Berita Ogan Ilir
Kenaikan Harga BBM di Indonesia, DPC PPP Ogan Ilir Soroti Subsidi BBM Kerap Tak Tepat Sasaran
DPC PPP Ogan Ilir misalnya, memandang kenaikan harga BBM di Indonesia ini dari berbagai sudut pandang. Subsidi BBM kerap tak tetap sasaran.
Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, INDRALAYA - Kenaikan harga BBM di Indonesia yang diumumkan pemerintah sejak Sabtu (3/9/2022) lalu, mendapat penolakan dari masyarakat terutama golongan menengah ke bawah.
Menanggapi keluhan masyarakat ini, lembaga legislatif tak hanya tinggal diam dan terus melakukan koordinasi demi kemaslahatan rakyat terkait kenaikan harga BBM di Indonesia.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Ogan Ilir misalnya, memandang kenaikan harga BBM di Indonesia ini dari berbagai sudut pandang.
"Terkait kenaikan harga BBM ini memang berdampak khususnya bagi kalangan menengah ke bawah," kata Ketua DPC PPP Ogan Ilir, Zahrudin, Senin (12/9/2022).
Zahrudin menyadari bahwa kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok.
Baca juga: Dua Bandit Maling Karet di Ogan Ilir, Pelaku Ketahuan Warga, Dilaporkan ke Polisi
Namun di sisi lain, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM, maka akan membebani APBN.
"Ini buah simalakama," ujar Zahrudin.
Menurut mantan bendahara DPC PPP Ogan Ilir ini, meskipun harga minyak dunia turun, namun subsidi BBM yang terlampau tinggi dapat meningkatkan laju inflasi.
Rencana kenaikan BBM tahun ini disebut Zahrudin sudah lama dibahas, namun baru terealisasi belum lama ini.
"Kalau (harga BBM) tidak dinaikkan, akhirnya kan dampak ekonomi Indonesia akan lebih terpuruk. APBN kita tidak mampu menampung subsidi yang begitu besarnya," papar Zahrudin.

Sebagai perwakilan rakyat khususnya di Ogan Ilir, lanjut Zahrudin, kenaikan harga BBM dirasa memberatkan bagi ekonomi kerakyatan.
"Namun sekali lagi, mau tidak mau, pemerintah harus menaikkan harga BBM ini. Karena kalau tidak, laju inflasi kita ini akan membawa negara ke arah keterpurukan," paparnya.
Zahrudin juga menyoroti sasaran subsidi BBM yang cenderung tidak tepat, di mana banyak dari kalangan menengah ke atas yang turut menikmatinya.
Oleh karenanya, ke depan perlu adanya langkah teknis supaya pembeli BBM bersubsidi dapat diseleksi.
Untuk mewujudkannya, lembaga eksekutif dan legislatif mulai tingkat daerah hingga pusat harus duduk bersama.