Seputar Islam

2 Teks Khutbah Jumat Isra Miraj 1444H: Hikmah Dibalik Isra Miraj Bukti Cinta Kepada Nabi Muhammad

TRIBUNSUMSEL.COM - Berikut ini dua contoh teks khutbah jumat bertemakan Isra Miraj 1444 Hijriyah atau 2023 Masehi.

Tribunsumsel.com
2 Teks Khutbah Jumat Isra Miraj 1444H: Hikmah Dibalik Isra Miraj Bukti Cinta Kepada Nabi Muhammad 

TRIBUNSUMSEL.COM - Berikut ini dua contoh teks khutbah jumat bertemakan Isra Miraj 1444 Hijriyah atau 2023 Masehi.

  • Khutbah Pertama
    Bukti Kecintaan Kita Kepada Nabi Muhammad SAW.

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَوَصَّى وَأَحَاطَ بِكُلِّ شَيْئٍ عِلْمًا. وَأَحْصَى أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ شَهَادَةَ اْلأَتْقَى. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ مَنَّ بِجَمِيْعِ حُقُوْقِهِ قَضَى. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهِ. اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Hadirin jama’ah jum’ah yang mulia,

Saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada Anda semua, mari kita meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dengan berusaha sekuat tenaga melaksanakan semua perintah-Nya serta menjauhi larangan-laranga-Nya.

Telah maklum bahwa kita semua telah memasuki bulan Rajab, bulan yang mulia.

Nabi Muhammad dalam memperhatikan bulan Rajab sampai memanjatkan doa yang sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad:

أَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau pertemukan kami dengan bulan Ramadlan.”

Seolah-olah bulan Rajab merupakan persiapan awal untuk menyambut bulan Ramadlan.

Ia menjadi tonggak dari rangkaian ibadah-ibadah penting pada bulan yang jatuh setelahnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadlan.

Sebagian ulama berkata:

رَجَبُ شَهْرُ الزَّرْعِ وَشعْبَانُ شَهْرُ السَقْيِ وَرَمَضَانُ شَهْرُ الْحَصَادِ

“Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyirami, dan Ramadlan adalah bulan panen.”

Maka dari itu, marilah kita gunakan bulan Rajab ini dengan sebaik-baiknya dengan memperbanyak amal saleh, istighfar, sedekah, puasa dan lain sebagainya.

Hadirin jama’ah jum’ah yang berbahagia,

Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa ajaib dan mengagumkan, berupa isra’ wal mi’raj, perjalanan nabi dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha kemudian menuju Sidratul Muntaha.

Berikut beberapa kisah yang dapat kita petik dari cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut.

Pertama, Isra’ dan Mi’raj adalah perkara yang haq karena sharih (sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti benar, tak ada keraguan sama sekali meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau.

Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang, sebab manusia tersesat adalah orang yang hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada akal semata.

Kita harus menghindari arus pemikir yang hanya membanggakan akal dengan mengesampingkan kekuatan Allah yang lain.

Karena tidak mustahil jika pola pikir demikian dilestarikan akan menjadikan ajaran agama yang tidak cocok dengan akal akan ditolak dan diingkari, na’udzubillahi min dzalik.

Padahal model demikian adalah cara pandang iblis. Iblis itu disifati dengan أَوَّلُ مَنْ قَاسَ الدِّيْنَ بِرَأْيِهِ (makhluk yang pertama kali mengukur kebenaran agama dengan akalnya sendiri).

Kedua, sebelum Nabi Muhammad menghadap Allah SWT (mi’raj), beliau dibedah dadanya, dibersihkan hatinya meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena beliau ma’shum (suci dari dosa).

Sebagaimana yang ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali Al Habsyi:

وَمَا أَخْرَجَ الْلأَمْلَاكُ مِنْ قَلْبِهِ أَذَى وَلَكِنَّهُمْ زَادُوْهُ طُهْرًا عَلَى طُهْرٍ

“Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci semakin menjadi suci”.

Pembersiahan hati ini dilakukan sebelum Rasulullah menerima tugas shalat lima waktu.

Ini juga pelajaran bagi kita sebagai umatnya yang banyak dosa bahwa saat akan menghadap Allah SWT hendaknya lebih dahulu kita bersihkan hati kita masing-masing.

Maksudnya, apabila kita shalat harus dimulai dengan hati yang suci, khusyu’ tidak memikirkan bab dunia. Sampai Allah SWT berfirman menggunakan lafadz " أَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ " tidak " اِفْعَلُوْا الصَّلَاةَ ".

Iqâmatusshalâh tidak sama dengan fi’lusshalâh. Fi’lusshalâh yang penting melakukan rukun dan syarat shalat sudah disebut fi’lusshalâh.

Tetapi Iqâmatusshalâh yang maknanya adalah:

اِتْيَانُ الصَّلَاةِ بِحُقُوْقِهَا الظَّاهِرَةِ وَ حُقُوْقِهَا الْبَاِطَنَة

Melaksanakan shalat dengan menjalankan syarat-rukun shalat yang dhahir dan syarat-rukun shalat yang bathin, yaitu khusyu’.

Hadirin,

Lalu bagaimana agar dapat melaksanakan shalat dengan khusyu’? Hatim Al Asham ditanya

"كَيْفَ تَخْشَعُ فِيْ صَلَاتِكَ؟"

Bagaimana engkau dapat khusyu’ dalam shalatmu? Maka ia menjawab:

أَقُوْمُ وَ أُكَبِّرُ لِلصَّلَاةِ وَ أَتَخَيَّلُ الْكَعْبَةَ أَمَامَ عَيْنِيْ

Aku berdiri membayangkan Ka’bah ada di depanku

وَالصِّرَاطَ تَحْتَ قَدَمِيْ وَالْجَنَّةَ عَنْ يَمِيْنِيْ وَالنَّارَ عَنْ شِمَالِيْ وَمَلَكَ الْمَوْتِ وَراَئِيْ

Aku membayangkan Shirath di bawah telapak kakiku, surga ada di sebelah kananku, neraka ada di sebelah kiriku dan malakul maut ada di belakangku.

Hadirin hafidzakumullah,

Dengan keterangan tadi, kita semua dapat memahami bahwa shalat yang dimaksud dalam Al-Qur’an yang

تَنْهَىْ عَنِ الْفَخْشَاِء وَالمنْكَرِ

itu bukan shalat biasa, tidak hanya fi’lusshalâh namun harus Iqâmatussahlâh, shalat yang benar-benar khusyu’, hudlûr dan hati suci.

Semoga kita semua, dan keluarga kita dapat menjadi semakin baik, dimudahkan dalam melaksanakan semua perintah Allah SWT, mendapat ridha Allah SWT dan akhirnya masuk surga-Nya. Amin.

  • Khutbah kedua
    Hikmah Terjadinya Peristiwa Isra dan Miraj

اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حَمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحِسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمِ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Muslimin rahimakumullah Alhamdulilah,

Puji syukur kepada Allah swt yang masih berkenan memberikan kita semua keimanan dan ketakwaan dalam hati, sehingga bisa terus istiqamah dalam menunaikan ibadah shalat Jumat.

Shalawat dan salam semoga terus mengalir kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw yang telah sukses dalam menyebarkan Islam dengan penuh rahmat dan kasih sayang.

Selanjutnya, khatib berwasiat kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, dengan memperbanyak ibadah dan kebajikan, serta menjauhi semua larangan-Nya.

Sebab, tidak ada bekal yang lebih baik untuk dibawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Muslimin rahimakumullah Salah satu peristiwa luar biasa yang terjadi pada bulan ini adalah Isra Mi’raj.

Perjalanan yang sangat jauh dan sulit untuk digambarkan dengan akal, namun bisa Rasulullah tempuh dengan tempo waktu yang sangat singkat, bahkan akal tidak bisa menerima kenyataan itu jika tidak dilandasi dengan keimanan yang matang.

Isra adalah peristiwa ketika Allah swt memperjalankan Rasulullah dari Masjidil Haram, Makkah, menuju Masjidil Aqsha di Paletina.
Sedangkan yang dimaksud dengan Mi’raj adalah peristiwa berikutnya, yaitu dinaikkannya Rasulullah melintasi lapisan-lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau pengetahuan malaikat, manusia, maupun jin.

Semua itu terjadi dalam satu malam. Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya; “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS Al-Isra’ [17]: 1).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Ayat tersebut menjelelaskan bahwa hikmah adanya isra mi’raj adalah Allah hendak memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada nabi.

Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Syekh at-Thanthawi dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Wasith lil Qur’anil Karim, halaman 259, untuk menunjukkan betapa mulianya Nabi Muhammad di sisi Tuhannya, sekaligus untuk menambah keyakinannya dalam menyampaikan risalah dan amanahnya.

Tanda-tanda kebesaran Allah itu di antaranya, Rasulullah mampu melihat malaikat Jibril dengan wujudnya yang asli, ia memiliki enam ratus sayap hingga bisa menutup langit.

Allah juga memerlihatkan surga, neraka, dan beberapa keajaiban lainnya.

Selain untuk memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah, terdapat hikmah lain yang juga sangat penting untuk kita ketahui bersama, yaitu untuk menenagkan dan membahagiakan Rasulullah dari kesedihan yang menimpanya.

Kejadian itu sebagaimana dikisahkan oleh Syekh Ali Muhammad as-Shalabi dalam kitab Sirah Nabawih-nya, ia mengatakan bahwa sebelum peristiwa isra mi’raj, Rasulullah mendapatkan ujian bertubi-tubi.

Di antaranya, pada tahun ketujuh setelah hijrahnya nabi, orang Quraisy membuat kesepakatan untuk tidak menjalin hubungan dengan nabi. Kemudian nabi pindah ke Syi’ib (lembah) Abi Yusuf untuk berkumpul dengan kerabat dan keluargnya.

Di lembah itu nabi hidup terlonta-lonta, karena orang Quraisy berupaya keras agar tidak ada bahan makanan yang sampai pada tempat tersebut.

Di tempat inilah Rasulullah menjalani hidup selama tiga tahun. Tiga tahun setelah itu, orang Quraisy sepakat untuk membatalkan kesepakatan tersebut.

Mereka merobek piagam perjanjian yang tergantung di Ka’bah. Dengan kesepakatan tersebut, akhirnya Rasulullah keluar dari lembah pada tahun kesepuluh nubuah.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Sudahkah ujian Rasulullah saat itu? Ternyata tidak ma’asyiral muslimin.

Pamannya, Abu Talib yang selalu mendukung dakwahnya dan menjaganya dari gangguan orang-orang Quraisy wafat.

Dua bulan setelah itu, istri Rasulullah Sayyidah Khadijah, wanita yang sangat membantu perjuangan dakwahnya juga wafat.

Dari sinilah undangan isra mi’raj datang dari Allah kepada Rasulullah:

فَجَائَتْ ضِيَافَةُ الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ تَكْرِيْمًا مِنَ اللهِ وَتَجْدِيْدًا لِعَزِيْمَتِهِ وَثَبَاتِهِ

Artinya; “Maka datanglah undangan Isra Mi`raj setelah itu, sebagai penghormatan Allah, sekaligus penyegaran tekad dan keteguhannya.”

Dengan demikian, hikmah dari terjadinya isra mi’raj ini adalah untuk menenangkan dan menguatkan tekad dakwah Rasulullah setelah ujian yang datang silih berganti kepadanya.

Demikian khutbah Jumat perihal hikmah terjadinya Isra dan Mi’raj.

Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab untuk meneladani Rasulullah dalam bertindak, berucap, dan berbuat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved