Berita Nasional

LPSK Ajukan Bharada E Dituntut Hukuman Ringan, Kirim Rekomendasi ke Kejagung

Update terbaru, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan rekomendasi kepada Richard Eliezer atau Bharada Eliezer.

WARTA KOTA/YULIANTO
LPSK mengajukan rekomendasi ke Kejagung supaya Bharada E dapat keringan hukuman atas penembakan terhadap Brigadir J 

TRIBUNSUMSEL.COM - Sidang kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Bharada E masih terus berlanjut.

Update terbaru, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan rekomendasi kepada Richard Eliezer atau Bharada Eliezer.

Rekomendasi itu diajukan LPSK ke Kejaksaan Agung agar Bharada E mendapatkan tuntutan hukuman ringan.

Pengajuan itu didasari pada Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Iya, betul (mengajukan keringanan tuntutan untuk Eliezer) itu berdasarkan Pasal 10 A UU 31 tahun 2014," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (4/12/2022).

Baca juga: Sosok Wanita Nangis di Rumah Ferdy Sambo, Kamaruddin : Si Cantik Pemicu Dendam FS ke Brigadir J

Tak hanya ada dalam UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pengajuan permohonan keringanan tuntutan itu juga kata Susi, berkaca pada status Eliezer sebagai justice collaborator dalam kasus ini.

Justice collaborator sendiri merupakan saksi pelaku atau pelaku yang mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap kejahatan yang sebenernya.

"JC berhak untuk mendapatkan penghargaan khusus berupa keringanan penjatuhan hukuman," ucapnya.

Oleh karenanya, LPSK kata Susi mengajukan permohonan keringanan tuntutan kepada Kejagung khusus untuk Eliezer.

Surat rekomendasi permohonan keringanan tuntutan itu sudah dilayangkan oleh LPSK sejak Kamis (1/12/2022).

"Untuk itu, LPSK mengirimkan surat rekomendasinya kepada JPU yang menangani kasus dimaksud, bahwa Richard Eliezer sebagai JC dan berhak untuk dapatkan keringanan penjatuhan hukuman yang harus dimuat di dalam surat tuntutan JPU," tukas Susi.

Kesaksian Eliezer di Persidangan

Bharada Richard Eliezer alias Bharada E mengaku sempat menbohongi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo atas kasus penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Hal ini dikatakan Bharada E saat menjadi saksi perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua atas terdakwa Ricky Rizal san Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).

Bharada E saat itu dipanggil oleh Kapolri untuk menceritakan terkait kasus tersebut.

"Apakah saudara pernah dipanggil Kapolri?" tanya jaksa penuntut umum.

"Pernah bapak," jawab Bharada E.

Saat itu, Bharada E mengaku bertemu Ferdy Sambo di depan ruangan Kapolri dan memintanya untuk tetap pada skenario yang dibuat saat bercerita kepada pimpinan Korps Bhayangkara itu.

Baca juga: Bharada E Disebut Berkata Jujur Soal Wanita Nangis di Rumah Ferdy Sambo, Meski Kuasa Hukum Membantah

Bharada E ungkap melihat seorang wanita menangis di depan rumah Ferdy Sambo
Bharada E ungkap melihat seorang wanita menangis di depan rumah Ferdy Sambo (Kompas TV)

"Apa yang saudara sampaikan?" tanya jaksa kembali.

"Pertama kali dipanggil Kapolri itu ada Pak FS di depan, sebelum masuk ruangan ada Pak FS di depan. Dia memeluk saya, dia ngomong, 'Kau jelaskan saja sesuai skenario itu'. Pada saat itu saya sempat bohongi Pak Kapolri juga," jelas Bharada E.

"Apakah skenario itu juga disampaikan ke Kapolri?" tanya jaksa.

"Siap," tegas Bharada E.

Setelah itu, Bharada E mengaku baru jujur soal kebenaran kasus kematian Brigadir Yosua kepada Kapolri setelah pertemuan yang kedua.

"Terus, pertemuan pertama masih menyampaikan sesuai skenario Ferdy Sambo. Pertemuan kedua masih tetap?" tanya jaksa.

"Tidak bapak, sudah terbuka," ungkap Bharada E.

Ferdy Sambo Juga Bohongi Kapolri

Ferdy Sambo ternyata sempat dipanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo seusai mengeksekusi Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 malam.

Hal ini terungkap dalam petikan surat dakwaan tersangka obstruction of justice, Arif Rachman di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel) seperti dilihat Kamis (13/10/2022).

Dalam surat dakwaan itu, Ferdy Sambo menceritakan pertemuannya dengan Kapolri kepada Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria dan Harun di Kantor Propam Polri.

Saat itu, dia ditanya Kapolri apakah turut terlibat menembak Brigadir J di rumah dinasnya. Dia pun menjelaskan kronologi sesuai dengan skenario baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J.

"Saya sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan.

Pertanyaan Pimpinan cuma satu yakni “Kamu nembak ngga mbo?," kata Sambo dalam surat dakwaan tersebut.

Lalu, pertanyaan itu pun langsung dibantah Ferdy Sambo.

Baca juga: Dhio Daffa Syahdilla Punya Gaya Hidup Tinggi & Dimanja, Namun Tega Racuni Keluarga di Magelang

Dia menyatakan jika dirinya turut terlibat penembakan, maka kepala Brigadir J bisa pecah karena senjatanya merupakan kaliber 45.

"Ferdy Sambo menjawab “Siap Tidak Jenderal, kalo saya nembak kenapa harus di dalam rumah, pasti saya selesaikan di luar, kalo saya yang nembak bisa pecah itu kepalanya (jebol) karena senjata pegangan saya kaliber 45," bunyi surat dakwaan tersebut.

Ferdy Sambo  disebut telah berbohong ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diawal kasus kematian Brigadir J terungkap
Ferdy Sambo disebut telah berbohong ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diawal kasus kematian Brigadir J terungkap ((ISTIMEWA))

Berikutnya, Ferdy Sambo memerintahkan Hendra Kurniawan agar menangani kasus Brigadir J. Ia juga memerintahkan untuk mengaburkan peristiwa Magelang.

"Mohon rekan-rekan untuk masalah ini diproses apa adanya sesuai kejadian di TKP, keterangan saksi dan barang bukti yang diamankan. Untuk kejadian di Magelang tidak usah dipertanyakan, berangkat dari kejadian Duren Tiga saja. Baiknya untuk penanganan tindak lanjutnya di Paminal saja," bunyi surat dakwaan tersebut.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Penulis : Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

Artikel ini telah tayang di Tribunnews

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved