Dalam Tiga Bulan Ada Tiga Pembunuhan di Ogan Ilir Sumatera Selatan, Apa Analisa Sosialnya?

Polisi dalam kurun waktu tiga bulan atau triwulan pertama tahun ini, telah mengungkap tiga kasus pembunuhan sadis

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Prawira Maulana
TRIBUN SUMSEL/AGUNG DWIPAYANA
Polisi memaparkan tiga tersangka pembunuhan terhadap pedagang kambing di Mapolres Ogan Ilir, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNSUMSEL.COM, INDRALAYA - Polisi dalam kurun waktu tiga bulan atau triwulan pertama tahun ini, telah mengungkap tiga kasus pembunuhan sadis di wilayah hukum Polres Ogan Ilir.

Artinya, sejauh ini rata-rata ada satu kasus pembunuhan terjadi di Ogan Ilir setiap bulannya.

Pembunuhan diantaranya dilakukan oleh orang dekat seperti tetangga dan bahkan keluarga sendiri.

Menyikapi hal ini, pengamat sosial dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, mengatakan, faktor lingkungan dan ekonomi sangat berpengaruh pada gejolak di masyarakat termasuk tindakan kriminal seperti pembunuhan.

"Secara global, faktor-faktor mengapa masyarakat kita sangat mudah tersulut emosi. Diantaranya lingkungan dan ekonomi," kata Idi dihubungi TribunSumsel.com via telepon, Selasa (6/4/2021).

Faktor lingkungan yang dimaksud Idi yakni di mana seseorang yang hidup dalam suatu lingkungan yang keras, maka ia akan cenderung memiliki kebiasaan yang mengarah pada kekerasan.

"Lingkungan ini sangat berpengaruh," ujar Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Raden Fatah ini.

Apa yang disampaikan Idi ini berbanding lurus dengan kasus pembunuhan terhadap seorang pemuda 20 tahun bernama Iqbal di Desa Ulak Aurstanding, Kecamatan Pemulutan Selatan, Ogan Ilir, pada 25 Maret lalu.

Ia tewas ditusuk oleh seorang pria yang menyelipkan pisau di pinggangnya.

Kebiasaan pelaku dan sebagian masyarakat daerah setempat yang biasa menyelipkan pisau di pinggang.

Dan menjadikan senjata tajam sebagai penyelesai masalah di saat tersulut emosi.

Idi juga menyoroti faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat di lingkungan sosial.

"Saat masyarakat mengalami kendala ekonomi, apalagi di masa pandemi saat ini. Mudah tersulut emosi yang berdampak pada konflik-konflik termasuk pembunuhan," jelas Idi.

Pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Sumsel periode menegaskan, konflik di lingkungan masyarakat ini terjadi secara global, bukan hanya di satu titik dan tempat-tempat tertentu saja.

"Bukan hanya di desa, daerah pinggiran. Inilah fenomena sosial yang terjadi secara global, artinya umum. Ketika orang ekonominya sedang turun, maka potensi konflik itu, makin besar," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved