Berita Nasional

Sosok Angin Prayitno dan Gayus Tambunan, Eks Pegawai Pajak Lebih Dulu Punya Harta Janggal, Modusnya

Sejumlah nama mantan pegawai pajak pernah diketahui memiliki rekening gendut dan harus berurusan dengan hukum.

Editor: Slamet Teguh

Padahal Gayus ketika itu baru berusia 31 tahun dan sebagai pegawai ditjen pajak yang belum genap 10 tahun bekerja. 

Dalam perjalanan kasusnya, vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 19 Januari 2011 menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Sebelumnya, Gayus membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011) seperti dikutip dari Kompas.com.

Dalam pleidoi, Gayus mengungkap enam modus penyelewengan yang berpotensi merugikan negara.

Pertama, kata dia, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar.

Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak.

Saat mengungkap penyidikan faktur pajak fiktif, kata Gayus, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti, yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka.

"Yang ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu tetap menjadi saksi," kata dia.

Ketiga, papar Gayus, penyelewenangan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008.

Dalam UU itu, seseorang yang bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.

Keempat, lanjut Gayus, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000.

"Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta," kata dia.

"Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, di mana terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda, di mana bunga tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga. Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah," ungkap Gayus.

Keenam, lanjut dia, "Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup.

Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved