilih keluar dari asrama.

"Mereka masih kuliah. Tapi si terlapor ini sudah kami nonaktifkan dari kepala kamar, kebetulan dia juga kapok dan tidak tinggal di asrama lagi gara-gara banguni tidur malah kena masalah, " tandasnya.

Terpisah, Kasubdit IV PPA Ditreskrimum Polda Sumsel AKBP Raswidiati Anggraini membenarkan jika kasus tersebut sudah berakhir damai. Kedua belah pihak sepakat tidak lagi melanjutkan laporan.

"Iya sudah ada perdamaian, " katanya.

Sebelumnya, seorang mahasiswa semester 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Islam Negeri Raden Fatah inisial R (19) diduga menjadi korban pelecehan yang dilakukan seniornya.

Dugaan pencabulan ini dilakukan senior tersebut dengan cara memegang organ vital ketika R tertidur.

Perbuatan menyimpang tersebut bahkan sudah terjadi sejak Februari 2023 hingga Juni 2023, yang dilakukan di asrama kampus A UIN Raden Fatah.

Mahsiswa R penerima beasiswa Bidik Misi KIP di kampusnya sehingga diharuskan tinggal di dalam asrama kampus.

Didampingi kuasa hukumnya R melaporkan pelaku Pa (20) ke Polda Sumsel.

Pelecehan ini bermula pada awal Februari 2023 lalu ketika korban tidur di kamarnya namun karena merasa panas, korban pindah tidur ke depan kamar pelaku karena kipasnya besar.

Lalu sekitar pukul 01:00 WIB dinihari pelaku membangunkannya.

"Di situ dia membangunkan saya tapi tangannya masuk ke dalam celana saya, " ujar R saat dijumpai di Polda Sumsel, Senin (23/10/2023).

Tidak hanya satu kali, hingga bulan Juni 2023 RS mengaku sudah mendapat perlakuan tersebut sebanyak kurang lebih lima kali.

Pelecehan itu dilakukan pelaku setiap hendak membangunkan R yang sedang tidur. Karena kejadian itu juga, R mulai menjauhi Pa.

"Pelaku itu kepala kamar, jadi dia selalu membangunkan saya ketika mendekati waktu Subuh, " katanya

Bahkan karena tidak tahan dengan perbuatan itu, ia sampai merekam detik-detik ketika pelaku beraksi.

"Saya sudah hapal dia bangunkan saya jam berapa. Jadi pasang alarm sebelum dia membangunkan saya, kemudian siapkan kamera handphone. Ini sebagai alat bukti saya, " ungkapnya.

Setelah libur semester, R kembali ke asrama dan mengambil pakaiannya lalu pindah ke kos-kosan temannya, dan tinggal bersama temannya selama satu bulan karena tidak ingin menjadi korban perbuatan menyimpang pelaku.

Sampai akhirnya pada September 2023 R dipanggil oleh pihak kampus, untuk mencabut beasiswa R yang sudah tidak tinggal di asrama.

Mardhiyah SH, kuasa hukum R mengatakan ia melaporkan pelaku atas dugaan asusila pasal 289 KUHP. Akibat peristiwa yang dialami kini kliennya mengalami trauma.

"Klien kami mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi jadi diwajibkan tinggal di asrama. Kejadian ini dilakukan oleh ketua kamarnya yang membuat klien kami tidak lagi tinggal di asrama itu karena trauma. Karena tidak tinggal di asrama beasiswanya sudah dicabut," ujarnya.

Dia menyebut jika R sudah merekam kejadian tersebut sebanyak dua kali karena sebelumnya sudah hafal kapan waktu pelaku membangunkannya.

"Ini terjadi beberapa kali dan dua kali sempat direkam oleh klien kami dengan cara meletakkan handphone di atas kepala yang disandarkan ketika tidur, " katanya.

Mardhiyah menambahkan sebelum membuat laporan, pihaknya sudah mengirimkan surat permohonan untuk melakukan mediasi kepada Rektor UIN, namun tidak mendapatkan jawaban yang sesuai.

"Kami sudah beri surat ke rektor untuk memohon mediasi tapi rektor memberi jawaban yang tidak sesuai dengan yang kami inginkan. Kami maunya mediasi. Kami harap Kapolda Sumsel bisa menggiring kasus ini karena ini perbuatan yang tidak benar di dunia pendidikan, " tandasnya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved