Berita Nasional

Penjelasan Terbaru Mahfud MD soal Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan

Mahfud MD menyebutkan jika transaksi Rp 300 Triliun tersebut bukanlah korupsi ataupun TPPU.

Editor: Slamet Teguh
Kolase Tribunsumsel.com
Penjelasan Terbaru Mahfud MD soal Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat membuat heboh soal temuan transaksi Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan.

Namun, Mahfud MD kini memberikan pernyataan terbarunya soal hal tersebut,

Mahfud MD menyebutkan jika transaksi Rp 300 Triliun tersebut bukanlah korupsi ataupun TPPU.

Mahfud MD mengatakan, dirinya dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kompak memberantas korupsi untuk memperbaiki birokrasi di Kementerian.

"Bu Sri Mulyani sudah bekerja habis-habisan menata negara ini agar bebas dari korupsi. Kita kerja bareng. Perkembangannya kan positif, perkembangan terakhir itu saya kesini, ada pernyataan bahwa itu bukan korupsi itu bukan TPPU," kata Mahfud dalam Dialog dengan Masyarakat Indonesia di Melbourne, dikutip Jumat (17/3/2023).

Mahfud yang juga Ketua Komite Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menegaskan, terdapat transaksi mencurigakan dari rekening yang dimiliki pegawai Kemenkeu. Namun, hal itu bukan serta merta adalah korupsi.

"Tetapi itu apa namanya, kalo ada belanja aneh, ada transaksi aneh kok bukan korupsi, bukan TPPU. Itu yang akan nanti saya jelaskan bersama Bu Sri Mulyani. Tapi saya tidak bisa menjelaskan dari sini. Itu tidak boleh, dan tidak etis," jelasnya.

Selain itu, Mahfud menyatakan, sudah mengagendakan rapat dengan PPATK dan Kementerian Keuangan untuk membuat terang masalah ini.

"Itu akan selesai dan percayalah itu karena niat baik kami. Bu Sri Mulyani dan saya teman baik dan selalu bicara bagaimana menyelesaikan," ucap dia.

"Sesudah saya pulang ke Indonesia, saya akan jelaskan. Katanya itu bukan korupsi, bukan TPPU terus apa, angka sudah jelas sekian itu apa," sambungnya.

Ditemui terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Selasa (14/3/2023).

Kedatangannya itu, kata Ivan untuk menjelaskan terkait transaksi Rp 300 triliun yang diduga dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Saya sebagai kepala PPATK, datang ke Kementerian Keuangan untuk berdiskusi. Sebenarnya kegiatan hari ini adalah kegiatan rutin PPATK, karena kami kolaborasi, sinergitas, koordinasi sudah sering dilakukan hampir tiap hari," kata Ivan.

Lebih lanjut, Ivan mengatakan, transaksi Rp 300 triliun itu bukan merupakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu.

Hal itu justru dia temukan dalam kasus tindak pidana asal maupun kepabeanan. Sehingga, temuan itu dia sampaikan kepada Kementerian Keuangan.

Terlebih, kata Ivan, Kemenkeu adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010.

"Dalam kerangka itu perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan," ucap dia.

"Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal, yang menjadi kewajiban kami. Saat melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti," sambungnya.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Laporan PPATK ke Kemenkeu dan Mahfud MD Beda Soal Rp 300 T, 69 Pegawai Diperiksa

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Ada Transaksi Janggal Sebesar Rp 300 Triliun di Kementerian Keuangan, Diduga TPPU

Sebelumnya Mahfud MD Bilang Itu Pidana Pencucian Uang

Sebelumnya, usai bertemu dengan sejumlah pejabat Kemenkeu, Mahfud menyampaikan ihwal transaksi janggal RP 300 triliun di Kemenkeu adalah akibat tindakan pencucian uang. 

Perbedaan dua hal tersebut ditegaskan Mahfud dalan konferensi persnya di Kantor Menkopolhukam, Jakarta, usai menyambut kedatangan jajaran petinggi Kemenkeu, Jumat (10/3/2023).

"Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," kata Mahfud kepada awak media.

"Misalnya, orang saya korupsi lalu dibelakang saya ada istri saya punya emas dua ton terus anak saya punya showroom terus anak saya yang satu lagi," jelas Mahfud.

"Nah yang begitu itu yang diduga tindak pencucian uang karena korupsi saya itu tadi, yang beranak pinak," sambungnya. 

Sehingga melalui pernyataan ini Mahfud langsung turut menegaskan tidak ada korupsi yang terjadi di dalam Kemenkeu terkait dana RP 300 triliun tersebut. 

"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi 300 triliun. Pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara. Apalagi itu tadi mengambil uang pajak, tidak. Bukan itu," tegasnya. 

Diketahui, Menkopolhukam dalam pertemuannya dengan pejabat Kemenkeu mencari tahu hal apa yang jadi penyebab di balik transaksi mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu. 

Setelah ditelisik dan mendapatkan informasi dari Kemenkeu, transaksi mencurigakan tersebut adalah tindakan pencucian uang. 

"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang," ujar Mahfud masih dalam kesempatan yang sama.

Ia menekankan ihwal transaksi pencucian uang ini pun akan lebih lanjut ditindaklanjuti ke depannya oleh pihak yang berwenang. 

"Nah yang demikian yang 300-an ini akan kita tindak lanjuti. Oleh sebab itu saya berpikir kalau misalnya ada permintaan ke kementerian untuk di selidiki tindak pencucian kan terus saya harus kasihkan ke aparat penegak hukum, KPK, atau kejaksaan atau polisi," tegasnya.

Ada empat pejabat yang datang ke Kemenkopolhukam sore ini untuk memberk keterangan.

Mereka adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi Heru pambudi.

Kemudian Inspektur Jenderal Awan Nurmawan dan dan (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu Yustinus Prastowo.

Mahfud MD yang juga Ketua Tim Penggerak Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini mengatakan hal itu diperoleh berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya.

Dimana pegerakan uang mencurigakan itu itu mayoritas berasal dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Bea Cukai.

"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi. Terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang sebagian besar ada di Ditjen Pajak dan Bea Cukai," jelas Mahfud MD kepada awak media di Universitas Gadjah Mada (UGM ), Yogyakarta,  Selasa (8/2/2023) dikutip dari Tribun Jogya.

Mahfud MD mengatakan tim yang dipimpinnya bergerak menyikapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait uang yang tersimpan dalam puluhan rekening pejabat pajak Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo.

Transaksi di Rekening Rafel Alun

Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi juga tengah mendalami adanya transaksi rekening senilai Rp 500 miliar yang dimiliki Rafael.

Meski demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa temuan Transaksi Mencurigakan senilai Rp 300 triliun tersebut tidak termasuk dalam temuan PPATK.

"Pertama KPK sudah memulai menelisik satu-satu kemudian saya juga menyampaikan laporan lain di luar yang Rp 500 miliar yang saya punya juga saya serahkan sebagai ketua tim penggerak pemberantasan tindak pidana pencucian uang saya ketuanya," jelas Mahfud MD.

"Anggotanya (tim penggerak pemberantasan tindak pidana pencucian uang) Bu Menkeu, sekretarisnya ketua PPATK lulusan sini ( UGM ) juga, pak Ivan Yustiavandana," sambungnya.

Partai Buruh Minta Bentuk TPF

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, temuan transaksi mencurigakan tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.

"Pak Mahfud MD dan Ibu Sri Mulyani mengakui ada transaksi berjalan dari 2009, begitu pula PPATK yang telah melaporkan ini yang mencurigakan," kata Said Iqbal.

"Dan itu terbukti dengan seleksi dari beberapa pejabat bea cukai, pejabat pajak yang terkenal, Rafael, seperti juga Gayus Tambunan, lenyap begitu saja. Kali ini tidak bisa. Sudah ada Partai Buruh," sambungnya.

Sehingga terkait temuan tersebut, ia meminta DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk membentuk tim pencari fakta.

Adapun tim pencari fakta tersebut, jelas Said, bertugas untuk mengaudit Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Partai Buruh memastikan pajak. 13 platform Partai Buruh adalah memastikan pajak. Kita akan jaga itu agar DPR dan BPK membentuk tim pencari fakta," ucapnya, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (15/3/2023).

"Harus dibentuk tim pencari fakta, audit yang dilakukan BPK, karena ini pajak terkait Kementerian. Audit itu penerimaan dan penggunaan pajak di Kemenkeu," sambungnya.

Kemudian, Said Iqbal juga meminta DPR untuk memanggil Menkeu Sri Mulyani perihal temuan ini.

"DPR harus panggil ibu Srimul. Jangan diam-diam saja DPR ini," tegasnya.

Said mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani harus mundur dari jabatannya, karena sikap para anak buahnya yang memalukan. "Karena itu kami minta hak interpelasi DPR memanggil Menkeu. Copot Dirjen Pajak," ucap Said.

"Ibu Srimul kalau beliau gentle harusnya mundur. Memalukan sekali anak buahnya. Udah digajinya besar sangat memalukan. Copot Dirjen Pajak. Seharusnya Bu Menkeu kalau berjiwa besar mundur," ungkapnya.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved