Guru TK Diteror Pinjol Hingga Nyaris Bunuh Diri, Ini Ciri dan Cara Bedakan Pinjaman Online Ilegal

Bu Guru berinisial S ini terjerat utang biaya kuliah di 24 aplikasi pinjol. 19 di antaranya adalah pinjol ilegal

Editor: Wawan Perdana
istimewa
Sebelum mengajukan pinjaman di aplikasi itu, ada baiknya Anda mengetahui perbedaan dari pinjol ilegal dan legal. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MALANG-Kisah seorang guru TK di Malang sungguh menyedihkan. Ia nyaris bunuh diri karena selalu diteror oleh aplikasi pinjaman online (Pinjol) ilegal.

Bu Guru berinisial S ini terjerat utang biaya kuliah di 24 aplikasi pinjol. 19 di antaranya adalah pinjol ilegal.

Saat ini memang banyak bermunculan aplikasi pinjaman online atau fintech peer to peer (P2P) lending ilegal.

Banyak masyarakat yang terjerembab ke pihak penyelenggara pinjol abal-abal.

Akibatnya, banyak masyarakat yang terbebani dengan bunga dan denda yang selangit dari pinjol abal-abal tersebut.

Baca juga: Pengakuan Bu Guru Nyaris Bunuh Diri Akibat Teror 19 Pinjol, Terlilit Utang Biaya Kuliah Rp40 Juta

Oleh sebab itu, sebelum mengajukan pinjaman di aplikasi itu, ada baiknya Anda mengetahui perbedaan dari pinjol ilegal dan legal.

Berikut perbedaan pinjol ilegal dan legal berdasarkan laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK):

1. Regulator/Pengawas

Pinjol ilegal tidak ada regulator khusus yang bertugas mengawasi kegiatannya. Sedangkan yang legal, atau terdaftar di OJK berada dalam pengawasan lembaga tersebu, sehingga sangat memperhatikan aspek pelindungan konsumen.

2. Bunga dan Denda

Pinjol ilegal mengenakan bunga dan denda yang sangat besar dan tidak transparan. Sedangkan pinjol legal diwajibkan memberikan informasi mengenai bunga dan denda maksimal yang dikenakan ke pengguna. AFPI mengatur biaya pinjaman maksimal 0,8 persen per hari dan total seluruh biaya termasuk denda adalah 100 persen dari nilai pokok pinjaman.

3. Kepatuhan Peraturan

Penyelenggara Fintech Lending ilegal melakukan kegiatan tanpa tunduk pada peraturan, baik POJK maupun peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Sementara yang legal, wajib untuk tunduk pada peraturan, baik POJK, maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Pengurus

Tidak ada standar pengalaman apapun yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Fintech Lending Ilegal. Sedangkan yang berizin, direksi dan Komisaris Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK jelas orang-orangnya dan harus memiliki pengalaman minimal 1 tahun di Industri Jasa Keuangan, pada level manajerial.

5. Cara Penagihan

Pinjol ilegal melakukan penagihan dengan cara-cara yang kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum. Sementara yang legal, wajib mengikuti sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh AFPI.

6. Asosiasi Penyelenggara

Fintech Lending ilegal tidak memiliki asosiasi ataupun tidak dapat menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Sedangkan yang legal, wajib menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI.

7. Lokasi Kantor/Domisili

Lokasi kantor pinjol ilegal tidak jelas/ditutupi dan bisa jadi berada di luar negeri untuk menghindari aparat hukum. Sementara yang legal, memiliki alamat kantor yang jelas, disurvei OJK dan dapat dengan mudah ditemui melalui penelusuran di Google. Baca juga: E-commerce hingga Pinjol Bakal Meningkat Pesat di 177 Kota Luar Jabodetabek

8. Status Penyelenggara

Fintech Lending ilegal tentunya berstatus ilegal, dan menjadi target dari Satgas Waspada Investasi (SWI) bersama Kominfo, Google Indonesia, dan Direktorat Cybercrime Polri. Sedangkan yang legal, tentunya berstatus legal sesuai dengan POJK 77/POJK.01/2016.

9. Syarat Pinjam Meminjam

Pinjaman pada Pinjol ilegal cenderung sangat mudah, tanpa menanyakan keperluan pinjaman. Sementara yang legal perlu mengetahui tujuan pinjaman serta membutuhkan dokumen-dokumen untuk melakukan credit scoring.

10. Pengaduan konsumen

Fintech Lending ilegal tidak menanggapi pengaduan pengguna dengan baik. Sedangkan yang legal, menyediakan sarana pengaduan pengguna dan wajib menindaklanjuti pengaduan, serta melaporkan tidak lanjutnya kepada OJK. Selain itu, pengguna juga dapat menyampaikan pengaduan melalui AFPI, dan OJK. Selain itu, dalam hal terjadi sengketa, pengguna juga dapat difasilitasi oleh OJK maupun lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

11. Kompetensi

Pengelola Pinjol ilegal tidak mewajibkan pelatihan atau sertifikasi apapun. Sementara yang legal, direksi, komisaris dan pemegang saham wajib mengikuti sertifikasi yang diadakan oleh AFPI untuk menyamakan pemahaman dalam mengelola bisnis Fintech Lending.

12. Akses Data Pribadi

Aplikasi Fintech Lending ilegal akan meminta akses kepada seluruh pribadi yang ada di dalam handphone pengguna yang kemudian disalahgunakan untuk melakukan penagihan. Sedangkan yang legal, hanya diizinkan mengakses Camera, Microphone, dan Location (CEMILAN) pada handphone pengguna.

13. Resiko bagi Lender

Lender pada penyelenggara Fintech Lending ilegal memiliki risiko yang sangat tinggi, terutama risiko penyalahgunaan dana, pengembalian pinjaman yang tidak sesuai, dan/atau berpotensi praktik shadow banking dan ponzi scheme. Sementara yang legal, lalu lintas dana dilakukan melalui sistem perbankan dan segala manfaat ekonomi maupun biaya yang dikenakan kepada Lender dinyatakan secara jelas dalam perjanjian.

14. Keamanan Nasional

Pinjol ilegal tidak patuh pada aturan menempatkan data pengguna di Indonesia dan tidak memiliki Pusat Pemulihan Bencana pada saat terjadi gangguan terhadap sistem elektronik. Sedangkan yang legal, wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Republik Indonesia.

Artikel ini telah tayang di kontan

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved