Guru Ponpes Rudapaksa Santriwati
Menteri Agama Yaqut : Semua Tindakan Asusila Harus Disikat
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akhirnya buka suara terkait dugaan asusila oleh oknum di Pondok Pesantren.
Hingga kini isi bisikan yang disampaikan kepada korban masih menjadi misteri.
"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya.
4. Santri jadi mesin uang
Selain itu Yudi mengungkapkan kehidupan santriwati di dalam pesantren tersebut tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan belajar melainkan para santriwati dijadikan mesin uang oleh pelaku.
Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.
Hal itu dilakukan sejak pesantren tersebut berdiri dari tahun 2016.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. Proposal galang dana," ucap Yudi.
Hal yang lebih mengherankan baginya adalah di dalam pesantren tersebut tidak ada guru perempuan, hanya pelaku seorang yang bertanggung jawab mengurusi puluhan santriwati itu.
Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.
"Dan laki-laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ucapnya.
5. Pakai Duit Bantuan untuk Check In
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana menyebut tindak kejahatan yang dilakukan oknum guru pesantren terhadap belasan santriwati di Bandung, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila, namun sudah termasuk dalam kejahatan kemanusiaan.
Bahkan, perbuatan terdakwa yang menyalahgunakan kedudukannya sebagai tenaga pendidik, yang seharusnya mengedepankan integritas dan moralitas telah mencoreng citra guru di mata masyarakat.
"Perkara yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, atas nama terdakwa HW, kami dari Kejaksaan Tinggi sangat concern mengawal kasus ini. Karena ini, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila tapi ini termasuk dalam kejahatan kemanusiaan."
"Dan ini sudah menjadi sorotan, bukan hanya di nasional, tapi juga internasional," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (9/12/2021).
Asep menegaskan, bahwa pihaknya akan memantau terus perkembangan terkait perkara tersebut hingga selesainya masa persidangan.
Bahkan, ia pun mengajak para awak media, untuk bersama-sama mengawal kasus tersebut, dan menginformasikan fakta tambahan yang ditemukan di lapangan, guna menjadi bahan telaahan putusan pengadilan.
"Kami akan pantau terus kasus ini, dan juga mohon bantuan dari rekan-rekan (media) untuk dapat menginformasikan kepada kami, sehingga akan kami lakukan tuntutan semaksimal mungkin terhadap pelaku yang bersangkutan," ucapnya.
Tekait permintaan keluarga korban, agar terdakwa dihukum kebiri, Kajati menuturkan, pihaknya akan melihat berdasarkan fakta persidangan yang akan diputuskan.
"Kita akan lihat nanti seperti apa fakta persidangan yang ditemukan, dan dikaji lebih lanjut kepada yang bersangkutan (terdakwa), karena korbannya ini cukup banyak sampai belasan orang," ujar Kajati.
Asep pun menegaskan, bahwa ancaman hukuman berat pun menanti terdakwa, pasalnya selain menyalagunakan kedudukannya sebagai pendidik, namun juga menjadikan yayasan sebagai modus operandi tindak kejahatannya.
Bahkan berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan, ada dugaan bahwa, terdakwa juga melakukan penyalahgunaan dana yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan pribadi, salah satunya menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucapnya.
6. Orangtua korban terpukul
Ketua Pusat Pelayanan Terpadi Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, menyaksikan langsung pilu yang dialami orangtua santri yang anaknya menjadi korban rudapaksa guru bejat di Cibiru Bandung tersebut.
Diah merasakan betul rasa kecewa, marah, dan perasaan yang berkecamuk dari para orangtua korban tersebut.
Hal tersebut dirasakan Diah saat menyaksikan lagsung pilunya momen pertemuan para orangtua dengan ana-anaknya.
Mereka tak menyangka, anak-anaknya yang sebelumnya tengah menuntut ilmu di pesantren ternyata menjadi korban rudapaksa guru ngaji yang mereka percayai sebelumnya, bahkan hingga memiliki anak.
Para orangtua korban menangis saat melihat anak usia 4 bulan.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya, enggak, semuanya nangis," kenang Diah. (*)
Baca berita lainnya di Google News
Baca berita lainnya di Google News