Berita OKI

2.300 Hekter Lahan di OKI Dibebaskan Secara Tak Transparan, Masyarakat Kini Menuntut Keadilan

PT. Samora Usaha Jaya (SUJ) selaku perusahaan perkebunan kelapa sawit juga diundang untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Penulis: Winando Davinchi | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Winando Davinchi
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ilir menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak PT. Samora Usaha Jaya dan masyarakat Desa Ulak Kedondong, Selasa (24/5/2022) sore. 

TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG -- Terkait keluhan puluhan masyarakat Desa Ulak Kedondong, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir yang mempertanyakan soal pembebasan lahan yang tidak dilakukan transparan.

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, memanggil sejumlah pejabat terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKI, Selasa (24/5/2022) sore.

Tidak hanya pejabat terkait, pihak PT. Samora Usaha Jaya (SUJ) selaku perusahaan perkebunan kelapa sawit juga diundang untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Saat membuka rapat, Ketua Komisi III DPRD OKI, Made Indrawan menyatakan dari kesimpulan yang diperoleh bahwa ganti rugi lahan masyarakat sebesar Rp 1.000.000 perhektar dirasa terlalu rendah (kecil).

"Menurut masyarakat harga ganti rugi yang pas itu sebesar Rp 11.000.000 perhektar. Tapi yang disepakati pada waktu itu sebesar Rp 1.000.000 perhektar," terangnya.

Masih kata Made, masyarakat juga mempertanyakan proses ganti rugi lahan yang dinilai tidak ada sosialisasi yang lebih luas dan hanya sebagian saja warga yang tahu adanya sosialisasi tersebut.

"Tadi juga disampaikan ada sebagian tanah masyarakat yang tidak diganti rugi berdasarkan alas hak yang dimiliki," ucapnya.

"Setelah ini nanti akan kita ambil kesimpulan untuk selanjutnya dilakukan rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh lembaga DPRD OKI," imbuh Made.

Davidson SH, MH kuasa hukum masyarakat Desa Ulak Kedondong mengatakan permasalahan ini melibatkan masyarakat Desa Ulak Kedondong dan pihak PT Samora Usaha Jaya (SUJ) di tahun 2015 dan 2016 lalu.

"Jadi kami buka sekarang karena kita menyakini bahwa ada amanat undang-undang nomer 39 tahun 2013 yang tidak dijalankan oleh pihak perusahaan ataupun pemerintah desa pada saat itu," 

"Mulai dari pembebasan lahan yang tidak transparan baik dari pemerintah dan perusahaan menimbulkan indikasi adanya dugaan-dugaan. Kami meminta keterangan dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) kali ini segamblang - gamblangnya sesuai aturan yang benar," sebutnya.

Dijelaskan terdapat beberapa tuntutan yang disampaikan yaitu tentang harga pembebasan lahan, lalu tentang adanya indikasi pemotongan 30 persen dipotong dari hak masyarakat yang tidak tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

"Selain itu juga soal kejelasan plasma yang sudah berjalan sekitar 5 - 6 tahun. Sampai hari ini juga tidak ada kejelasan, padahal beberapa kali kita sampaikan kepada kepala desa definitif dan tokoh masyarakat. Makanya kita pertanyakan pada rapat RDP kali ini," kata dia.

Dirinya mengharapkan setelah pertemuan ini, agar para pejabat baik dari legislatif dan eksekutif dapat menyelesaikan permasalahan dan memperoleh hak-hak masyarakat.

"Tetapi apabila tidak ditemukan dalam waktu dekat, maka akan kita bawa kejalur hukum karena diduga ini terdapat tindak pidana penyalahgunaan jabatan. Dikarenakan total ada sekitar 2.300 hektar lebih lahan yang diduga hak masyarakat tidak terpenuhi," tegas Davidson.

Baca juga: Update Kasus ASN OKI Selingkuh, Pemkab Segera Gelar Sidang Kode Etik

Baca juga: Kuota Haji OKI 2022 Bertambah 15 Orang, Ini Jumlah Total yang akan Berangkat

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved