Harga Karet Sumsel

Mati Getah, Petani Karet di PALI Nelangsa, Harga Karet tak Bisa Tutupi Kebutuhan Hidup

Sesudah disadap dan langsung hujan kemudian terjadi terus menerus dampaknya mengakibatkan mati getah.

Editor: Vanda Rosetiati
SRIPO/REIGAN
Petani karet di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI bersusah payah mengeluarkan getah beku dari dalam kebun dengan kondisi jalan yang berlumpur akibat kerap diguyur hujan. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Petani karet di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir nelangsa. Getah karet yang mereka sadap tidak bisa membeku akibat diguyur air hujan yang selama beberapa hari terakhir mengguyur PALI.

Getah karet tersebut bukan hanya tidak beku tetapi juga hancur. Keadaan makin parah karena jarak kebun tersebut jauh dari jalan raya dengan kondisi jalan rusak. Petani pun makin kesulitan untuk mengeluarkan hasil sadapan.

Kondisi ini tentu saja mengakibatkan berkurangnya pendapatan. Namun, mereka petani tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah.

"Ini sudah kehendak Tuhan, jadi kami hanya pasrah saja. Tapi kami tetap bersyukur, karena kami masih mendapatkan getah beku sisa guyuran hujan walaupun pendapatan kami minggu ini jauh berkurang," ujar Ikhwan salah satu petani karet di Kecamatan Talang Ubi PALI, Selasa (18/1/2022).

Kondisi ini diperparah dari batang pohon karet tak lagi mengeluarkan getah atau fenomena tersebut biasa dinamakan mati getah.

"Sesudah disadap dan langsung hujan kemudian terjadi terus menerus dampaknya mengakibatkan mati getah. Selain kendala lain proses pembekuan getah memakan waktu lama," ujarnya.

Padahal, lanjut Amrin, kondisi harga getah pada pasaran minggu ini tetap stabil. Dimana, harga getah kualitas mingguan dikisaran Rp 10.200 hingga Rp 10.500 per kilogram.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan harga beberapa jenis kebutuhan pokok saat ini meroket, sehingga harga getah belum bisa menutupi kebutuhan hidup ditambah cuaca yang kurang mendukung.

"Harga minyak goreng saja sudah Rp 20 ribu per kilo, belum lagi harga telur ayam yang mencapai Rp 35 ribu dan itu belum sebanding dengan harga getah karet. Padahal, kami hanya mengandalkan hasil getah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," keluhnya.

Senada, Amrin petani karet asal Desa Karta Dewa Kecamatan Talang Ubi berkata bahwa dirinya harus bersusah payah mengeluarkan getah beku dari dalam kebun menuju pasar getah.

"Kalau penghujan jalan bonyok dan berlumpur, padahal kami sering gotong royong memperbaiki jalan masuk ke kebun. Kami juga harus bisa membaca cuaca apabila ingin getah hasil sadapan tidak hancur ditimpa hujan," katanya.

"Kami juga terkadang harus bermalam di kebun karena saat akan turun hujan, kami harus cepat membekukan getah menggunakan pembeku," ungkapnya.

Baca juga: Kecelakaan di Jalan Residen Abdul Rozak Palembang, Truk Tangki Air Tabrak Pohon, Sopir Luka Parah

Baca berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved