Liputan Khusus Tribun Sumsel

Berkendara Dekat ODOL Rentan Kecelakaan, Pengamat Bagindo Togar: Lokasi Pelabuhan Jadi Masalah (2)

Berkendara dekat kendaraan over dimensi over load (ODOL) rentan kecelakaan. Analisa disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Bagindo Togar.

Editor: Vanda Rosetiati
DOK TRIBUN SUMSEL
Berkendara dekat kendaraan over dimensi over load (ODOL) rentan kecelakaan. Analisa disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Bagindo Togar. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Berkendara dekat kendaraan over dimensi over load (ODOL) rentan kecelakaan. Analisa disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Bagindo Togar.

Sumber permasalahan terkait kendaraan over load over dimensi (ODOL) di Palembang adalah pelabuhan yang masih berada di tengah kota.

Pelabuhan itu, tak lain tak bukan adalah pelabuhan Boom Baru.

Jelas saja semua kendaraan bermuatan besar akan melintas dari ataupun hendak ke arah sana yang notabene memang terletak di tengah kota.

Kondisi ini akan terus terjadi dan pemerintah kota seakan sulit untuk mengatasinya.

Bisa kita lihat, mulai dari pukul 20.00 WIB para sopir bermuatan besar banyak yang mengantre di pinggir Jalan Noerdin Pandji.

Baca juga: Selebgram Palembang Ubey Apsensoo Dikabarkan Bebas dari Penjara, Tersandung Kasus Judi Online

Terkadang kurang 10 menit dari jam tersebut, sudah ada yang mendahului untuk menuju ke Pelabuhan Boom Baru.

Bahkan di hari Sabtu Minggu mereka kerap tidak mematuhi aturan jam melintas.

Kondisi ini terjadi karena Dinas Perhubungan menganggap pergerakan kendaraan bermuatan besar adalah sumber pendapatan ekonomi atau PAD bagi kota.

Padahal salah satu akibat yang terjadi adalah kerusakan jalan oleh kendaraan bermuatan besar tersebut.

Mau dibangun sebagus apapun, pasti akan mengulang kerusakannya sebab terus dilalui angkutan bermuatan berat semua dan tidak jarang banyak yang overload (kelebihan muatan).

Masalah ini sebenarnya sudah lama terjadi. Sebab pemerintah kota tidak berani mengambil keputusan revolusioner.

Sekarang, berani tidak pelabuhan ini dipindahkan ke arah Tanjung Api-api. Cuma persoalannya, Tanjung Api-api ini masuk ke wilayah Banyuasin.

Tapi kan ada cara, diskresi misalnya. Seperti ketika Bandara Soekarno-Hatta pindah ke Banten. Dibuatlah kesepakatan antara pemprov DKI dan pemerintahan Banten. Kita juga semestinya bisa membuat kesepakatan antara pemkab Banyuasin dan Palembang.

Karena sepanjang transportasi laut untuk kendaraan bermuatan besar masih berpusat di Pelabuhan Boom Baru, kondisi seperti ini masih akan terus berlangsung. Simalakama jadinya.

Masalahnya sekarang ini pemerintah kota tidak berani mengambil tindakan. Harusnya lakukan secara total dan ekstrem.

Sepanjang Boom Baru masih ada angkutan laut, terus di kiri kanannya kawasan industri, maka tidak akan berubah.

Idealnya dipindahkan ke Tanjung Api-api.

Cuma pemerintah kota dan provinsi tidak ada pergerakannya.

Ini kan patut diduga sumber uang bagi mereka, sumber PAD dan permainan sejumlah kalangan terkait .

Walikota ke depan semestinya harus ada kebijakan ekstrem terkait ini.

Pindahkan, relokasi. Bisa sekaligus ada pemberatan pembangunan di tanjung api-api.

Selanjutnya ubah boom baru menjadi tempat rekreasi, wisata dan dirikan hotel-hotel. Jadi kawasan itu lebih menarik, pasti banyak investor yang akan bergabung.

Selain Boom Baru, pemerintah juga semestinya harus berani merelokasi pasar 16. Supaya daerah aliran sungai Musi semakin tertata. Bisa menjadi pusat kunjungan wisatawan yang datang ke kota ini.

Coba kita lihat, pasar 16 itu Kesemrawutan kota Palembang bersumber di sana.

Jika pemerintah tidak berani, maka tidak akan ada jalan keluar.

Harusnya, pemerintah kota atau gubernur berani mengambil keputusan tersebut.

Menurut saya, Palembang ini belum layak macet bila melihat dari volume kendaraannya. Tapi fakta yang terjadi, kemacetan sangat mudah ditemui.

Percuma juga dilakukan perbaikan jalan yang dilalui kendaraan bermuatan besar jika akar permasalahannya tidak dipecahkan.

Semestinya tidak layak pelabuhan ada di tengah kota.  (gra)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved