Kapolri Didesak Tegur Kabareskrim Usai Menolak Laporan Dugaan Gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri
Kapolri Didesak Tegur Kabareskrim Usai Menolak Laporan Dugaan Gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri
TRIBUNSUMSEL.COM - Polemik yang terjadi ditubuh KPK hingga kini belum selesai.
Kini, Ketua KPK, Firli Bahuri sudah terkena masalah baru.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegur Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, yang menolak mengusut laporan dugaan gratifikasi Rp 141 juta yang diterima Ketua KPK Firli Bahuri.
"ICW mendesak Kapolri untuk menegur Kabareskrim, dan memerintahkan jajarannya menelusuri lebih lanjut laporan yang telah kami sampaikan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Jumat (4/6/2021).
ICW, kata Kurnia, mempertanyakan pernyataan Komjen Agus yang menolak mengusut laporan dugaan korupsi gratifikasi Firli Bahuri, dengan alasan ranah Dewan Pengawas KPK.
"Dari pernyataanya terlihat Kabareskrim enggan menelusuri lebih dalam bukti yang telah disampaikan."
"Lagi pun, pernyataan itu tidak tepat disampaikan. Sebab, ranah Dewan Pengawas berbeda dengan Polri," tuturnya.
Kurnia menuturkan, Dewas dan Polri memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dalam kasus tersebut.
Dia bilang, Dewas hanya berperan menelusuri pelanggaran etik.
"Dewas menelusuri pelanggaran etik, sedangkan Bareskrim melihat potensi tindak pidana."
"Selanjutnya, sebagai aparat penegak hukum mestinya Bareskrim menelaah laporan sembari melakukan penyelidikan."
"Bukan justru mengatakan menarik-narik institusi Polri dalam polemik KPK," ucapnya.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sebelumnya meminta ICW tak membuat gaduh.
Hal itu terkait pelaporan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan gratifikasi Rp 141 juta dalam penyewaan helikopter.
ICW, kata Agus, juga diminta tak menyeret Polri dalam kasus tersebut.
Menurutnya, Polri masih fokus menangani penanganan dan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
"Jangan tarik-tarik Polri, jangan buat gaduh."
"Polri sedang fokus mendukung percepatan penanganan pandemi Covid, mutasi turunannya."
"Dan upaya menjaga keamanan serta pemulihan ekonomi nasional, investasi maupun upaya pemerintah lainnya agar ekonomi segera tumbuh positif dan pulih," kata Agus saat dikonfirmasi, Jumat (4/6/2021).
Agus menuturkan, kasus dugaan gratifikasi telah ditangani oleh Dewan Pengawas KPK.
Nantinya, laporan ICW yang diterima oleh Polri bakal dilimpahkan ke Dewas KPK.
"Sudah ditangani dewan pengawas, nanti kita limpahkan aja ke sana," ucapnya.
Sebelumnya, ICW melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Bareskrim Polri.
Laporan itu atas dugaan penerimaan gratifikasi dalam penyewaan helikopter saat perjalanan pribadi ke Ogan Komering Ulu, Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni 2021.
Laporan ini didaftarkan oleh Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah, ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/6/2021).
"Kami menyampaikan informasi dan laporan terkait dengan dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter," kata Wana.
Wana mengungkapkan, kasus ini memang sempat ditangani oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dalam sidang itu, Firli diduga tidak menyampaikan harga sewa penyewaan helikopter yang sesuai harga aslinya.
Dalam sidang etik tersebut, Firli mengklaim menyewa helikopter tersebut seharga Rp 30,8 juta selama 4 jam, dari PT Air Pasific Utama (APU).
Namun informasi yang diterima ICW justru berbeda.
Menurutnya, harga sewa helikopter tersebut sejatinya Rp 39,1 juta per jam, atau seharga Rp 172,3 juta selama 4 jam. Selisih pembayaran inilah yang diduga gratifikasi oleh Firli.
"Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta sekian, yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon diterima oleh Firli."
"Dan kami melakukan korespondensi juga dengan penyedia jasa heli tersebut," ungkapnya.
Wana mengendus ada konflik kepentingan perihal kenapa harga yang diberikan PT APU kepada Firli terkesan berbeda dari harga aslinya.
"Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasific Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi, Neneng, terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta."
"Dalam konteks tersebut, kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi," tuturnya.
Atas perbuatannya itu, Firli Bahuri diduga telah melanggar pasal 12 B UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Kisah Gadis 14 Tahun Bunuh Diri Usai Diperkosa 5 Pria di Kuburan, Pelaku Rekam dan Posting Aksinya
Baca juga: BREAKING NEWS: ODGJ di Empat Lawang Serang Petani Hingga Tewas, Pelaku Ditembak Mati Polisi
Cuma Diberikan Sanksi Teguran Tertulis
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku pasrah diputus bersalah melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK.
Ia mengaku menerima putusan Dewan Pengawas KPK yang dijatuhkan pada dirinya.
"Saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman."
"Dan tentu putusan saya terima, dan saya pastikan saya tidak akan mengulangi itu, terima kasih," ucapnya usai mendengarkan putusan etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020).
Firli Bahuri terbukti melanggar kode etik lantaran naik helikopter mewah saat berkunjung ke Palembang beberapa waktu lalu.
Meski dinyatakan bersalah atas perbuatannya, Firli Bahuri hanya dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi lagi perbuatannya."
"Dan agar terperiksa sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku."
"Dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku komisi pemberantasan Korupsi," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (24/9/2020).
Dalam menjatuhkan putusannya, Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal.
Untuk hal yang memberatkan, Firli Bahuri disebut tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan.
Kemudian, Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang seharusnya menjadi teladan, malah melakukan hal yang sebaliknya.
Sedangkan hal yang meringankan, Firli Bahuri belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.
"Terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan," imbuh anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kembali melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke Dewan Pengawas.
Dalam laporan melalui e-mail tertanggal 24 Juni 2020, MAKI menyebut Firli Bahuri diduga telah melanggar kode etik atas penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sabtu (20/6/2020).
Aduan ini merupakan laporan kedua atas kegiatan Firli Bahuri di Sumsel.
Aduan pertama adalah dugaan melanggar protokol Covid-19 terkait tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.
"Bahwa perjalanan dari Palembang menuju Baturaja menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu (24/6/2020).
Boyamin mengatakan, Firli Bahuri patut diduga menggunakan helikopter adalah bergaya hidup mewah.
Karena, menurut Boyamin, mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh empat jam perjalanan darat dengan mobil.
"Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah apalagi dari larangan bermain golf," katanya.
Boyamin melanjutkan, helikopter yang digunakan adalah jenis mewah atau helimousin, karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air.
"Bahwa Firli Bahuri terlihat tidak memakai masker ketika sudah duduk di dalam helikopter."
"Yang tentunya ini bisa membahayakan penularan kepada atau dari penumpang lain termasuk kru dalam pesawat helikopter," tuturnya.
Hal ini, kata Boyamin, bertentangan dengan pernyataan Firli Bahuri yang hanya mencopot masker sejenak ketika bertemu anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
"Hal ini bisa diartikan Firli Bahuri tidak memakai masker mulai ketemu anak-anak hingga naik helikopter," cetusnya.
MAKI menduga Firli Bahuri menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan untuk kepentingan pribadinya dari Palembang ke Baturaja, Sabtu (20/6/2020) lalu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman pun melampirkan tiga buah foto yang menunjukkan kegiatan Firli Bahuri, termasuk saat Firli Bahuri menumpangi helikopter berkode PK-JTO tersebut.
"Helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousin) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air," beber Boyamin, Rabu.
Dalam dokumen Civil Aircraft Register Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan tahun 2019 yang dilihat Tribunnews, heli berkode PK-JTO itu dioperatori oleh PT Air Pacific Utama.
Helikopter milik perusahaan yang beralamat di Singapura, Sky Oasis Pte Ltd itu, teregistrasi sejak 17 Maret 2015 dan berakhir pada 16 Maret 2018.
Sejumlah foto helikopter dengan nomor registrasi PK-JTO dipampang di laman perusahaan yang beralamat di Cyber Park Lippo Karawaci, Karawaci, Kota Tangerang, Banten.
Di dalam keputusan pimpinan KPK, jelas diatur Ketua KPK dilarang menerima bantuan dari siapapun.
Pengaturan mengenai kode etik pimpinan KPK sudah termaktub di dalam keputusan pimpinan KPK nomor KEP-06/P.KPK/02/2004.
Di dalam dokumen setebal enam halaman itu tercantum poin-poin apa saja yang dilarang untuk diterima atau dilakukan oleh pimpinan KPK.
Seperti yang tercantum di Pasal 6, ada 22 poin yang wajib diketahui oleh pimpinan KPK dan empat poin yang dilarang dilakukan. Keempat poin tersebut adalah:
1. Menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau golongan;
2. Menerima imbalan berupa uang untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi KPK;
3. Meminta kepada atau menerima bantuan dari siapapun dalam bentuk apapun yang memiliki potensi benturan kepentingan dengan KPK;
4. Bermain golf dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sekecil apapun.
Di dalam peraturan itu pula tertulis tidak ada toleransi bila pimpinan KPK terbukti melakukan pelanggaran.
Selain itu ada sanksi tegas bila terbukti bersalah. Sanksi dijatuhkan sesuai tingkat derajat kesalahannya. (Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul ICW Desak Kapolri Tegur Kabareskrim yang Tolak Laporan Dugaan Gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri.