Persentase Kematian Melebihi Nasional, Epidemiolog Unsri Sebut PPKM Mikro di Sumsel Kurang Maksimal

Hasil evaluasi epidemiologi, kasus sembuh dari infeksi Covid-19 di Sumsel tercatat masih di bawah angka nasional yakni 89,19 persen.

Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM/LINDA
Ahli Epidemiologi dari Universitas Sriwijaya Iche Andriani Liberty menyampaikan tentang pelaksanaan PPKM di Sumsel belum maksimal 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di tujuh daerah di Sumsel telah berlangsung sejak 14 hari lalu. 

Hasil evaluasi epidemiologi, kasus sembuh dari infeksi Covid-19 di Sumsel tercatat masih di bawah angka nasional yakni 89,19 persen. Sedangkan angka kesembuhan nasional mencapai 90,8 persen.

Kemudian, persentase kematian di Sumsel pun mencapai 4,80 persen sementara kematian nasional 2,7 persen. Padahal, pada 4 April lalu angka kematian hanya 4,75 persen.

Positivity rate Sumsel yang sebelumnya hanya 28,61 persen saat ini menjadi 29,49 persen. Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur perawatan (BOR) telah mencapai 51 persen padahal sempat di kisaran 30 persen.

Dari evaluasi tim epidemiologi, selama 14 hari PPKM skala mikro diberlakukan hanya berimbas pada penurunan kasus aktif di Sumsel yang lebih rendah dibandingkan nasional. Rinciannya, kasus aktif di Sumsel tercatat 6,005 persen, sedangkan secara nasional 6,5 persen.

Epidemiolog Universitas Sriwijaya, Iche Andriany Liberty, menyebutkan, pada 19 April lalu telah dikeluarkan aturan mengenai PPKM skala mikro dan tujuh daerah di Sumsel kembali masuk daerah perpanjangan PPKM skala mikro.

"Tapi saya belum terima rinciannya. Aturan soal PPKM ini sesuai Instruksi Mendagri Nomor 9 tahun 2021," ujar Iche, Selasa (20/4/2021).

Dia mengatakan, empat indikator yang seharusnya menjadi fokus pada pelaksanaan PPKM skala mikro
seperti kasus aktif, angka kematian, positivity rate, kesembuhan dan tingkat keterisian ruang perawatan (bed occupancy rate) tidak terlaksana dengan baik.

"Peningkatan ini diharapkan karena kasus banyak dicari. PPKM mikro berbasis lingkungan terkecil, ketika ada satu kasus dimaksimalkan tracing dan testing tetapi kenapa malah efek ke positivity rate tinggi?" jelas Iche.

Menurutnya, positivity rate ini tidak sesuai dengan yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar lima persen. Kondisi ini pun disayangkan Iche karena di saat semua upaya sudah dilakukan tetapi tetap pemeriksaan tidak sesuai target.

"Ini tergambar dari positivity rate yang kecenderungannya meningkat," tambah dia.

Menurut Iche, konsep PPKM ini sangat baik dan efektivitasnya diprediksi dapat menghadapi pandemi tetapi pelaksanaannya kurang maksimal.

Penerapan PPKM merupakan perintah langsung Mendagri ke kepala daerah.

Sesuai peraturan Mendagri Nomor 7 tahun 2021, Mendagri memerintahkan gubernur untuk meneruskannya kepada bupati/walikota untuk mengawasi pelaksanaan PPKM di daerah yang telah ditunjuk.

Pengawasan juga harus lebih ketat terlebih saat ini memasuki bulan Ramadan dan aktivitas keagamaan masyarakat boleh dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Pemerintah daerah juga harus bijak menyampaikan informasi mengenai pembatasan yang diberlakukan demi menekan angka penularan kasus.

"Ini harus dievaluasi. Gubernur harus mengevaluasi daerah yang telah ditetapkan sebagai pelaksana daerah PPKM. Harus dievaluasi apakah menyebar ke daerah lainnya harus dievaluasi Palembang dan harus cepat," ujar dia. (SP/ Jati)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved