Ditengah Wacana Impor Beras, Bulog Drive Sumsel-Babel Janjikan Serap 85 Ribu Ton Beras
Kepala Divisi Regional (Divre) Bulog Sumsel- Babel Ali Ahmad menyatakan, pihaknya siap menyerap beras petani mencapai 85 Ribu Ton.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Yohanes Tri Nugroho
"Kenapa (harus ditolak impor beras) karena provinsi Sumsel ini cukup untuk cadangan dan kebutuhan beras bagi masyarakat, yang jumlahnya sangat besar sekali," capnya.
Diterangkan Firdaus, ketika impor beras terjadi, hal itu akan mengakibatklan petani- petani di Sumsel menjadi sengsara, karena harga gabahnya anjlok.
"Maka, untuk itu sekali lagi dari partai Demokrat sesuai tagline kami Demokrat berkoalisi dengan rakyat, tentu akan terus mendorong ini (tolak impor beras) agar tidak terjadi impor beras khususnya di Sumsel," tuturnya.
Sementara pengamat kebijakan publik Sumsel Safran mengkapkan, jika kebijakan impor beras oleh pemerintah itu akan merugikan rakyat khususnya para petani, mengingat Indonesia sebagai bangsa agraris yang pasti selama ini pertanian jadi komoditas unggulan.
"Jadi kalau bangsa agraris segoygyanya para petani itu hidup makmu, jadi ada apa kebijakan negara ini. Saya tidak melihat negara hadir untuk rakyatnya, dan setiap panen rakyat tidak terjadi cita- cita petani, tetapi jadi jerit tangis petani," ucap Safran.
Baca juga: Wacana Impor Beras 1 Juta Ton Saat Panen Raya di OKU Timur Bikin Petani Menjerit
Ditambahkan Safran, ia melihat masalah ini, disinyalir ada pihak- pihak atau mafia yang bermain dibelakang layar, dengan menggunakan kebijakan- kebijakan pemerintah untuk mencari keuntungan dan mengorbankan rakyat.
"Saya rasa juga, tidak mungkin mereka (mafia) bisa bermain dengan pihak pemerintah, jadi pemerintah baik pusat dan daerah harus membahami sebagai negara agraris dan maritim seperti Indonesia. Harusnya masyarakat khususnya petani dan nelayan yang paling menikmati keberadaan di Indonesia, tapi justru mereka paling termarginal dari segala sisi, mulai dari akses informasi, kehidupan sehari- hari dan sebagainya," tandasnya.
Dilanjutkan Safran, jika ingin menjadikan negara ini baik dan meningkatkan perataan ekonomi secara baik dan negara jadi baik, masyarakat yang selama ini menjadi jualan politik petani dan nelayan bisa diangkat harkatnya, jangan mengikuti segelintir kemauan mafia beras ini.
"Kita lihat saat zaman Orde Baru tentang sentralisasi penyaluran sembako oleh Bulog, itu harusnya dikembalikan saat ini. Kan Bulog ini sekarang dipangkas habis pasca reformasi, meski ada beberapa kasus namun tidak signifikan, tapi jika kita berbicara terkait nasib petani dan nelayan Indonesia tidak masalah. Tapi sekarang coba lihat, justru petani semakin sengsasara," pungkasnya.