Kumpulan Puisi
Puisi Karya Taufik Ismail Tentang Perjuangan Palestina yang Sedih dan Menyayat Hati
Salah satu sastrawan tanah air yang juga menuliskan karya sebagai bentuk protes dan keprihatinan dari komflik Israel Palestina ini adalah Taufik Ismai
Penulis: Novaldi Hibaturrahman | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Konflik antara Israel dan Palestina belum ada ada tanda-tanda akan mengarah menuju perdamaian. Pertumpahan darah selalu terjadi di tanah suci bagi tiga agama samawi ini.
Terbaru, tensi kedua negara itu kembali memanas dalam beberapa hari terakhir karena dipicu oleh berbagai sebab.
Baca juga: Hari Ini 26 Warga Palestina Tewas Oleh Serangan Udara Israel, Serangan Paling Mematikan Sepekan Ini
Baca juga: Israel Bombardir Jalur Gaza, Korban Jiwa Melonjak, 137 Warga Palestina Meninggal dan 920 Cedera
Akibatnya, ratusan warga sipil menjadi korban dari konflik Israel-Palestina terbaru ini, termasuk di antaranya adalah puluhan anak-anak.
Banyak masyarakat yang turut prihatin dengan konfilk yang dilatari wilayah dan didasarkan pada kepercayaan masing-masing ini.
Mulai dari pejabat-pejabat negara, hingga masayarakat biasa termasuk para sastrawan mengecam konflik yang yang menewaskan waga sipil dan anak-anak.
Salah satu sastrawan tanah air yang juga menuliskan karya sebagai bentuk protes dan keprihatinan dari komflik Israel Palestina ini adalah Taufik Ismail.
Taufik Ismail masuk dalam daftar Sastrawan angkatan 66, yang masih eksis hingga kini.
Dirinya bahkan membacakan puisi tentang Palestina pada saat Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Keja Sama Islam (KTT OKI) pada tahun 2016 lalu.
Berikut ini puisi Taufik Ismail berjuudl "Palestina Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu" yang dibacakan pada saat KTT OKI Tahun 2016 lalu.
Baca juga: 6 Puisi Karya Widji Thukul Tentang Perjuangan Kaum Buruh, Peringati Hari Buruh Internasional 1 Mei
Baca juga: Daftar Puisi Romantis Untuk Kekasih Tersayang di Malam Minggu
Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi airmataku.
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.