Kabar KSAD TNI AD Andika Perkasa Hapus Tes Keperawanan Untuk Rekrutmen Kowad, Respon Pengamat
"Jadi untuk kesehatan kita fokus tidak ada lagi pemeriksaan di luar tujuan rekrutmen, seleksinya agar yang diterima bisa mengikuti pendidikan pertama,
TRIBUNSUMSEL.COM -- Kabar terbaru kebijakan TNI AD menghapuskan tes keperawanan bagi calon prajurit Kowad.
Hal ini diungkap oleh KSAD TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa mengingatkan para pangdam di seluruh Indonesia terkait rekrutmen Kowad.
rekrutmen prajurit Kowad atau Korps Wanita Angkatan Darat ke depannya tidak lagi harus mengikut tes yang tak relevan.
Tes yang tak relevan yang dimaksud Andika adalah tes keperawanan.
"Jadi untuk kesehatan kita fokus tidak ada lagi pemeriksaan di luar tujuan rekrutmen, seleksinya agar yang diterima bisa mengikuti pendidikan pertama, yang berarti hubungannya dengan mayoritas fisik, oleh karena itu ada beberapa hal-hal yang peserta ini harus penuhi.
Tetapi ada juga hal-hal yang tidak relevan, tidak ada hubungannya, dan itu tidak lagi dilakukan pemeriksaan," jelas KSAD Jenderal Andika dilihat dari tayangan Youtube TNI AD yang diunggah pada 18 Juli 2021.
KSAD menegaskan pemeriksaan terhadap prajurit Kowad harus sama dengan pemeriksaan kesehatan personel TNI AD pria sesuai dengan tujuan rekrutmen.
"Nanti rekan-rekan semua akan diberi tahu oleh Kakesdam atau Kepala Rumah Sakit, yang mungkin sudah diberi tahu oleh Kapuskes, ada hal-hal yang tidak perlu lagi dilakukan, dan tidak perlu, tidak boleh karena tidak ada hubungannya," imbuh Kasad.
Lebih lanjut Andika juga menegaskan terkait persyaratan pengajuan pernikahan personel TNI Angkatan Darat, hanya melakukan pemeriksaan administrasi terkait pernikahan.
Satuan TNI AD tidak lagi mewajibkan melakukan pemeriksaan kesehatan kepada calon mempelai.
Komentar Pengamat
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan langkah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus tes keperawanan dalam proses rekrutmen Kowad.
Sepengetahuannya, Panglima TNI telah mengeluarkan petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan TNI.
Jika memang diperlukan perubahan kebijakan, kata Fahmi, semestinya hal itu dibahas bersama dulu dalam lingkup TNI.
"Saya justru mempertanyakan motif KSAD mempublikasikan pernyataan itu. Perubahan kebijakan itu jelas populis. Selaras dengan pendapat sejumlah kalangan pegiat HAM dan kelompok masyarakat.
Namun apakah kebijakan parsial itu bisa benar-benar diterapkan? Yang jelas Panglima TNI hingga saat ini belum mengubah juknis pemeriksaan dan uji kesehatannya dan kita juga belum tahu, apakah kebijakan KSAD tersebut disetujui," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (11/8/2021).
Fahmi mengatakan, TNI selama ini menerapkan prosedur pemeriksaan genital sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada seleksi penerimaan personel di tiap jenjang.
Belakangan, kata dia, prosedur tersebut menuai polemik yang terkait dengan isu keperawanan sebagai syarat bergabung dalam Korps Wanita TNI.
Menurut pengamatannya sejumlah kalangan termasuk pegiat HAM menilai pemeriksaan genital terkait isu keperawanan tersebut tidak relevan dan diskriminatif.
"Menurut saya, polemik itu sebenarnya lebih diakibatkan minimnya penjelasan menyangkut persoalan prosedur pemeriksaan kesehatan dalam seleksi personel. Bagaimanapun, kita harus memahami bahwa TNI tampaknya ingin menerapkan standar kesehatan dan moral yang tinggi bagi personelnya," kata dia.
Pemeriksaan genital, kata dia, diberlakukan tidak hanya bagi perempuan namun juga laki-laki.
Hal tersebut, kata dia, dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih memadai terkait kondisi kesehatan dan perilaku yang bersangkutan.
Ia mencontohkan misalnya calon prajurit tersebut mengidap penyakit menular seksual atau penyakit genital atau tidak.
Selain itu juga, kata dia, contohnya terkait bagaimana perilaku seksual dan bahkan calon prajurit tersebut sudah pernah menikah atau belum.
"Jika pemeriksaan itu dihapus begitu saja, maka akan sulit bagi TNI untuk melakukan 'profiling' kesehatan dan moral calon anggotanya secara lebih komprehensif," kata Fahmi.
Fahmi bisa memahami jika status keperawanan dihapuskan dari persyaratan lolos seleksi, karena status itu belum tentu relevan dengan kondisi kesehatan si calon.
"Namun saya tidak sepakat jika pemeriksaan genital baik bagi laki-laki maupun perempuan dihapuskan, mengingat hasil pemeriksaan tersebut dapat menjadi salahsatu data/informasi penting dalam tahapan seleksi berikutnya untuk benar-benar mendapatkan personel dengan standar kesehatan dan moral yang diharapkan," kata dia.