Berita Nasional

SOSOK AKBP Bambang Kayun Diduga Terima Rp 50 M dan Mobil Mewah, KPK Minta Terbuka Soal Aliran Dana

SOSOK AKBP Bambang Kayun Diduga Terima Suap Rp 50 M & Mobil Mewah.KPK Minta Terbuka Soal Aliran Dana

(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
Sosok AKBP Bambang Kayun tersangka dugaan penerima suap Rp 50 miliar liar dan satu unit mobil mewah. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta AKBP Bambang Kayun terbuka soal aliran uang dugaan suap dan gratifikasi yang diterimanya.

AKBP Bambang Kayun diduga telah menerima aliran dana sebesar Rp 50 miliar lebih dan satu umit mobil mewah.

Untuk itu, Firli Bahuri meminta AKBP Bambang Kayun untuk terbuka, termasuk bila ada aliran dana yang mengalir ke penyidik.

"Kami berharap mudah-mudahan Pak BK bisa memberikan keterangan, termasuk juga ada keterangan lain-lain yang bisa membantu proses penyidikan ini," kata Ketua KPK Firli Bahuri dilihat dari tayangan YouTube KPK RI, Rabu (4/1/2023).

Baca juga: BREAKING NEWS: Dua Begal Masuk Rumah Polisi di 16 Ulu Palembang, Kejar-kejaran dengan Warga

AKBP Bambang Kayun merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) dan penerimaan gratifikasi lainnya.

AKBP Bambang Kayun diduga menerima suap dan gratifikasi saat masih menjabat sebagai Kasubbag Pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM) bagian Penkum Biro Bankum Divisi Hukum Polri.

KPK tidak menutup kemungkinan bakal menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus AKBP Bambang Kayun.

Namun, Firli Bahuri enggan berspekulasi lebih jauh soal keterlibatan pihak lain dalam dugaan suap dan gratifikasi AKBP Bambang Kayun.

Semuanya, kata Firli Bahuri, tergantung perkembangan di penyidikan AKBP Bambang Kayun.

"Terkait apakah ada kemungkinan kasus ini terkait dengan pihak lain, maka kita tidak ingin berangan-angan apa ada pelaku lain.Tapi, ini akan mengikuti proses penyidikan karena sesungguhnya kita paham yang dimaksud dengan pelaku," ungkapnya.

Menurut Firli Bahuri, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik berdasarkan undang-undang mencari keterangan dan mengumpulkan bukti.

Sehingga, dengan bukti itu, maka akan membuat terang suatu peristiwa pidana guna menemukan tersangkanya.

“Jadi kalau kita lihat dari rumusan penyidikan, maka tersangka itu sebenarnya terakhir setelah dilakukan pengumpulan pencarian keterangan dan bukti-bukti."

"Sehingga membuat terang suatu peristiwa pidana guna menemukan tersangka. Itu konsep yang sesungguhnya,” kata dia.

Kronologi Kasus AKBP Bambang Kayun

Perwira Polri, AKBP Bambang Kayun Bagus PS diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 56 miliar.

Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, sebanyak 6 miliar di antaranya terkait kasus pemalsuan surat dalam perebutan hak waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

Sementara itu, Rp 50 miliar sisanya dari sejumlah pihak lain.

Baca juga: Rozy Bantah Berzina Ibu Mertua, Balik Kuliti Sifat Norma Risma Mantan Istri: Kecewa, Saya Sakit Hati

Adapun ACM bergerak di bidang kepemilikan, manajemen, dan operator kapal di wilayah perairan Asia-Pasifik.

“Tersangka Bambang Kayun menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (3/1/2023).

Firli mengatakan, perkara ini bermula saat dua orang bernama Emilya Said dan Herwansyah dilaporkan ke Mabes Polri atas dugaan pemalsuan surat.

Salah seorang kerabat kemudian mengenalkan keduanya ke Bambang Kayun yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

Pada Mei 2016, Emilya Said dan Herwansyah menemui Bambang Kayun di salah satu hotel di Jakarta.

“Tersangka Bambang Kayun kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang,” ujar Firli.

Bambang Kayun kemudian menyarankan agar Emilya Said dan Herwansyah mengajukan permohonan perlindungan hukum dan keadilan karena terdapat penyimpangan penanganan perkara.

Permohonan diajukan melalui surat yang dilayangkan kepada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Bambang Kayun kemudian ditunjuk sebagai salah satu personel yang melakukan verifikasi dan klarifikasi pada Bareskrim Polri.

Pada Oktober 2016, Divisi Hukum Mabes Polri menggelar rapat perlindungan hukum atas nama Emilya Said dan Herwansyah.

“Bambang Kayun kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan,” tutur dia.

Kasus tersebut terus bergulir.

Baca juga: Pengakuan Rozy Saat di Grebek dengan Ibu Mertua, Akui Curhat Soal Norma Risma : Ga Ada Niat Apapun

Bareskrim Mabes Polri menetapkan Emilya Said dan Herwansyah sebagai tersangka.

Bambang Kayun kemudian menyarankan dua orang itu menggugat penetapan tersangka atas dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Atas saran itu, Emilya Said dan Herwansyah memberikan uang Rp 5 miliar melalui transfer bank kepada Bambang Kayun melalui rekening orang kepercayaannya.

Sementara itu, saat praperadilan diajukan, Bambang Kayun diduga membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Bareskrim Polri.

Informasi itu digunakan sebagai bahan gugatan praperadilan tersangka.

Akibatnya, PN Jakpus menyatakan bahwa penetapan tersangka atas Emilya Said dan Herwansyah tidak sah.

“Tersangka Bambang Kayun, sekitar bulan Desember 2016 juga diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri,” ujar Firli.

Meski demikian, proses hukum terhadap Emilya Said dan Herwansyah belum berakhir.

Bareskrim Mabes Polri kembali menetapkan mereka sebagai tersangka dalam perkara yang sama pada Aprol 2021.

Bambang Kayun kemudian diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Emilya Said dan Herwansyah. Tujuannya, perwira itu membantu pengurusan perkara sehingga keduanya tidak bersikap kooperatif pada proses penyidikan.

“Akhirnya Emilya Said dan Herwansyah melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri,” kata Firli.

Karena perbuatannya, bambang Kayun disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews dan Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved