Kasus Asusila Dosen Unsri
Dua Oknum Dosen Cabul Unsri Dakwaannya Berbeda, Ini Penjelasan Akademisi dan Praktisi Hukum
Akademisi dari Stihpada Dr Darmadi Djufri SH MH CMLC menyatakan, adanya perbedaan dakwaan kepada dua oknum dosen cabul Unsri adalah hal yang lumrah.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG - Siang tadi, Kamis (17/2/2022), dua oknum dosen Universitas Sriwijaya yang diduga berbuat cabul menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang. Sidang digelar terpisah dan dakwaan juga berbeda.
Akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (Stihpada) Dr Darmadi Djufri SH MH CMLC menyatakan, adanya perbedaan dakwaan kepada dua oknum dosen cabul dari Universitas Sriwijaya (Unsri) yaitu Reza Ghasarma dan Adhitya Rol Asmi hal lumrah bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU)
"Penyidik pastinya sudah cermat melekatkan undang- undang dan pasal apa, yang tepat menjerat mereka (terdakwa) masing- masing saat diperiksa, dimana ada perbuatan yang masuk kategori pornografi dan sebagainya. Sehingga tidak selalu sama karena perbuatannya berbeda, " kata Darmadi, Kamis (17/2/2022).
Menurut Darmadi, dengan telah digelarnga perkara bagi terdakwa Reza dan Adhitya, ia mengamati proses hukum saat ini sudah berjalan semestinya, dan tinggal masyarakat untuk mengawalnya.
Sebab, prinsip hukum itu Equality Before the Low yaitu asas persamaan di hadapan hukum, dan diharapkan memberikan rasa adil bagi pihak korban dan akan mendatangkan bagi keadilan masyarakat, bukan hanya hukuman saja.
"Sebagai praktisi dan akademksi hukum, saya melihat memang ada perbedaan dakwaan, kalau RG (Reza Ghasarma) didakwa UU Nomor 44/2008 tentang pronografi dengan ancaman cukup tinggi 12 tahun penjara. Sedangkan ARA (Adhitya Rol Asmi) diancam dengan KUHP dengan tiga pasal yakni Pasal 281, Pasal 289, dan Pasal 294 ini jelas ada perbedaan," ucapnya.
Diterangkan Darmadi, dua kasus ini jelas akan menarik saat agenda pemeriksaan di persidangan, karena menyangkut pembuktian oleh JPU dan mudah-mudahan jadi perkembangan ilmu hukum.
"Memang kalau masyarakat melihatnya biasa saja, karena dianggap sama-sama melakukan pencabulan atau perbuatan yang tercela apalagi dilakukan oknum pendidik. Tapi, bagaimana JPU bisa membuktikan pasal dan undang- undang yang diajukan dalam persidangan nanti," tuturnya.
Terkait terdakwa Reza yang mengambil langkah eksepsi (tangkisan atau keberatan terdakwa) usai sidang perdana dilaksanakan, dan terdakwa Adhitya tidak melakukan eksepsi, merupakan hak terdakwa melalui penasehat hukumnya.
"Penasehat hukum atau terdakwa bisa membuat suatu argumentasi hukum atau pernyataan maupun kesaksian yang tidak menerima sepenuhnya dakwaan itu. Seperti RG Mengajukan eksepsi itu haknya terdakwa melalui pensahat hukum, jika kalau menyangkut susbstansi perkara sudah menjadi hal lazim akan ditolak, kecuali lain halnya bersifat formil, jelas dan konkrit berkaitan dengan formulitas dakwaan itu, atau menyangkut kompetensi absolut untuk mengadilinya, dan itu bisa jadi menjadi pertimbangan majelis. Kalau menyangkut substansi dan pokok perkara itu biasanya diabaikan dan ditolak hakim," paparnya.
Sementara Adhitya yang tidak mengajukan eksepsi, Darmadi melihat hal itu dilakukan agar lebih cepat proses persidangan selesai sehingga mendapatkan kepastian hukum.
"Apakah nanti terbukti atau tidak, kalau terbukti bisa dapat hukuman sesuai tuntutan JPU nanti, meski tuntutan tidak sama juga bisa lebih kurang atau lebih berat, sesuai fakta persidangan dan pertimbangan hakim," tukasnya.
Baca juga: Kami Belum Ngapa-ngapain Pak, Razia Sat Pol PP Banyuasin, Petugas Temukan Alkon di Bawah Kasur
Berlangsung Tertutup
Sebelumnya, sidang perdana oknum dosen Unsri yang terjerat kasus pornografi hari ini digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (17/2/2022).
Humas PN Palembang Sahlan Effendy mengatakan sidang perdana kasus pornografi dengan terdakwa Reza Ghasarma berlangsung tertutup di ruang Sidang Kartika.