Berita Nasional
Masa Lalu Bharada E Pernah Kerja di Hotel, 4 Kali Berjuang Masuk Polisi, Sesali Terlibat Pembunuhan
Perjuangan Richard Eliezer sebelum menjadi anggota Polri terungkap ternyata pernah kerja di salah satu Hotel di Manado.
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM - Perjuangan Richard Eliezer sebelum menjadi anggota Polri terungkap ternyata pernah kerja di salah satu Hotel di Manado.
Seperti diketahui, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E akhirnya muncul usai divonis 1,5 tahun penjara kasus pembunuhan Brigadir J.
Untuk pertama kalinya Richard diwawancarai usai terjerat kasus pembunuhan Brigadir J.
Hal ini disampaikan langsung oleh Richard Eliezer dalam wawancara eksklusif KompasTV yang dipandu host oleh Rosi Silalahi, Jumat (10/3/2023).
Sapaan Bharada E ini mengungkapkan kisahnya ternyata empat kali gagal tes masuk Polri.
Bharada E pula menceritakan bahwa pertama kali mengikuti tes Polri pada tahun 2016 hingga 2018 namun gagal.
Namun setelah gagal mengikuti tes di tahun 2018 Bharada E memutuskan untuk bekerja di sebuah hotel di kota tempat tinggalnya di Manado dengan waktu cukup lama enam bulan.
"Pada saat 2016 saya tes polisi gugur, tapi saya tetap hobi olahraga, di tahun 2018 saya gagal lagi saya berpikir harus kerja," ungkap Bharada E.

Sempat putus asa, di tahun 2019 Bharada E ternyata kembali didukung untuk mengejar cita-citanya menjadi seorang Polri hingga akhirnya di tahun itu pula dirinya bisa diterima menjadi anggota Polri.
"Saya sempat bekerja disalah satu hotel di Manado, sekitar kurang lebih enam bulan setelah saya gugur tes itu dan kebetulan saya dekat sama manajer saat itu, manajer mendukung untuk mencoba tes polisi kembali," jelasnya.
Baca juga: Janji Richard Eliezer ke Masyarakat Indonesia setelah Dipercaya Masih jadi Polisi, Ungkap Utang
Lebih lanjut, Bharada E menjelaskan saat itu uang hasil kerjanya di Hotel untuk bisa membantunya mengikuti pendidikan sebagai Polri di Jawa Timur.
"Akhirnya 2019 saya izin kepada keluarga untuk tes polisi lagi, ketika saya lulus tabungan selama saya bekerja kurang lebih enam bulan itu saya pakai berangkat untuk pendidikan, kebetulan saya pendidikan di Jawa Timur jadi ada biaya juga dari Manado ke Jawa Timur saya pakai uang itu," bebernya.
Tak hanya itu saja, Bharada juga mengakui jika cita-citanya memang sejak dini ingin menjadi seorang Polri.
"Menjadi anggota Polri itu merupakan cita-cita saya dari kecil, saya dibesarkan dari keluarga yang sederhana," terangnya.
"Untuk mausk jadi anggota Polri ini kan susah karena itu cita-cita saya dari kecil, saya berusaha terus," sambungnya.
"Mungkin dengan menjadi anggota Polri saya mengabdi kepada negara," sambungnya.
Sementara kekasih Ling Ling ini pula mengakui bahwa kedua orang tuanya selalu mendukung apa pun keinginannya.
"Orang tua saya selalu mendukung apa pun yang saya lakukan pasti orang tua saya suport," jelasnya.
Lulus dari pendidikan, Richard resmi bergabung sebagai personel Polri. Dia mengemban sejumlah tugas hingga pada 30 November 2021 ditunjuk sebagai sopir Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Baca juga: Diam-diam Bharada E Sudah Dipindahkan dari Rutan Bareskrim ke Lapas Salemba, ini Kata Kajari Jaksel
Namun kini Bharada E dijerat kasus pembunuhan Brigadir J hingga divonis penjara 1,5 tahun.
Kendati begitu, Richard mengakui atas perbuatannya itu sangat menyesal dan bersedih lantaran telah mencoreng nama institusi Polri.
"Saya sangat bersedih dan menyesal tentunya karena akibat perbuatan yang saya lakukan sehingga institusi polri tercoreng," jelasnya.

Untuk itu, Icad berharap dengan mengungkapkan kejujuran kasus pembunuhan Brigadir J ini masyarakat bisa paham dengan menghargai keputusannya.
"Saya berharap dengan saya menyampaikan kejujuran masyarakat bisa paham dengan menghargai keputusan saya," ungkap Bharada.
"Kenapa saya pilih kejujuran karena itu memang institusi polri, bapak Kapolri memberikan nasehat kepada saya untuk berani berkata jujur." sambungnya.
Janji Bharada E ke Masyarakat
Icad, sapaannya, ungkap janji ke seluruh masyarakat Indonesia, dikutip pada Jumat (10/3/2023).
Janji tersebut diungkapkan karena dirinya telah diterima kembali sebagai anggota polisi.
Dalam kesempatan itu Richard Eliezer awalnya mengaku tak menyangka atas hukuman ringan yang ia terima terkait kasus penembakan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat.
Hal tersebut sontak membuat Richard Elizer tak henti mencap rasa syukur atas keputusan baik yang ia terima.
"Tidak pernah terpikirkan di saya bahwa akan divonis 1,5 tahun tapi majelis Hakim menjatuhkan vonis dengan hati nurani dan ini juga berkat perjuangan dari Bang Rony dan tim penasehat hukum," katanya.
Selain itu Richard Elizer yang mengakui kesalahannya mengaku sangat meminta maaf kepada semua pihak atas kesalahan yang ia perbuat.
"Saya memang bersalah, saya memohon ampun atas kesalahan saya, saya memohon ampun kepada Tuhan dan institusi Polri dan kepada masyakarat karena kesalahan yang saya lakukan. Jadi pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan ke masyakarat untuk kembali lagi ke institusi Polri, saya merasa masih punya utang ke institusi Polri," sambung Richard.
Bahkan Richard Elizer tak segan memberikan janji usai dirinya ditetapkan kembali sebagai anggota Polri.
Richard Elizer mengaku bahwa dirinya sangat bersyukur dan tak akan menyia nyiakan kesempatan dari intitusi Polri yang diberikan kepada dirinya.
"Saya berjanji perjalanan ini menjadi pelajaran saya dan saya berjanji untuk memperbaiki diri tentunya kepada institusi Polri agar supaya saya bisa menjadi anggota Polri yang lebih taat aturan kedepannya,"
"Saya sudah memberikan hal positif dengan berkata jujur dan saya yakin masih banyak anggota Polri yang memiliki integritas dan loyalitas. Dan saya akan tetap setia untuk melakukan tugas sebagai anggota Polri dan akan menjalankan nasihat Bapak Kapolri untuk menjunjung tinggi kejujuran karena saya merasa memiliki hutan kepada institusi Polri dan saya berusaha menebus kesalahan yang saya lakukan. Saya berjanji akan mendedikasikan diri saya ke institusi Polri," pungkasnya.
Tak hanya itu saja, Richard Elizer juga mengungkapkan perasaannya saat pertama kali memutuskan jujur.
Menurut Richard ia mengungkapkan kejujuran lantaran mengingat pesan dari orangtuanya.
"Masalah kemarin memang bertentangan dengan hati nurani saya, disamping itu mungkin dari pelajaran dari orangtua untuk selalu berkata jujur itu yang membuat saya lebih berani sih.
Jadi saya pada saat itu dikasih kesempatan untuk menelpon dengan mama, saya bilang 'Ma saya mau berkata jujur kepada penyidik, dan Mama saya bilang kepada saya 'ya lebih baik kamu jujur dik, mama bangga sama kamu kalau kamu jujur'," ucap Richard.
Richard Elizer pun mengaku sangat lega dengan kejujuran yang ia ungkapkan soal kematian Brigadir J.
"Saya lebih ke lega. Saya ingin jujur karena saya memang diingatkan sama orangtua saya, terlebih khusus mama saya ya, untuk selalu berkata jujur.
Ia merasa sangat bersyukur atas nasib baiknya dengan ditambah doa dan dukungan dari orangtua dan masyakarat Indonesia.
"Saya diberikan kesempatan untuk berbicara dengan mama saya dan saya merasa lebih tenang ketika saya bicara ke mama saya
Dan tidak lupa dukungan dan doa dari banyak orang buat saya agar tetap jujur dalam persidangan." kata Richard.
Rangkuman Kasus Pembunuhan Brigadir J
Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah sampai ke babak akhir.
Seluruh terdakwa sudah divonis oleh majelis hakim. Total ada 11 terdakwa dalam kasus ini, terdiri dari 5 terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan 7 terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Yosua.
Satu terdakwa, yakni Ferdy Sambo, terlibat dua perkara sekaligus, baik pembunuhan berencana maupun perintangan penyidikan.
Kasus pembunuhan Brigadir J sendiri dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Sambo memerintahkan ajudannya saat itu, Ricky Rizal atau Bripka RR, menembak Yosua.
Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Yosua pun dieksekusi dengan cara ditembak 3-4 kali oleh Richard Eliezer di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan skenario tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Sementara, dalam perkara obstruction of justice, Sambo berupaya menghilangkan barang bukti dengan mengerahkan sejumlah anak buahnya untuk merintangi penyidikan.
Berikut daftar vonis 11 terdakwa yang terseret kasus kematian Brigadir J, dikutip dari Kompas.com
1. Ferdy Sambo
Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas kasus pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice perkara kematian Yosua.
Sebelumnya, oleh jaksa, Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Majelis Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso dalam sidang, Senin (13/2/2023).
Hakim menilai, perbuatan Sambo mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga dianggap menimbulkan keresahan dan kegaduhan luas di masyarakat.
Sebagai aparat penegak hukum dengan pangkat jenderal bintang dua, Sambo dinilai tak pantas melakukan pembunuhan berencana.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," ucap hakim.
2. Putri Candrawathi
Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis pidana penjara 20 tahun.
Hukuman itu juga melampaui tuntutan jaksa yakni pidana penjara 8 tahun.
Menurut hakim, sebagai istri Kadiv Propam Polri sekaligus bendahara umum pengurus pusat Bhayangkari, Putri seharusnya menjadi teladan bagi para istri polisi lainnya.
Sebaliknya, Putri malah terlibat pembunuhan berencana sehingga mencoreng nama baik organisasi para istri polisi.
Selain itu, perbuatan Putri dinilai menimbulkan kerugian besar bagi para personel kepolisian lainnya yang ikut terseret perkara ini.
"Perbuatan terdakwa telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar berbagai pihak baik materil maupun moril, bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian," tutur hakim, Senin (13/2/2023).
Hakim pun meyakini bahwa Putri bukan korban kekerasan seksual Brigadir J.
Istri Ferdy Sambo itu diduga sakit hati oleh Yosua sehingga mengadu ke suaminya yang berujung pada peristiwa pembunuhan berencana.
Lihat Foto Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
3. Kuat Ma'ruf
Masih dalam perkara pembunuhan berencana, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, divonis dihukum pidana penjara 15 tahun.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Kuat dengan 8 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Kuat dianggap berperan menyiapkan tempat eksekusi Brigadir J di rumah dinas Sambo.
Namun demikian, Kuat tak mengaku bersalah dan justru memosisikan dirinya orang yang tidak tahu menahu perkara ini.
"Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan dalam setiap persidangan," kata hakim dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).
4. Ricky Rizal
Terdakwa lainnya, Ricky Rizal atau Bripka RR divonis pidana penjara 13 tahun.
Hukuman mantan ajudan Ferdy Sambo itu juga lebih berat dari tuntutan jaksa sebesar 8 tahun pidana penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama 13 tahun," kata hakim Wahyu, Selasa (14/2/2023).
Ricky dianggap membiarkan terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J, padahal dia punya kesempatan untuk menggagalkan rencana tersebut.
Perbuatan brigadir polisi kepala (bripka) itu juga dinilai mencoreng citra Polri.
Dibanding empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya, Richard Eliezer divonis paling ringan yakni pidana penjara 1 tahun 6 bulan.
Hukuman itu jauh lebih kecil dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Dalam putusannya, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan hukuman Richard.
Antara lain, Richard dianggap telah menyesali perbuatannya.
Hakim juga mempertimbangkan status Richard sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara pembunuhan Yosua.
Selain itu, keluarga Yosua telah memaafkan Richard sejak awal kasus ini terungkap.
"Keluarga korban Nofriansyah Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa," kata hakim dalam persidangan, Rabu (15/2/2023).
Atas vonis ringan tersebut, jaksa tak mengajukan banding.
Artinya, putusan hukuman Richard sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Sementara, empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal mengajukan banding sehingga vonis keempatnya hingga kini belum inkrah.
6. Arif Rachman
Arifin Arif Rachman Arifin divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merusak sistem elektronik yang dilakukan bersama-sama.
Dalam perkara ini, Arif berperan mematahkan laptop yang sempat digunakan untuk menyimpan salinan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun demikian, Arif melakukan tindakan tersebut atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjadi atasannya.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan asas profesionalisme yang berlaku sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia," ujar hakim dalam sidang, Kamis (24/2/2023).
Vonis terhadap eks Wakaden B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu lebih ringan dari tuntutan jaksa mulanya meminta hakim menghukum Arif pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.
7. Irfan Widyanto
Sama dengan Arif, Irfan Widyanto juga dijatuhi hukuman pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara obstruction of justice.
Mantan Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Krimnal (Bareskrim) Polri itu dinilai menjadi kepanjangan tangan Sambo untuk mengambil digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J.
Menurut hakim, sebagai salah satu penyidik aktif di Bareskrim Polri, Irfan seharusnya punya pengetahuan yang lebih, terutama terkait tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana.
"Namun malah terdakwa turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundang dan mengakibatkan terganggungnya sistem informasi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan," ujar hakim dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).
Namun demikian, peraih Adhi Makayasa Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2010 ini divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yang memintanya dihukum pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.
8. Baiquni Wibowo
Terdakwa lain, Baiquni Wibowo, divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena turut serta merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Baiquni dinilai telah melakukan tindakan ilegal karena menyalin dan menghapus informasi dokumen elektronik DVR CCTV terkait kasus kematian Yosua Tindakan mantan Kepala Sub Bagian Pemeriksaan (Kasubbagriksa) Bagian Penegakan Etika (Baggaketika) pada Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) Divisi Propam Polri itu telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV.
"Terdakwa Baiquni telah melakukan perbuatan berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut peraturan perundang-undangan, padahal sudah perwira menengah polisi sudah mengetahui pengetahuan tersebut," ujar hakim, Jumat (24/2/2023).
Vonis terhadap Baiquni ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
9. Chuck Putranto
Sama dengan Baiquni, Chuck Putranto juga divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena menghalangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Dalam perkara ini, mantan sekretaris pribadi Ferdy Sambo itu berperan menyimpan dua DVR CCTV yang berasal dari lingkungan sekitar TKP penembakan, yakni pos satpam Duren Tiga dan rumah Kanitreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.
"Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik Polri," kata hakim, Jumat (24/2/2023).
Namun demikian, hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Chuck tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta dia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
10. Agus Nurpatria
Dalam perkara yang sama, Agus Nurpatia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan.
Hakim menilai, tindakan Agus yang memerintahkan juniornya di kepolisian, Irfan Widyanto, untuk mengamankan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di tidak profesional.
"Terdakwa tidak profesional dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Polri," ujar hakim dalam sidang, Senin (27/2/2023).
Kendati begitu, vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sedianya meminta mantan Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Polri tersebut dijatuhi hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta.
11. Hendra Kurniawan
Hendra Kurniawan menjadi terdakwa obstruction of justice yang dijatuhi hukuman tertinggi setelah Ferdy Sambo.
Hendra divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis Hakim menilai, perbuatan Hendra memerintahkan bawahannya di kepolisian untuk mengamankan lantas menghapus rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua merupakan tindak pidana.
Padahal, saat itu Hendra menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dengan pangkat jenderal bintang satu.
"Terdakwa selaku anggota Polri perwira tinggi tidak melakukan tugasnya secara profesional," ujar hakim. Tak seperti lima terdakwa lainnya, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap Hendra sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya.
Baca berita berita lainnya di Google News
Roy Suryo Apresiasi Hakim Setelah PK Silfester Matutina Gugur, Sudah Seharusnya Dieksekusi |
![]() |
---|
Herannya Mahfud MD Tahu Harta Kekayaan Immanuel Ebenezer Rp17,6 Miliar, Gak Mungkin Tiba-tiba |
![]() |
---|
Mulai 2026, Beli Elpiji 3 Kg Wajib Pakai KTP, Pemerintah Pastikan Subsidi Tepat Sasaran |
![]() |
---|
Mochamad Irfan Yusuf jadi Menteri Haji dan Umrah usai DPR Sahkan jadi Kementerian? Ini Kata Istana |
![]() |
---|
Profil Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I Viral Buru-buru Tutup Rapat Saat Ada Demo di Gedung DPR |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.