PDIP Angkat Bicara Usai Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di OTT KPK, Dibandingkan Ahok dan Jokowi
PDIP Angkat Bicara Usai Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di OTT KPK, Dibandingkan Ahok dan Jokowi
Mengibaratkan parpol layaknya terminal, Deddy menegaskan para pejabat publik yang sudah keluar dari terminal tidak bisa dipantau terus menerus oleh pihak terminal.
"Jadi tidak serta merta bisa disalahkan kepada partai politik," kata Deddy.
Deddy juga mengungkit partai koalisi yang mengusung Nurdin pada saat itu memiliki komitmen yang sungguh-sungguh.
"Tetapi ini bukan hanya persoalan individu, bukan hanya persoalan partai politik," ujarnya.
"Ini persoalan bangsa," pungkas Deddy.
Baca juga: Viral Nurdin Halid Goyang Tik Tok Disebut Karena Penangkapan Gubernur Sulsel, Akhirnya Angkat Bicara
Baca juga: Sosok Artidjo Alkostar Dewas KPK yang Meninggal Dunia, Algojo Para Koruptor, Tak Segan Hukum Berat
Baca juga: Gubernur Nurdin Abdullah Bawa-bawa Nama Allah, Ngaku Tak Korupsi Namun Tiba-tiba Ditangkap KPK
Ongkos Politik Tinggi
Pada segmen sebelumnya, Deddy mengatakan, kasus-kasus serupa seperti Nurdin akan terus terjadi karena beberapa faktor.
Satu di antaranya adalah sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.
Deddy juga menyampaikan, kejadian operasi tangkap tangan (OTT) tidak akan menghentikan orang lain melakukan tindak pidana korupsi.
"Kejadian seperti ini akan terus terjadi, tidak akan berhenti," ujar dia.
Pertama, ia menyoroti soal sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.
"Sistem politik kita yang sangat liberal seperti sekarang ini memang high cost political system," kata Deddy.
Deddy mencontohkan calon kepala daerah yang mengandalkan popularitas saja tidak cukup jika melawan calon kepala daerah yang bermain menggunakan money politic.
"Karena orang populer juga bisa kalah dengan orang berduit," kata dia.
Selanjutnya Deddy menyoroti soal kegiatan pemilu serentak yang membuat persoalan semakin rumit hingga adanya money politic dipastikan sangat tinggi.