WAJAH Nur Hasan Pimpinan Kelompok Tunggal Jati Nusantara Lakukan Ritual Maut di Pantai Payangan
Dalam foto-foto yang beredar, tampak sosok Nur Hasan mengenakan blangkon hitam, tengah bersila di belakang meja kecil.
TRIBUNSUMSEL.COM -- Tragedi naas ritual maut yang digelar di pantai Payangan Jember menewaskan 11 orang.
Adapun kini publik menyoroti sosok Nur Hasan aliasn Hasan pimpinan kelompok tunggal jati nusantara.
Dalam foto-foto yang beredar, tampak sosok Nur Hasan mengenakan blangkon hitam, tengah bersila di belakang meja kecil.
Di beberapa foto laim, tampak Nur Hasan berpose di pantai dan diduga foto sebelum ritual digelar di Pantai Payangan.
Ia mengenakan setelan serba hitam dan juga penutup kepala dengan warga senada.
Ia juga tampak mengenakan selendang berwarna hijau.
Nur Hasan tampak pula mengenakan kaos bertuliskan Tunggal Jati, kelompok yang dipimpinnya.
Hasan memimpin Kelompok tunggal jati Nusantara yang ada di Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, Jember.
Kades Dukuh Mencek, Nanda Setiawan menjelaskan bahwa Hasan bukanlah kiai atau ustaz.
Hasan yang merupakan pendiri kelompok itu diketahui pernah merantau ke Malaysia dan kembali ke kampungnya pada tahun 2014. "Cukup lama dia di Malaysia, sekitar 2014 datang," katanya.
Hasan selama ini dikenal sebagai MC hingga berjualan online.
"Kerjanya kadang-kadang MC dangdut, sementara ini jual online kayak tisu," tutur dia.
Kelompok yang didirikannya kerap menggelar kegiatan di rumahnya.
Di bagian rumah Hasan juga terdapat tulisan seperti kaligrafi berbunyi Tunggal Sejati Nusantara.
"Rumah yang dipakai ruang tamu biasa, tidak ada padepokan atau aulanya," kata dia.
Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa ritual tersebut bukan kali pertama dilakukan.
Kelompok Hasan kerap menggelar ritual di pantai.
"Namun orangnya (dulu) tidak sebanyak sekarang," katanya.
Anggota kelompok tunggal jati nusantara itu ada yang datang pada Hasan untuk berobat, terjerat masalah ekonomi, maupun masalah keluarga.
3 Kali ikut ritual
Sebelumnya, Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni Komariyah jadi korban tewas ritual maut di pantai payangan, Minggu (13/2/2022).
Usut punya usut pasangan suami istri ternyata sudah tiga kali mengikuti ritual tersebut.
Bahkan, saat ikut ritual mereka kerap membawa anaknya.
Keikutsertaan mereka bermula saat mengikuti sebuah pengajian.
Rumah duka di Desa Ajung sudah didatangi keluarga dan warga sekitar, Minggu (13/2/2022) siang.
Lima orang anak Syaiful dan Sri berada di ruang tamu ketika Bupati Jember, Hendy Siswanto mendatangi rumah duka. Kelima anak kecil itu, didampingi kakeknya, Maid, dan sang nenek, Painah, serta beberapa saudara.
Anak sulung Syaiful, SAM (15) bercerita, ayah dan ibunya bersama-sama datang ke pengajian kelompok tersebut, sampai akhirnya mengikuti ritual di Pantai Payangan.
Sang ayah baru dua bulan terakhir ikut pengajian kelompok tersebut. Tiga kali, ayah dan ibunya mengikuti ritual ke Pantai Payangan.
"Ritualnya ada ke Pantai Payangan, ada juga ke pegunungan," ujarnya.
SAM dan dua orang adiknya yang cukup besar secara bergantian dibawa ikut ke pengajian kelompok tersebut.
Pengajian biasanya diadakan di rumah Ketua Kelompok Tunggal Jati, Nurhasan di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Jember.
"Kadang yang di Abah, dekat rumah," imbuh SAM sambil menyebut salah satu tetangganya.
Pada Sabtu (13/2/2022) sekitar pukul 21.00 WIB, Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni berangkat berdua ke rumah ketua kelompok untuk berkumpul sebelum berangkat ke pantai.
Sekitar pukul 23.00 WIB, rombongan tiba di Pantai Payangan, sisi selatan Bukit Samboja, yang menjadi lokasi ritual.
"Kalau ritual di Pantai Payangan, ayah sudah ikut tiga kali. Yang kedua, sekitar 10 hari lalu," ujar SAM.
SAM mengaku pernah diajak sekali oleh orang tuanya mengikuti ritual itu.
Dia menceritakan, mereka memakai kaus hitam berlogo dan bertuliskan nama kelompok Tunggal Jati.
"Semuanya berpakaian hitam," tuturnya.
Setelah berada di tepi pantai, mereka berdiri menghadap ke pantai dengan lengan saling bergandengan.
Kemudian mereka duduk, masih menghadap laut.
Pencarian korban ritual berujung maut di Pantai Payangan, sisi selatan Bukit Samboja, Dusun Watu Ulo, Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Jember, Minggu (13/2/2022). (Tribun Jatim Network/Sri Wahyunik)
Dalam ritualnya, mereka membaca sejumlah bacaan seperti syahadat, surat Al-Fatihah, beberapa surat pendek, juga bacaan dalam bahasa Jawa.
SAM menyebut, ritual itu seakan memanggil ombak.
"Jadi dari ombaknya kecil, sampai besar. Tubuh memang harus terkena ombak. Ritual berakhir dengan mandi di laut," imbuhnya.
Ritual berakhir sekitar pukul 02.00 WIB. Sebab biasanya sekitar pukul 03.00 WIB, Syaiful dan istrinya sudah tiba di rumah, meskipun kadang pernah tiba selepas Subuh.
Ritual dilakukan setiap penanggalan Kliwon di kalender Jawa.
Peristiwa maut yang terjadi dini hari tadi adalah Minggu Kliwon.
Ritual sebelumnya digelar Kamis Kliwon atau Kamis (3/2/2022), 10 hari lalu.
Namun dalam ritual yang terjadi pada Minggu Kliwon, yakni Minggu (13/2/2022), berujung maut.
Ombak besar menggulung peserta ritual ketika masih dalam tahapan berdiri.
"Mereka berdiri di tepi laut, sedangkan kondisi ombak besar," ujar Kapolsek Ambulu, AKP Maruf.
Ombak Pantai Selatan sedang besar juga diakui oleh juru kunci makam Bukit Samboja, Salidin.
"Ombaknya besar, dan sudah saya beri pesan supaya jangan dekat-dekat laut," ujarnya.
Dalam ritual berujung maut itu, 11 orang meninggal dunia, dan 12 orang selamat.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sumsel/foto/bank/originals/nur-hasan-pimpinan-kelompok-tunggal-jati-nusantara.jpg)