Berita Nasional

Faktor Pemicu yang Buat Kepala BIN Sebut Tahun 2023 Sebagai Tahun yang Gelap, Bicara Nasib Indonesia

berdasarkan analisis big data BIN dan intelijen dunia, ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada 2023 yang perlu menjadi perhatian.

Editor: Slamet Teguh
Istimewa
Faktor Pemicu yang Buat Kepala BIN Sebut Tahun 2023 Sebagai Tahun yang Gelap, Bicara Nasib Indonesia 

TRIBUNSUMSEL.COM - Dunia baru saja merayakan tahun baru 2023.

Belum lama merayakan tahun baru 2023, kini,  Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan menyebut bahwa tahun 2023 sebagai tahun yang gelap dan penuh ketidakpastian.

Hal itu diutarakan bukan tanpa sebab.

Pasalnya, berdasarkan analisis big data BIN dan intelijen dunia, ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada 2023 yang perlu menjadi perhatian.

Dalam dunia intelijen kata Budi, hal itu dikenal dengan istilah 'Winter is Coming'.

"Foresight dari intelijen dunia menggambarkan 2023 sebagai tahun yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Istilah intelijen disebut 'Winter is Coming'," kata Budi Gunawan saat memberi materi di acara Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda di SICC, Senayan, Bogor, Selasa (17/1/2023).

”Ada yang menggambarkan bahwa 2023 adalah tahun yang dihantui oleh ancaman resesi dan inflasi yang dampaknya akan berpengaruh sampai ke daerah yang mengena dan dirasakan oleh ekonomi rumah tangga di sudut-sudut kota di kabupaten hingga ke pelosok desa," imbuh BG, sapaan akrabnya.

Baca juga: Kisah Lengkap Tragedi Semanggi I - II Tahun 1998-1999, Pelanggaran HAM Terberat di Indonesia

Baca juga: Malang Diguncang Gempa 5,1 M, Terasa di Tujuh Daerah di Indonesia, BMKG Beri Penjelasan Dampaknya

Berdasarkan analisis big data BIN dan intelijen dunia, kata Budi Gunawan, ada beberapa potensi ancaman dan tantangan global pada 2023 yang perlu menjadi perhatian.

Pertama, perang Rusia dan Ukraina yang diprediksi masih akan berlangsung lama dan diperparah dengan munculnya potensi penggunaan senjata nuklir dalam skala terbatas.

Kedua, infrastruktur di negara-negara Eropa mulai banyak yang terbengkalai karena kekurangan biaya akibat inflasi.

Di antaranya Italia telah mengalami krisis listrik dan kesulitan pangan. Kemudian di beberapa negara di Afrika sangat bergantung 90 persen impor gandum dari Rusia dan Ukraina.

"Bagaimana Indonesia? Untuk Indonesia ada pekerjaan rumah yang sangat besar di mana Januari 2023 ini Indonesia akan menjadi negara importir yang besar terhadap komoditas-komoditas pangan. Khususnya gandum, kedelai, beras, daging, dan bawang putih. Oleh karenanya peran dari pemerintah daerah ini memang sangat dibutuhkan guna mengatasi akan potensi terjadinya krisis pangan tersebut," imbuhnya.

Ketiga, krisis mata pencaharian dan meningkatnya PHK serta angka pengangguran global yang diperparah pembiayaan anggaran negara dan perusahaan yang menjadi kompleks dengan masuknya konsep ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan.

"Keempat adalah pelemahan nilai tukar rupiah kita terhadap dolar akibat tingginya inflasi global, sehingga menyebabkan tingginya beban impor yang berdampak pada industri nasional kita, meningkatnya pengangguran, serta menurunnya daya beli masyarakat. Walaupun Indonesia diprediksi tidak akan terkena resesi, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan hanya di kisaran 4,7 persen sampai dengan 5,3 persen," ujarnya.

Selain Budi Gunawan, sejumlah menteri ikut memberi pengarahan di acara Rakornas Kepala Daerah tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved