Berita Nasional

Alasan Gerindra Tolak Purnawiran AKBP Eko Setia Budi Penabrak Mahasiswa UI Jadi Calegnya : Arogan

Partai Gerindra dengan tegas mengeluarkan sikap penolakan atas niat AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono yang berniat mendaftar jadi salah satu calegnya.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan bakal menolak AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono jadi Kadernya. Diketahui AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono diduga penabrak Hasya mahasiswa UI hingga tewas 

TRIBUNSUMSEL.COM - Partai Gerindra dengan tegas mengeluarkan sikap penolakan atas niat AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono yang berniat mendaftar jadi salah satu calegnya.

Diketahui, AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono kini tersandung kasus hukum lantaran terlibat kecelakaan yang menewaskan Muhammad Hasya Atallah Saputra mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, salah satu pertimbangan AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono ditolak menjadi caleg Partai Gerindra karena eks Kapolsek Cilincing, Jakarta Utara itu dikenal memiliki sikap yang arogan.

Baca juga: Mami Ayu Skakmat Ibu Ferry Irawan Nyinyir Soal Bukti KDRT Venna Melinda : Saya Gak Mau Denger

Habiburokhman mengunggkapkan, Eko Setia baru mau mendaftarkan diri sebagai Caleg dari Partai Gerindra.

Namun, ia belum mengisi formulir pendaftaran sehingga belum menjadi kader Partai Gerindra.

"Saya sudah cek orang itu bukan kader Gerindra. Orang baru mau daftar caleg Gerindra. Belum mengisi formulir, belum menjadi anggota juga. Apalagi kader, masih jauh," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman dikutip dari Tribunnews Selasa (31/1/2023).

Karena itu, kata Habiburokhman, nantinya partai Gerindra akan menolak permohonan penabrak mahasiswa UI maju sebagai caleg. Pasalnya, purnawirawan Polri itu dinilai arogan.

"Dan kalau memang dia berniat menjadi caleg Gerindra saya tolak pasti. Saya Ketua Mahkamah Partai, saya katakan kami akan menolak. Karena saya dapat informasi ini orang arogan," jelas Habiburokhman.

Namun begitu, dia meminta aparat kepolisian untuk memproses si penabrak mahasiswa UI itu. Apalagi, ia merasa janggal terhadap proses penanganan hukum itu.

"Terlepas kemudian tentang hukumnya, saya minta saya sepakat dengan pak Kapolda diperiksa ulang karena janggal sekali dan ini menggores rasa keadilan masyarakat. Janggalnya kenapa? Kalau nggak ngebut bagaimana mungkin bisa melindas sampai meninggal orang," tuturnya.

Menurut Habiburokhman pengusutan kasus kecelakaan tersebut tidak masuk akal lantaran Polisi menyebut kecepatan mobil yang dikendarai Eko Setia hanya 30 km perjam.

Sementara Hasya tewas karena terlindas mobil tersebut. Janga sampai kata Habiburokhman karena Eko Setia mantan anggota Kepolisian kemudian ada keistimewaan dalam penanganan kasus tersebut.

"Katanya misalnya ada yang bilang 30 km per jam kaya nggak masuk akal gitu loh. Harus diusut ulang. Jangan sampai karena itu mantan anggota Polri yang mengusut juga anggota polri ada privilege.

Jangan sampai muncul seperti itu. Jadi diperiksa ulang, kalau terbukti dihukum berat, karana ini menimbulkan orang yang meninggal dunia," tandasnya.

Kekecewaan Keluarga Hasya

Adi Saputra, ayah mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hasya Atallah membongkar sikap arogan purnawiran polisi yang menabrak anaknya hingga tewas.

Sikap arogan tersebut juga membuat keluarga Hasya berkomitmen untuk terus melanjutkan permasalahan ini ke jalur hukum.

Padahal sebelumnya, keluarga Hasya sempat berusaha mengihklaskan peristiwa kecelakaan itu demi melepas tenang sang putra untuk selama-lamanya.

Hal itu diungkapkan Adi Saputra dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Kompas Tv, Senin (31/1/2023).

Baca juga: Profil Kompol D Diduga Selingkuh dengan Nur Penumpang Mobil Audi A8, Begini Nasibnya Sekarang

Muhammad Hasya Atallah Mahasiswa UI, Jadi Tersangka Usai Tewas Ditabrak Purnawirawan Polisi
Muhammad Hasya Atallah Mahasiswa UI, Jadi Tersangka Usai Tewas Ditabrak Purnawirawan Polisi (instagram/hasyaath_)

Mulanya, Adi Saputra menceritakan momen ketika dirinya mengetahui sang putra tewas karena kecelakaan.

Kala itu, Adi Saputra ditelepon oleh satu teman Hasya terkait kecelakaan itu.

Buru-buru, Adi Saputra pun bersama sang istri ke rumah sakit untuk melihat putranya.

Di sana, Adi Saputra bertemu dengan sosok penabrak Hasya yang tak lain merupakan purnawirawan Polri tersebut.

Alih-alih meminta maaf, purnawirawan Polri itu dengan tegas mengatakan ialah yang menabrak dan melindas Hasya.

Ucapan itu dilontarkan purnawirawan Polri tersebut ketika Adi Saputra bertanya siapa yang menabrak anaknya.

Polisi menetapkan Muhammad Hasya Atallah Syaputra mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sebagai tersangka dalam peristiwa kecelakaan yang menewaskan dirinya sendiri. (Kolase Tribun)

“Dia dari duduk, itu langsung ngomong 'iya saya yang ngelindas', seperti itu. Itu diperlakukan kepada saya. Saya yang mengalami itu,” tuturnya.

Sikap itu dinilai Adi Saputra tak ada empati untuk keluarganya yang tengah berduka.

Oleh karenanya, pihak keluarga berniat melanjutkan proses hukum meski sebenarnya ikhlas akan kejadian tersebut.

“Jadi pada dasarnya kami ikhlas dengan kejadian itu,"

"Tapi karena sikapnya tidak ada empati makanya kami putuskan untuk dilanjutkan sesuai dengan hukum yang berlaku,” pungkasnya.

Kompolnas Turun Tangan

Kompolnas kini turun tangan terkait penetapan status tersangka terhadap Muhammad Hasya Atallah Syaputra mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang meninggal dunia ditabrak purnawiran polisi berpangkat AKBP.

Komisioner Kompolnas Poengky Indart menyatakan pihaknya bakal segera meminta klarifikasi dari Polda Metro Jaya perihal penetapan Hasya sebagai tersangka.

Klarifikasi itu bertujuan untuk mengetahui proses penyelidikan yang dilakukan Polri hingga akhirnya menetapkan Hasya sebagai tersangka.

"Kompolnas akan segera melakukan klarifikasi ke Polda Metro Jaya terkait kasus ini. Kami ingin mendapatkan paparan yang detil tentang proses lidik sidik, apakah sudah dilakukan secara profesional dan mandiri dengan didukung saksi-saksi, bukti-bukti, serta dilakukan secara scientific criminal investigation atau tidak," kata Poengky saat dikonfirmasi, Minggu (29/1/2023).

Dijelaskan Poengky, penanganan kasus Hasya ini disebut telah berlangsung lama dimulai terjadinya kecelakaan pada 6 Oktober 2022 lalu.

Selanjutnya, gelar perkara dilakukan pada (28/11/2022) hingga dihentikannya kasus ini yang disampaikan kepada publik 27 Januae 2023.

"Hal ini memunculkan tanda tanya keluarga korban dan masyarakat, apalagi orang yang menabrak adalah purnawirawan Polri, sehingga memunculkan dugaan keberpihakan," jelas Poengky.

Lebih lanjut, Poengky menambahkan pihaknya juga akan mengklarifikasi kepada Polda Metro Jaya terkait pengakuan keluarga korban yang disebut purnawirawan Polri berpangkat AKBP itu melakukan pembiaran.

"Mengingat ada komplain orang tua almarhum bahwa AKBP Purn ESBW telah menabrak korban tapi malah membiarkan korban dan tidak bersedia membawa ke RS serta pernyataan keluarga yang akan melaporkan hal ini. Jika misalnya keluarga sudah melaporkan dugaan kasus pembiaran, apa tindak lanjut Kepolisian?" ujarnya.

Ke depan, Poengky juga menyarankan perlunya pemasangan black box di setiap kendaraan. Hal itu bertujuan untuk membantu merekam peristiwa jika terjadinya kecelakaan.

"Selanjutnya, kami melihat perlunya pemasangan black box di kendaraan agar dapat digunakan untuk membantu memberikan rekaman peristiwa jika terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya," tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkap alasan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Atallah Syaputra yang tewas dalam kecelakaan di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dijadikan tersangka.

Latif mengatakan Hasya dijadikan sebagai tersangka lantaran lalai dalam berkendara sehingga mengakibatkan kecelakaan.

"Jadi gini, penyebab terjadinya kecelakaan ini si korban sendiri. Kenapa dijadikan tersangka ini. Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri," kata Latif saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (27/1/2023).

Latif menegaskan kelalaiannya dalam berkendara mengakibatkan Hasya meninggal dunia.

"Karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia. Karena kelalaiannya korban dalam mengendarai sepeda motor sehingga nyawanya hilang sendiri," ujarnya.

Latif pun menepis bahwa penyebab kecelakaan itu adalah Purnawirawan Polisi AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono.

"Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri (Hasya) bukan kelalaian Pak Eko," ujarnya.

Menurutnya, Hasya kurang hati-hati mengendarai sepeda motor pada malam itu.

Sebab, mengendarai sepeda motor dengan kecepatan kurang lebih 60 kilometer per jam dan saat itu sedang gerimis.

Lalu, kata Latif, tiba-tiba kendaraan di depan Hasya membelok ke kanan sehingga Hasya mengerem mendadak.

"Sehingga (Hasya) tergelincir dia. Ini keterangan dari si temannya (Hasya). Temannya sendiri melihat dia tergelincir sendiri," ucapnya.

Latif menuturkan bersamaan dengan itu Eko yang mengendarai mobil Pajero berada di lajurnya, Hasya jatuh ke kanan.

"Nah Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero. Sehingga terjadilah kecelakaan," jelasnya.

(*) 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved