Berita Nasional

Ferdy Sambo Ngaku ke Kapolri Tak Menembak Brigadir J 'Kalau Saya yang Tembak, Pecah', Faktanya

Ferdy Sambo pernah bercerita kepada Hendra Kurniawan bahwa dirinya sempat bertemu Kapolri, Jenderal Listyo Sigit.

Editor: Slamet Teguh
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Sidang lanjutan perkara tewasnya Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (6/12/2022) 

TRIBUNSUMSEL.COM - Persidangan atas kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo hingga kini masih terus berlanjut.

Kali ini, Hendra Kurniawan dihadirkan dalam persidangan kasus pembunuhan tersebut.

Hendra memberikan sejumlah kesaksiannya dipersidangan kasus pembunuhan Brigadir J tersebut.

Ferdy Sambo pernah bercerita kepada Hendra Kurniawan bahwa dirinya sempat bertemu Kapolri, Jenderal Listyo Sigit.

Pertemuan itu diungkap mantan Kepala Biro Paminal Propam Polri, Hendra Kurniawan di persidangan pada Selasa (6/12/2022).

Pertemuan itu terjadi pasca-terjadinya peristiwa penembakan teradap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Saya sudah menghadap Kapolri," kata Hendra Kurniawan, mengingat ucapan Sambo kepadanya waktu itu.

Kemudian saat itu, Kapolri bertanya kepada Ferdy Sambo.

"Kamu nembak enggak, bo?"

Saat itu, Ferdy Sambo tidak mengaku bahwa dirinya turut menembak Brigadir J.

Dia berdalih bahwa senjatanya terlalu besar.

"Dijawab, saya enggak nembak. Kalau saya nembak, pecah," kata Ferdy Sambo kepada Sigit, sebagaimana diceritakan Hendra di persidangan.

Kemudian Ferdy Sambo juga berdalih, jika dirinya yang menembak, maka tidak mungkin dilakukan di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Kalau nembak kan tidak mugkin saya selesaikan di situ, di rumah," kata Hendra Kurniawan menirukan ucapan Ferdy Sambo.

"Terus diselesaikan di mana?" tanya Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso.

"Saya enggak tahu," jawab Hendra Kurniawan.

Setelah menceritakan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Ferdy Sambo pun memberi perintah kepada para anak buahnya.

Perintahnya kala itu agar kasus ini ditangani secara obyektif sesuai kejadian.

Namun untuk penanganan lebih lanjut, akan dipindah dari Biro Provos ke Biro Paminal Propam Polri.

"Untuk penanganan lebih lanjut, ditangani Biro Paminal," kata Ferdy Sambo, diceritakan Hendra.

Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga meminta agar kejadian di Magelang tidak dimunculkan lagi dalam penyidikan.

"Kemudian untuk kejadian di Magelang, tidak usah diungkit-ungkit lagi."

Sebagai informasi, dalam perkara ini Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah ditetapkan sebagai terdakwa.

Mereka ditetapkan terdakwa bersama tiga orang lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuwat Maruf.

Kelimanya telah didakwa pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Selain itu, ada pula terdakwa obstruction of justice atau perintangan perkara.

Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa obstruction of justice telah didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Baca juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Tak Lagi Peluk Cium di Ruang Sidang, Hanya Berbisik Mesra

Baca juga: Kebohongan Kuat Maruf Terungkap Dari Lie Detector, Ngaku Tak Lihat Ferdy Sambo Tembak Brigadir J

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan rekomendasi keringanan hukuman bagi Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.

Bharada E merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Rekomendasi keringanan tuntutan tersebut dikirimkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena Bharada E berstatus sebagai Justice Collaborator.

Saat ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan belum memutuskan pemberian keringanan tuntutan bagi Bharada E.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Nahdi, mengatakan Kejaksaan tidak mempermasalahkan surat rekomendasi keringanan tuntutan yang dilayangkan LPSK.

"Kalau masalah surat LPSK, akan kita kaji terlebih dahulu," ujarnya kepada wartawan, Senin (5/12/2022).

Syarief menjelaskan, pengkajian permohonan tersebut akan mempertimbangkan berbagai aspek.

Lantas, apa saja pertimbangannya?

Fakta di Persidangan

Adapun satu di antara pertimbangan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yakni fakta-fakta dalam persidangan.

"Untuk tuntutan akan dibuat dengan memperhatikan banyak faktor seperti fakta yang terungkap di sidang," kata Syarief.

Konsistensi Kesaksian Bharada E

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, I Ketut Sumedana, mengatakan pihaknya akan menilai konsistensi dan kebenaran keterangan yang diberikan Bharada E dalam sidang.

“Nah, apa yang kita nilai nanti? Tentu konsistensi dari saksi pelaku tindak pidana dan kebenaran dalam proses ketika mereka diperiksa sebagai saksi-saksi,” ungkapnya, Senin, dilansir Kompas.tv.

“Ini perkara masih sedang berjalan."

"Kita lihat nanti apakah konsistensi itu tetap dilaksanakan atau kebenaran tetap diungkap oleh saksi itu,” jelas Sumedana.

Kejagung Nilai Keterangan Bharada E

Ia menyebut, pihaknya akan menilai seluruh keterangan Bharada E, termasuk saat dikonfrontasi dengan terdakwa lain.

Menurut Sumedana, keterangan terdakwa lain juga akan memengaruhi penilaian konsistensi dan kebenaran yang diungkapkan oleh Bharada E.

“Ya tentunya keterangan JC (Justice Collaborator) tidak bisa jadi satu keterangan begitu saja."

"Tetapi satu sama lain akan ada namanya alat bukti petunjuk, yaitu saling keterkaitan satu sama lain. Tentu ada pengaruhnya,” beber Sumedana.

Rekomendasi dari LPSK

Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas, menjelaskan rekomendasi keringanan hukuman ditujukan kepada JPU agar menuntut Bharada E dengan hukuman yang ringan.

"Kami rekomendasikan Richard sebagai Justice Collaborator, sehingga berhak untuk mendapat keringanan penjatuhan hukuman," katanya, Senin, dikutip dari Kompas.com.

Susilaningtyas menyebut, dalam rekomendasi itu dimuat permohonan agar apa yang dinyatakan LPSK dimuat dalam surat tuntutan jaksa.

"Selanjutnya kami mohon supaya hal ini dimuat di surat tuntutan JPU terhadap Richard kepada majelis hakim," imbuh dia.

Seperti diketahui, Bharada E merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Selain Bharada E, terdakwa lainnya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Atas perbuatannya, Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Bharada E terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.

 

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan di Tribunnews.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved