Liputan Khusus Tribun Sumsel
'Merdeka Itu Dikasih Kebun Sawit 1 Hektare', Makna Kemerdekaan Menurut Suku Anak Dalam (2)
Warga keturunan Suku Anak Dalam di Muratara Sumsel mengaku belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan meski Indonesia terbebas penjajahan 77 tahun silam.
TRIBUNSUMSEL.COM, TRIBUN - Warga keturunan Suku Anak Dalam di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan (Sumsel), mengaku belum sepenuhnya merasakan kemerdekaan setalah bangsa ini terbebas dari penjajahan 77 tahun silam.
Menurut mereka, kemerdekaan yang sesungguhnya adalah bukan hanya terbebas dari penjajahan oleh bangsa asing, tetapi juga terlepas dari jeratan kemiskinan yang dirasakan oleh bangsa ini sendiri.
"Kita memang sudah merdeka, tidak dijajah lagi, tapi itu belum sepenuhnya merdeka kalau masih banyak masyarakat yang susah hidupnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin," kata Japarin, Kepala Suku Anak Dalam di Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, Muratara, pada Tribun Sumsel, Senin (15/8/2022).
Menurut Japarin, bagi warga keturunan Suku Anak Dalam, merdeka adalah bisa hidup dengan laik, memiliki kecukupan untuk kebutuhan sehari-hari, serta tempat tinggal yang nyaman untuk berteduh dari terik dan berlindung dari guyuran hujan.
"Kalau kata kami kemerdekaan bagi Suku Anak Dalam itu cuma dua, tempat tinggal dan penghidupan. Kalau dua itu terpenuhi maka sudah merdeka bagi kami. Sekarang masih banyak yang belum ada tempat tinggal, mata pencaharian susah," katanya.
Baca juga: Kronologis Pembacokan Ogan Ilir, Mirip Pembunuhan Calon Kades Betung, Ketuk Pintu Rumah Korban
Japarin mengungkapkan, beberapa di antara warga Suku Anak Dalam saat ini memang sudah ada yang memiliki rumah. Pemerintah daerah juga telah ada memberikan bantuan bedah rumah yang tidak laik huni lagi. Namun masih banyak pula yang tinggal di rumah papan kecil dan lapuk.

"Kalau kami sekarang cari makan dari memungut brondolan (biji sawit yang terlepas dari tandanya), numpang-numpang di kebun perusahaan, tidak ada pekerjaan lain. Sebenarnya tidak boleh, tapi mau bagaimana lagi, kami mau makan, dikasih oleh perusahaan. Brondolannya kami jual ke pengepul, ada orang ambil," ujarnya.
Japarin menambahkan, warga Suku Anak Dalam sebenarnya bisa hidup merdeka bila diberikan bantuan lahan perkebunan kelapa sawit paling tidak satu hektare per kepala keluarga (KK). Dari situ mereka bisa menikmati hasil panennya, tidak lagi memungut brondolan di kebun perusahaan.
"Kami itu cuma minta satu hektare saja lah untuk satu KK, tapi harus sudah ada kebun sawitnya, kalau dikasih lahan kosong terus menanam sendiri, kami tidak ngerti, kalau sudah ada kebunnya kami bisa panen sendiri, makan sehari-hari dari situ, itu baru merdeka kami," katanya. (cr14)
Baca berita lainnya langsung dari google news.