Berita Nasional

'Mama, Saya Mau Jujur', Momen Richard Eliezer Beranikan Diri Jujur Ungkap Pembunuhan Brigadir J

Richard Eliezer menyebut alasan dirinya berkata jujur soal kasus Brigadir J lantaran motivasi sang ibu hingga membuatnya kembali jadi anggota Polri...

Penulis: Thalia Amanda Putri | Editor: Weni Wahyuny
youtube/KOMPASTV
Reaksi Richard Elizer Dinyatakan Kembali Jadi Polisi, Sebut Ibu Jadi Motivasi Untuk Berkata Jujur 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Thalia Amanda Putri

TRIBUNSUMSEL.COM - Bharada Richard Eliezer alias Bharada E akhirnya muncul menceritakan bagaimana awal mula dirinya ingin berkata jujur dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J.

Sebelumnya, ia sempat mengikuti skenario yang dibuat Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dalam pembunuhan tersebut, bahwa terjadi tembak menembak antara dirinya dan Brigadir J hingga membuat Brigadir J meninggal dunia.

Namun berselang beberapa hari, ia mengubah keterangannya bahwa tak terjadi saling tembak, melainkan dirinya yang melakukan penembakan atas perintah Ferdy Sambo.

Ia pula menyebutkan jika Ferdy Sambo ikut menembak.

Icad, begitulah disapa, mengaku ada proses di mana dirinya memutuskan untuk berkata jujur.

Baca juga: Janji Richard Eliezer ke Masyarakat Indonesia setelah Dipercaya Masih jadi Polisi, Ungkap Utang

Dalam kesempatan itu Bharada E mengungkapkan alasan dirinya memilih jujur dalam membuka kasus kematian Brigadir J.

Menurutnya hal tersebut ia pikirikan dengan matang usai mengingat pesan dari orangtuanya tentang pentingnya kejujuran.

"Masalah kemarin (mengikuti skenario Sambo) memang bertentangan dengan hati nurani saya, di samping itu mungkin dari pelajaran dari orangtua untuk selalu berkata jujur itu yang membuat saya lebih berani sih," katanya dilansir dari channel youtube KOMPASTV dalam program Rosi, Jumat (10/3/2023).

"Jadi saya pada saat itu dikasih kesempatan untuk menelpon dengan mama, saya bilang 'Ma saya mau berkata jujur kepada penyidik, dan Mama saya bilang kepada saya 'ya lebih baik kamu jujur dik, mama bangga sama kamu kalau kamu jujur'," ucap Richard.

Setelah mengungkapkan kejujuran, Richard Elizer pun mengaku sangat lega bisa mengungkap soal kematian Brigadir J.

"Saya lebih ke lega. Saya ingin jujur karena saya memang diingatkan sama orangtua saya, terlebih khusus mama saya ya, untuk selalu berkata jujur," jelasnya.

Ia merasa sangat bersyukur atas nasib baiknya dengan ditambah doa dan dukungan dari orangtua dan masyakarat Indonesia.

"Saya diberikan kesempatan untuk berbicara dengan mama saya dan saya merasa lebih tenang ketika saya bicara ke mama saya. Dan tidak lupa dukungan dan doa dari banyak orang buat saya agar tetap jujur dalam persidangan," kata Richard.

Nasib Richard Eliezer alias Bharada E usai divonis hukuman 1 Tahun 6 bulan penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Nasib Richard Eliezer alias Bharada E usai divonis hukuman 1 Tahun 6 bulan penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. (Tribunnews.com)

Bukan tanpa sebab, Richard juga mengaku sangat beruntung kembali menjadi anggota Polri sehingga bisa memperbaiki masa depan dan karirnya untuk menghidupi keluarganya.

"Saya dan keluarga merasa lega karena saya masih mempunyai harapan memperbaiki masa depan saya karena saya merupakan tulang punggung keluarga.

Kejujurannya juga membuat Richard Eliezer yakin untuk tak merasa takut dengan segala resiko yang ada.

"Pada saat pertama jujur saya sudah tidak memikirkan risiko, sudah saya menyerahkan semua kepada tuhan, saya pasrahkan hidup dan masalah saya kepada Tuhan, saya yakin kalau saya berkata jujur Tuhan pasti Tolong. Jujur saya kaget karena memang saya tidak tau sama sekali namun saya sangat sangat berterima kasih tentunya ke Pak Kapolri dan saya berjanji ke Bapak Kapolri saya akan memegang teguh perintah dari Bapak Kapolri agar tetap selalu mengutamakan kejujuran dalam menjalankan tugas," jelas Richard Eliezer.

"Jadi pada saat itu saya menyampaikan kepada Bapak Kapolri saya mau jujur dengan menyampaikan cerita yang sesuai dengan fakta yang terjadi," lanjutnya.

Richard Eliezer pun mengakui kesalahannya dan mengaku sangat meminta maaf kepada semua pihak atas kesalahan yang ia perbuat.

"Saya memang bersalah, saya memohon ampun atas kesalahan saya, saya memohon ampun kepada tuhan dan institusi Polri dan kepada masyakarat karena kesalahan yang saya lakukan.

Jadi pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan ke masyakarat untuk kembali lagi ke institusi Polri, saya merasa masih punya hutang ke institusi Polri," sambung Richard.

Baca juga: Kisah Dibalik Masa Muda Bharada E Terungkap, Richard Eliezer Tenyata Pencinta Alam : Semua Diikuti

Baca juga: Profil dan Rekam Jejak Ronny Talapessy Pengacara Bharada E, Bantu Richard Eliezer Divonis Ringan

Bahkan Richard Eliezer tak segan memberikan janji usai dirinya ditetapkan kembali sebagai anggota Polri.

Richard Eliezer mengaku bahwa dirinya sangat bersyukur dan tak akan menyia nyiakan kesempatan dari intitusi Polri yang diberikan kepada dirinya.

Rynecke A Pudihang, ibu Bharada E menangisi nasib anaknya yang dulu berseragam polisi namun kini menggunakan baju tahanan
Rynecke A Pudihang, ibu Bharada E menangisi nasib anaknya yang dulu berseragam polisi namun kini menggunakan baju tahanan (istimewa)

"Saya berjanji perjalanan ini menjadi pelajaran saya dan saya berjanji untuk memperbaiki diri tentunya kepada institusi Polri agar supaya saya bisa menjadi anggota Polri yang lebih taat aturan kedepannya. Saya sudah memberikan hal positif dengan berkata jujur dan saya yakin masih banyak anggota Polri yang memiliki integritas dan loyalitas," katanya.

"Dan saya akan tetap setia untuk melakukan tugas sebagai anggota Polri dan akan menjalankan nasihat Bapak Kapolri untuk menjunjung tinggi kejujuran karena saya merasa memiliki hutan kepada institusi Polri dan saya berusaha menebus kesalahan yang saya lakukan. Saya berjanji akan mendedikasikan diri saya ke institusi Polri," pungkasnya.

Janji Richard Eliezer ke Masyarakat Indonesia Usai Dinyatakan Kembali Jadi Polisi
Janji Richard Eliezer ke Masyarakat Indonesia Usai Dinyatakan Kembali Jadi Polisi (youtube/KOMPASTV)

Selain itu Bharada E mengaku sangat bersyukur atas dirinya yang kembali diterima di institusi Polri.

"Tidak pernah terpikirkan di saya bahwa akan divonis 1,6 bulan tapi majelis Hakim menjatuhkan vonis dengan hati nurani dan ini juga berkat perjuangan dari Bang Rony dan tim penasehat hukum," katanya.

Pasalnya Richard Eliezer juga merasa keputusan yang membuatnya kembali menjadi anggota Polri sangat berarti baginya karena mengingat dirinya yang angat berjuang untuk diterima sebagai anggota Polri.

"Tentunya saya sangat sangat bersyukur dan ini merupakan anugerah yang luar biasa dari tuhan buat hidup saya. Keputusan ini sangat berarti untuk hidup saya karena nanti bisa kembali bertugas menjadi anggota Polri," bebernya.

Bharada E diputuskan tetap menjadi anggota Polri dalam sidang etik, Rabu (22/2/2023) tetapi memperoleh sanksi demosi satu tahun.
Bharada E diputuskan tetap menjadi anggota Polri dalam sidang etik, Rabu (22/2/2023) tetapi memperoleh sanksi demosi satu tahun. (Tangkap layar YouTube Tribunnews.com)

Bahkan diketahui jika Richard Elizer pernah mengikuti tes hingga sebanyak 4 kali sebelum akhirnya diterima di institusi Polri.

Richard Eliezer kemudian berjanji akan memperbaiki dirinya dan mengabdi kepada institusi Polri.

"Saya inget perjuangan saya dulu sempet beberapa kali ikut tes, kurang lebih 4 kali ikut tes untuk menjadi anggota Polri.

Dan ketika saya diterima kembali saya merasa sangat sangat bersyukur dan institusi dan pimpinan Polri masih memberikan kesempatan bagi saya untuk memperbaiki diri dengan mengabdi kepada Negara," tutupnya.

Baca juga: Tolak Damai, Hotman Paris Singgung Razman Nasution Soal Hidup Nyata : Mukaku Bukan Kura Kura Ninja

Richard Tetap jadi Polisi

Bharada Richard Eliezer dipastikan tidak dipecat dari anggota kepolisian republik Indonesia

Adapun hasil sidang kode etik memberikan sanksi berupa hukuman administrasi terhadap Bharada Richard Eliezer berupa demosi 1 tahun.

Melansir dari Tribunnews.com, Rabu (22/2/2023) hasil sidang tersebut disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers yang ditayangkan di Youtube Tribunnews


"Bahwa terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap dalam dinas Polri," kata Brigjen Ahmad Ramadhan.

Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tetap memberikan sanksi kepada Bharada E yaitu meminta maaf kepada perangkat sidang etik serta Kapolri.

Lalu untuk sanksi administratif, Bharada E akan didemosi selama setahun.

Sementara pertimbangan keputusan terkait status Bharada E sebagai anggota Polri adalah telah mengungkap fakta sebenarnya terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J, bersikap sopan selama persidangan, masih berusia muda.

Selain itu, pertimbangan lain yaitu menyesali perbuatannya, telah meminta maaf kepada keluarga Brigadir dan dimaafkan, terpaksa melakukan perintah atasan dan tidak mampu menolak untuk menembak Brigadir J.

"Terduga pelanggar yang berpangkat Bharada E tidak berani menolak perintah menembak Brigadir Yosua dan saudara FS karena selain selaku atasan, jenjang kepangkatan saudara FS dengan terduga pelanggar sangat jauh," tutur Ramadhan.

Dengan pertimbangan tersebut maka KKEP memutuskan Bharada E masih menjadi anggota Polri.

Dengan telah diputuskannya status Bharada E sebagai anggota Polri, maka tinggal terpidana lain yaitu Ricky Rizal yang belum menjalani sidang kode etik.

Pada sidang etik ini ada delapan saksi yang dihadirkan termasuk terpidana lain kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Bakal Dibina

Penasihat Ahli Kapolri Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Purnawirawan (Purn) Aryanto Sutadi mengatakan adanya kemungkinan Richard Eliezer harus mengikuti program pembinaan di lingkungan Polri.

Richard Eliezer, kata Aryanto, tentunya akan dibina, diawasi, dan dibimbing selama kurun waktu tertentu.

Barulah setelah pembinaan tersebut selesai, Polri akan mempertimbangkan Richard Eliezer akan ditempatkan di mana.

Keputusan ini sangat bergantung pada apa yang telah dilakukan Richard Eliezer dalam membongkar kasus ini.

Termasuk bergantung pada psikologis Richard Eliezer dan keselamatannya.

"Kalau menurut saya, Richard Eliezer nanti akan diikutkan program pembinaan untuk dibina, dibimbing dan diawasi."

"Nanti setelah tiga bulan atau enam bulan, saya tidak tahu pastinya, nanti akan diputuskan lagi dia kan cocok ditempatkan di mana, ini nanti berdasarkan tes psikologi di (program) itu."

"Nanti Polri yang akan menentukan dengan berbagai pertimbangan, apakah dia di Brimob atau di tempat lain."

"Tentunya (keputusan ini) dengan memperhatikan faktor keselamatan dia, dengan memperhatikan dedikasinya termasuk mempertimbangkan profesionalitasnya," jelas Aryanto dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (22/2/2023).

Penasihat Ahli Kapolri Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Purnawirawan (Purn) Aryanto Sutadi mengatakan adanya kemungkinan Richard Eliezer harus mengikuti program pembinaan di lingkungan Polri.

Aryanto menyebut kemungkinan Richard Eliezer akan kembali ke Brimob sangat besar.

"Peluangnya kembali ke Brimob sangat besar kemungkinannya, apalagi jika dia diterima dilingkungannya," lanjut Aryanto.

Adapun sanksi kode etik selain pembinaan di antaranya yakni didemosi, ditunda sekolahnya atau ditunda kenaikan pangkatnya.

Rangkuman Kasus Pembunuhan Brigadir J

Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah sampai ke babak akhir.

Seluruh terdakwa sudah divonis oleh majelis hakim. Total ada 11 terdakwa dalam kasus ini, terdiri dari 5 terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan 7 terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Yosua.

Satu terdakwa, yakni Ferdy Sambo, terlibat dua perkara sekaligus, baik pembunuhan berencana maupun perintangan penyidikan.

Kasus pembunuhan Brigadir J sendiri dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Sambo memerintahkan ajudannya saat itu, Ricky Rizal atau Bripka RR, menembak Yosua.

Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Yosua pun dieksekusi dengan cara ditembak 3-4 kali oleh Richard Eliezer di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan skenario tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Sementara, dalam perkara obstruction of justice, Sambo berupaya menghilangkan barang bukti dengan mengerahkan sejumlah anak buahnya untuk merintangi penyidikan.

Berikut daftar vonis 11 terdakwa yang terseret kasus kematian Brigadir J, dikutip dari Kompas.com

1. Ferdy Sambo

Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas kasus pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice perkara kematian Yosua.

Sebelumnya, oleh jaksa, Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.

"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Majelis Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso dalam sidang, Senin (13/2/2023).

Hakim menilai, perbuatan Sambo mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga dianggap menimbulkan keresahan dan kegaduhan luas di masyarakat.

Sebagai aparat penegak hukum dengan pangkat jenderal bintang dua, Sambo dinilai tak pantas melakukan pembunuhan berencana.

"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," ucap hakim.

2. Putri Candrawathi

Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis pidana penjara 20 tahun.

Hukuman itu juga melampaui tuntutan jaksa yakni pidana penjara 8 tahun.

Menurut hakim, sebagai istri Kadiv Propam Polri sekaligus bendahara umum pengurus pusat Bhayangkari, Putri seharusnya menjadi teladan bagi para istri polisi lainnya.

Sebaliknya, Putri malah terlibat pembunuhan berencana sehingga mencoreng nama baik organisasi para istri polisi.

Selain itu, perbuatan Putri dinilai menimbulkan kerugian besar bagi para personel kepolisian lainnya yang ikut terseret perkara ini.

"Perbuatan terdakwa telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar berbagai pihak baik materil maupun moril, bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian," tutur hakim, Senin (13/2/2023).

Hakim pun meyakini bahwa Putri bukan korban kekerasan seksual Brigadir J.

Istri Ferdy Sambo itu diduga sakit hati oleh Yosua sehingga mengadu ke suaminya yang berujung pada peristiwa pembunuhan berencana.

Lihat Foto Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

3. Kuat Ma'ruf

Masih dalam perkara pembunuhan berencana, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, divonis dihukum pidana penjara 15 tahun.

Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Kuat dengan 8 tahun penjara.

Dalam perkara ini, Kuat dianggap berperan menyiapkan tempat eksekusi Brigadir J di rumah dinas Sambo.

Namun demikian, Kuat tak mengaku bersalah dan justru memosisikan dirinya orang yang tidak tahu menahu perkara ini.

"Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan dalam setiap persidangan," kata hakim dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).

4. Ricky Rizal

Terdakwa lainnya, Ricky Rizal atau Bripka RR divonis pidana penjara 13 tahun.

Hukuman mantan ajudan Ferdy Sambo itu juga lebih berat dari tuntutan jaksa sebesar 8 tahun pidana penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama 13 tahun," kata hakim Wahyu, Selasa (14/2/2023).

Ricky dianggap membiarkan terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J, padahal dia punya kesempatan untuk menggagalkan rencana tersebut.

Perbuatan brigadir polisi kepala (bripka) itu juga dinilai mencoreng citra Polri.

5. Richard Eliezer

Dibanding empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya, Richard Eliezer divonis paling ringan yakni pidana penjara 1 tahun 6 bulan.

Hukuman itu jauh lebih kecil dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.

Dalam putusannya, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan hukuman Richard.

Antara lain, Richard dianggap telah menyesali perbuatannya.

Hakim juga mempertimbangkan status Richard sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara pembunuhan Yosua.

Selain itu, keluarga Yosua telah memaafkan Richard sejak awal kasus ini terungkap.

"Keluarga korban Nofriansyah Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa," kata hakim dalam persidangan, Rabu (15/2/2023).

Atas vonis ringan tersebut, jaksa tak mengajukan banding.

Artinya, putusan hukuman Richard sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Sementara, empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal mengajukan banding sehingga vonis keempatnya hingga kini belum inkrah.

6. Arif Rachman

Arifin Arif Rachman Arifin divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merusak sistem elektronik yang dilakukan bersama-sama.

Dalam perkara ini, Arif berperan mematahkan laptop yang sempat digunakan untuk menyimpan salinan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Namun demikian, Arif melakukan tindakan tersebut atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjadi atasannya.

"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan asas profesionalisme yang berlaku sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia," ujar hakim dalam sidang, Kamis (24/2/2023).

Vonis terhadap eks Wakaden B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu lebih ringan dari tuntutan jaksa mulanya meminta hakim menghukum Arif pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.

7. Irfan Widyanto

Sama dengan Arif, Irfan Widyanto juga dijatuhi hukuman pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara obstruction of justice.

Mantan Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Krimnal (Bareskrim) Polri itu dinilai menjadi kepanjangan tangan Sambo untuk mengambil digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J.

Menurut hakim, sebagai salah satu penyidik aktif di Bareskrim Polri, Irfan seharusnya punya pengetahuan yang lebih, terutama terkait tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana.

"Namun malah terdakwa turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundang dan mengakibatkan terganggungnya sistem informasi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan," ujar hakim dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).

Namun demikian, peraih Adhi Makayasa Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2010 ini divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yang memintanya dihukum pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.

8. Baiquni Wibowo

Terdakwa lain, Baiquni Wibowo, divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena turut serta merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Baiquni dinilai telah melakukan tindakan ilegal karena menyalin dan menghapus informasi dokumen elektronik DVR CCTV terkait kasus kematian Yosua Tindakan mantan Kepala Sub Bagian Pemeriksaan (Kasubbagriksa) Bagian Penegakan Etika (Baggaketika) pada Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) Divisi Propam Polri itu telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV.

"Terdakwa Baiquni telah melakukan perbuatan berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut peraturan perundang-undangan, padahal sudah perwira menengah polisi sudah mengetahui pengetahuan tersebut," ujar hakim, Jumat (24/2/2023).

Vonis terhadap Baiquni ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.

9. Chuck Putranto

Sama dengan Baiquni, Chuck Putranto juga divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena menghalangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Dalam perkara ini, mantan sekretaris pribadi Ferdy Sambo itu berperan menyimpan dua DVR CCTV yang berasal dari lingkungan sekitar TKP penembakan, yakni pos satpam Duren Tiga dan rumah Kanitreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.

"Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik Polri," kata hakim, Jumat (24/2/2023).

Namun demikian, hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Chuck tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta dia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.

10. Agus Nurpatria

Dalam perkara yang sama, Agus Nurpatia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan.

Hakim menilai, tindakan Agus yang memerintahkan juniornya di kepolisian, Irfan Widyanto, untuk mengamankan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di tidak profesional.

"Terdakwa tidak profesional dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Polri," ujar hakim dalam sidang, Senin (27/2/2023).

Kendati begitu, vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sedianya meminta mantan Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Polri tersebut dijatuhi hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta.

11. Hendra Kurniawan

Hendra Kurniawan menjadi terdakwa obstruction of justice yang dijatuhi hukuman tertinggi setelah Ferdy Sambo.

Hendra divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai, perbuatan Hendra memerintahkan bawahannya di kepolisian untuk mengamankan lantas menghapus rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua merupakan tindak pidana.

Padahal, saat itu Hendra menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dengan pangkat jenderal bintang satu.

"Terdakwa selaku anggota Polri perwira tinggi tidak melakukan tugasnya secara profesional," ujar hakim. Tak seperti lima terdakwa lainnya, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap Hendra sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya.

 

Baca juga berita lainnya di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved