Guru Ponpes Rudapaksa Santriwati
Fakta Baru Kasus Herry Wirawan, Korban Diperlakukan Tak Manusiawi : Merinding Ingat Cerita Mereka
Herry Setiawan ternyata memiliki ruang khusus yang disebut 'basecamp' untuk santriwati yang hamil, menyusui hingga merawat bayi yang baru lahir.
TRIBUNSUMSEL.COM - Fakta baru kasus rudapaksa oknum guru ke belasan santriwati di Jawa Barat.
Herry Setiawan ternyata memiliki ruang khusus yang disebut 'basecamp' untuk santriwati yang hamil, menyusui hingga merawat bayi yang baru lahir.
Bahkan Herry disebut memperlakukan para korbannya tak manusiawi.
Fakta itu diungkap oleh Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari.
"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," kata Diah, dikutip dari TribunnewsBogor.com.
Di sisi lain, Herry Wirawan juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.
Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana (basecamp) diperlakukan oleh pelaku," kata Diah.
Menurut Diah, dia mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Baca juga: Profil Dedi Mulyadi Anggota DPR RI yang Siap jadi Orang Tua Angkat Santriwati Korban Herry Wirawan

Sehingga, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami para santriwati itu.
Salah satu fakta persidangan menyebutkan, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu.
Kemudian, oleh Herry Wirawan, dijadikan alasan untuk mencari uang kepada sejumlah pihak.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunanannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Diah Kurniasari.
Hukuman 20 Tahun Dianggap Tak Cukup