Pajero Tabrak Becak Depan Pasar Gubah
Sepakat Damai, Kasus Pajero Tabrak Becak Depan Pasar Gubah Restorative Justice, Ini Penjelasannya
Kasus pengemudi Pajero menabrak tukang becak damai atau istilah hukumnya Restorative Justice. Berikut ini penjelasannya.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kasus pengemudi Pajero menabrak empat tukang becak dan satu di antaranya meninggal di depan Pasar Gubah pada 16 Desember 2021 lalu berakhir damai.
Dalam istilah hukum kasus ini Restorative Justice. Berikut ini penjelasan Restorative Justice dan apa saja kasus yang bisa dinyatakan memakai cara ini.
Dari Wikipedia memuat Restorative Justice atau keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa, dan kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum.
Tujuannya adalah untuk saling bercerita mengenai apa yang telah terjadi, membahas siapa yang dirugikan oleh kejahatannya, dan bagaimana mereka bisa bermusyawarah mengenai hal yang harus dilakukan oleh pelaku untuk menebus kejahatannya.
Hal yang bisa dilakukan meliputi pemberian ganti rugi kepada korban, permintaan maaf, atau tindakan-tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Menurut Kuat Puji Prayitno (2012), yang dikutip oleh I Made Tambir (2019) dalam penelitian berjudul "Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Tingkat Penyidikan", restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.
Kendati begitu, tidak ada satu pun ketentuan yang secara tersurat mengatur pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan tindak pidana di tingkat penyidikan.
Sementara itu, menurut pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.
Mardjono mengatakan, restorative justice penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang cenderung mengarah pada tujuan retributif, yaitu menekankan keadilan pada pembalasan, dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kasus Pajero Tabrak Becak Depan Pasar Gubah Berakhir Damai, Kejadian Desember 2021
Kasus yang Bisa Diselesaikan dengan Restorative justice
Penerapan restorative justice Bertalian dengan surat edaran, Kapolri juga menerbitkan surat telegram yang berisi tentang pedoman penanganan perkara tindak kejahatan siber yang menggunakan UU ITE. Surat telegram itu terbit pada 22 Februari 2021.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyatakan tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice yaitu kasus-kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan. Ia pun meminta penyidik Polri tidak melakukan penahanan.
Sementara itu, tindak pidana yang mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi ras dan etnis, serta penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak dapat diselesaikan dengan restorative justice. Dalam penanganan perkara, Kapolri pun menginstruksikan seluruh kapolda agar gelar perkara dilaksanakan secara virtual kepada Kabareskrim up Dirtipidsiber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Restorative Justice yang Belakangan Kerap Disebut Kapolri?"
Baca berita lainnya langsung dari google news.