Liputan Khusus Tribun Sumsel
LIPSUS: Dulu Lauk Ayam Sekarang Telur, Mahasiswa Rantau Terdampak BBM Naik, Uang Saku Berkurang (1)
Mahasiswa perantauan di Palembang merasakan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Uang saku tidak berubah sementara biaya hidup meningkat
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mahasiswa perantauan di Palembang merasakan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Uang saku jatah dari orangtua di kampung tidak berubah, sementara biaya hidup di Palembang mengalami peningkatan pasca kenaikan harga BBM.
Ravico, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palembang mengatakan, kenaikkan harga BBM ini sangat menyulitkan dan membebankan masyarakat miskin dengan kondisi ekonomi masyarakat yang baru bangkit sejak pandemi covid.
"Saya selaku mahasiswa juga merasa berat karena dengan kenaikkan BBM ini jadi uang saku sehari-hari saya hanya untuk isi bensin," ucap Ravico yang sering di sapa Vico, Senin (13/9).
Mahasiswa semester 9 ini juga mengatakan, ia dulunya pengguna pertamax, tapi sejak naik ini jadi beralih ke Pertalite.
"Pertalite juga harus mengantre panjang ini yang membuat sering datang terlambat saat mau asistensi skripsi, dan terpaksa harus menghemat makan agar tercukupi ," ucap Vico yang kesehariannya mendapat uang saku Rp 30 ribu.
Vico menceritakan sejak kenaikan BBM ini membuat ia harus makan berpindah lauk pauk untuk tetap menghemat.
"Saya biasa makan nasi di warteg dengan lauk ikan maupun ayam goreng, sekarang ini juga kadang kalau uang sudah tipis beralih ke lauk telur dadar maupun model," cerita Vico.
Sementara Kelvin, mahasiswa UIN Palembang, menyebutkan kenaikkan BBM ini menyulitkan semuanya dan berdampak ke semua barang.
Menurutnya kenaikkan BBM ini sangat berdampak pada dirinya karena ia harus menghemat kembali uang saku yang diberikan orangtuanya.
"Biasanya kalau isi Pertamax full kurang lebih habis Rp 30an ribu, sekarang sudah naik jadi harus hemat lagi untuk biaya makan," kata Kelvin yang kesehariannya mendapat uang saku Rp 50 ribu, Selasa (13/9).
Kelvin mengatakan, antrean pertalite yang makin hari makin panjang meski BBM sudah naik.
"Sebenarnya saya paling males kalau antrean panjang, ya mau bagaimana lagi demi untuk menghemat biaya, belum ditambah mau buat tugas, buat print dan lainnya yang harus meras uang saku," ucap Kelvin mahasiswa semester 9 saat diwawancarai.
Di tempat terpisah, Ibnu mengatakan, kenaikan BBM ini berimbas kepada masyarakat kecil dan ia selalu mahasiswa. Ia harus memutar otak kembali bagiamana keuangan yang telah dikasih harus bisa tercukupi.
"Jujur menurut saya kenaikan ini memberatkan. Pertama masalah bensin kalau naik otomatis naik semua, tapi uang bulanan tidak naik," kata Ibnu mahasiswa tingkat akhir.
Berdampak nya sangat terkena di Ibnu, yang biasanya ia mengerjakan tugas di kafe hingga kini masih tetap mengerjakan di sana, tapi pesan minuman saja karena balik-balik lagi harus menghemat.