Berita Viral

6 Mahasiswa Unila Aibnya Dibongkar Hakim MK, Palsukan Tanda Tangan Saat Gugat IKN, Bisa Dipidana ?

Enam aib mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) dibongkar hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

ist
6 Mahasiswa Unila yang Aibnya Dibongkar Hakim MK . Adapun enam mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang mengajukan permohonan uji materiil UU IKN di Mahkamah Konstitusi adalah M. Yuhiqqul Haqqa Gunadi (Perdata’19), Hurriyah Ainaa Mardiyah (HTN’19), Ackas Depry Aryando (HAN’19), Rafi Muhammad (Perdata’19), Dea Karisna (Pidana’19). Nanda Trisua Hardianto (Pidana 2019). 

Yang kedua, kepala otorita yang dipilih, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden tanpa melalui mekanisme pemilihan umum. Para pemohon menilai hal ini mencederai demokrasi dan bertentangan dengan pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.

“Kami menilai hal ini (Pasal 5 Ayat 4 dan Pasal 9 Ayat 1) mencederai demokrasi dan bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 4 dan Pasal 13 Ayat 1 UUD NRI 1945. Padahal, sudah jelas di UUD 1945 Pasal 18 Ayat 3 (dijelaskan) bahwa pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu,” ujarnya.

Yang ketiga adalah IKN Nusantara hanya melaksanakan pemilu presiden dan wapres, DPR, dan DPD, tanpa ada pemilu DPRD. Padahal, di dalam UUD NRI 1945 pasal 18 ayat (3) bahwa pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu.

Pengajuan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN ini dilatarbelakangi oleh keresahan para mahasiswa hukum Universitas Lampung atas proses regulasi yang ada.

Untuk prosesnya sendiri Hurriyah dan tim mendaftar di simpel.mkri.id yakni memasukkan tim pemohon, kuasa hukum jika ada, tim ahli, bukti-bukti, dan draft permohonan. Semua itu hanya membutuhkan waktu kurang dari sebulan.

"Jadi, draft permohonan itu disusun dulu. Setelah jadi lalu diajukan, kalau draftnya sudah diterima MK. Nanti kami menerima konfirmasi lewat Whatsapp atau email," tuturnya.

Para pemohon yang notabene adalah mahasiswa hukum mengamati proses penyusunan, perumusan, hingga pengesahan UU IKN yang menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, membuat mereka memutuskan untuk melanjutkan kajian diskusi kelompok mereka tersebut ke dalam bentuk permohonan uji materil ke MK.

Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN oleh mahasiswa ini diharapkan dapat terus memacu napas perjuangan dan menjadi indikator ada mahasiswa yang menjaga idealisme dan bergerak menyampaikan aspirasi rakyat Indonesia.

Bagi Hurriyah dan tim ini merupakan bentuk perjuangan mahasiswa sama seperti parlemen jalanan atau demonstrasi mahasiswa. "Ini sebenarnya adalah perjuangan mahasiswa memperjuangkan aspirasi masyarakat lewat formal negara," ungkapnya.

Menurutnya, ketidaktransparanan dalam penyusunan UU IKN membuat ia dan teman-temannya tergerak untuk mengajukan uji materil di Mahkamah Konstitusi. "Negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak konstitusional setiap warga negaranya," tutupnya.

Pada akhirnya, Hurriyah Ainaa Mardiyah mengungkapkan perihal tanda tangan rekan-rekannya. Ia menyebut, dari enam pemohon, dua pemohon tidak menandatangani perbaikan permohonan tersebut. Pemohon meminta maaf kepada MK.

"Baik, Yang Mulia, izin menjawab. Sebelumnya mohon maaf, karena tidak semuanya tanda tangan sama dengan yang ada di KTP. Tanda tangan Dea Karisna dan Nanda Trisua itu memang sebenarnya sudah dengan atas kesepakatan dari yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan tidak sedang berada bersama kami saat perbaikan permohonan tersebut. Begitu, Yang Mulia," jelas Hurriyah.

Setelah mempertimbangkan lebih jauh, Arief Hidayat memberikan pilihan pemohon agar para pemohon mencabut permohonan. "Kemudian, kalau Saudara akan mengajukan permohonan kembali, silakan mengajukan permohonan dengan tanda tangan yang asli, atau yang memalsukan dan yang dipalsukan kita urus ke kepolisian. Bagaimana? Yang Saudara mau? Jadi Anda itu mahasiswa harus tahu persis, apalagi mahasiswa fakultas hukum. Anda itu berhadapan dengan lembaga negara.

Ini Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir. Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum," ujar Arief Hidayat dengan nada tegas.

"Bagaimana? Kalau kita bertiga sepakat ini Anda cabut, nanti Anda kalau mau mengajukan lagi, silakan mengajukan lagi," sambung Arief Hidayat.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved