Ditengah Wacana Impor Beras, Bulog Drive Sumsel-Babel Janjikan Serap 85 Ribu Ton Beras

Kepala Divisi Regional (Divre) Bulog Sumsel- Babel Ali Ahmad menyatakan, pihaknya siap menyerap beras petani mencapai 85 Ribu Ton.

TRIBUNSUMSEL.COM/ARIEF
Kepala Divisi Regional (Divre) Bulog Sumsel- Babel Ali Ahmad menyatakan siap menyerap beras petani hingga akhir tahun 2021 sekitar 85 ribu ton. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Kepala Divisi Regional (Divre) Bulog Sumsel- Babel Ali Ahmad menyatakan, pihaknya siap menyerap beras petani hingga akhir tahun 2021 sekitar 85 ribu ton.

Kabar gembira bagi petani ini, disampaikan Ali menyikapi kegusaran petani di Sumsel yang  sedang dalam panen raya, sehingga ada kekhawatiran harga gabah menjadi anjlok.

"Pada tahun 2020 penyerapan beras kita mencapai 65 ribu ton dan  pada tahun tahun 2021 ini,  diprediksi  bisa mencapai 85 ribu ton, lebih besar dibandingkan tahun kemarin,"kata Ali Ahmad, Kamis (25/3/2021).

Ali mengaku, saat ini Bulog telah menyerap beras petani di Sumsel mencapai 12 ribu ton dan perhari mencapai 700 ton.

"Artinya pertriwulan bisa mencapai 45 ribu ton, sesuai dengan musim panen, triwulan pertama dan kedua," ujarnya.

Baca juga: Sumsel Tolak Impor Beras, Partai Demokrat Apresiasi Kadernya Suara Lantang

Dengan tingginya serapan beras dari petani yang diprediksi bakal surplus, maka stok beras ia pastikan aman hingga 6 bulan kedepan dan bisa mencapai hingga 1 tahun lebih kedepan.

"Karena surplus, otomatis stok kita cukup untuk satu tahun kedepan bahkan lebih,"ujarnya.

Saat ini pihaknya sudah menyerap gabah dari petani dari kabupaten OKI, OI, Banyuasin dan Muba dan untuk OKU Raya sudah ditingkat penggilingan dan sudah masuk ke gudang OKU.

"Tentu untuk menyerap gabah dan beras petani sesuai dengan Permendagri, sehingga kualitas tetap diutamakan,"ungkapnya.

Dijelaskan dia, dalam penyerapan gabah dan beras tetap mengutamakan dari segi pupuk, beni dan irigasi, jika itu sesuai dengan standar yang ditetapkan maka kualitas beras baik.

"Harga gabah itu disesuaikan dengan kualitasnya, jika kualitas baik maka akan kita serap, harga memang disesuaikan dengan kualitas hulu dan hilir," tukasnya, seraya untuk menunjang itu petani perlu bimbingan dan dukungan dari Pemda.

Ditempat terpisah, wacana impor beras yang dilakukan Kementerian Perdagangan RI mendapat penolakan sejumlah pihak, termasuk di Sumsel yang melakukan penolakan, baik dari petani, legislatif hingga eksekutif.

Baca juga: Sumsel Tidak Perlu Impor Beras, Karena Surplus Beras

Partai Demokrat Sumsel sendiri, mengapresiasi sejumlah anggota fraksi Demokrat yang ada di DPRD Sumsel, yang selama ini bersuara lantang melakukan penolakan tersebut, karena akan merugikan para petani.

"Mengenai impor beras yang akan terjadi Sumsel, saya sangat mengapresiasi sekali (penolakan), sebagai salah satu unsur pimpinan partai Demokrat di Sumsel dan angkat bicaranya anggota fraksi partai Demokrat dalam hal ini Azmi Sofix selaku yang konsen masalah ini dan duduk dibidang pertanian yang telah menyuarakan penolakan," ungkap wakil ketua DPD Partai Demokrat Sumsel Firdaus Hasbullah.

Ia pun berharap, rekan- rekan yang lain (anggota DPRD) ikut bersuara, mengingat Gubernur Sumsel Herman Deru pun sudah angkat bicara, menolak impor beras di Sumsel.

"Kenapa (harus ditolak impor beras) karena provinsi Sumsel ini cukup untuk cadangan dan kebutuhan beras bagi masyarakat, yang jumlahnya sangat besar sekali," capnya.

Diterangkan Firdaus, ketika impor beras terjadi, hal itu akan mengakibatklan petani- petani di Sumsel menjadi sengsara, karena harga gabahnya anjlok. 

"Maka, untuk itu sekali lagi dari partai Demokrat sesuai tagline kami Demokrat berkoalisi dengan rakyat, tentu akan terus mendorong ini (tolak impor beras) agar tidak terjadi impor beras khususnya di Sumsel," tuturnya.

Sementara pengamat kebijakan publik Sumsel Safran mengkapkan, jika kebijakan impor beras oleh pemerintah itu akan merugikan rakyat khususnya para petani, mengingat Indonesia sebagai bangsa agraris yang pasti selama ini pertanian jadi komoditas unggulan.

"Jadi kalau bangsa agraris segoygyanya para petani itu hidup makmu, jadi ada apa kebijakan negara ini. Saya tidak melihat negara hadir untuk rakyatnya, dan setiap panen rakyat tidak terjadi cita- cita petani, tetapi jadi jerit tangis petani," ucap Safran.

Baca juga: Wacana Impor Beras 1 Juta Ton Saat Panen Raya di OKU Timur Bikin Petani Menjerit

Ditambahkan Safran, ia melihat masalah ini, disinyalir ada pihak- pihak atau mafia yang bermain dibelakang layar, dengan menggunakan kebijakan- kebijakan pemerintah untuk mencari keuntungan dan mengorbankan rakyat.

"Saya rasa juga, tidak mungkin mereka (mafia) bisa bermain dengan pihak pemerintah, jadi pemerintah baik pusat dan daerah harus membahami sebagai negara agraris dan maritim seperti Indonesia. Harusnya masyarakat khususnya petani dan nelayan yang paling menikmati keberadaan di Indonesia, tapi justru mereka paling termarginal dari segala sisi, mulai dari akses informasi, kehidupan sehari- hari dan sebagainya," tandasnya.

Dilanjutkan Safran, jika ingin menjadikan negara ini baik dan meningkatkan perataan ekonomi secara baik dan negara jadi baik, masyarakat yang selama ini menjadi jualan politik petani dan nelayan bisa diangkat harkatnya, jangan mengikuti segelintir kemauan mafia beras ini.

"Kita lihat saat zaman Orde Baru tentang sentralisasi penyaluran sembako oleh Bulog, itu harusnya dikembalikan saat ini. Kan Bulog ini sekarang dipangkas habis pasca reformasi, meski ada beberapa kasus namun tidak signifikan, tapi jika kita berbicara terkait nasib petani dan nelayan Indonesia tidak masalah. Tapi sekarang coba lihat, justru petani semakin sengsasara," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved