Giliran Pengrajin Tempe Lubuklinggau Mogok Produksi, Pedagang Gorengan Tidak Jual Tahu dan Tempe
Penjual gorengan di Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan (Sumsel) mulai hari ini tidak menyediakan menu favorit
Penulis: Eko Hepronis | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, LUBUKLINGGAU - Penjual gorengan di Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan (Sumsel) mulai hari ini tidak menyediakan menu favorit tahu dan tempe sampai dua hari kedepan.
Ida pegawai warung gorengan Tysa dan Syifa di Kelurahan Majapahit, Kecatamatan Lubuklinggau Timur I mengatakan tidak menjual tahu dan tempe karena tidak tersedia di pasar.
"Tadi pagi ke pasar tapi tidak ada jualan tempe dengan tahu, pedagangnya memang tidak jualan sama sekali," ungkapnya pada wartawan, Senin (15/2/2021).
Ida mengungkapkan, terakhir ia menjual tempe goreng pada Minggu (14/2) kemarin stok hasil belanja sehari sebelumnya.
"Kemaren masih ada jual tempe stok hasil belanja kemarin, hari ini hanya jualan risoles, pisang goreng, dan pempek, untuk tempe dengan tahu kosong," ujarnya.
Ida menuturkan, baru sehari tidak berjualan tempe banyak pembeli yang bertanya-tanya, maklum saja tempe goreng di warung miliknya merupakan produk paporit yang banyak dibeli pelanggan.
"Disini tempe termasuk paporit, sejak bukak banyak pelanggan bertanya gak jualan tempe ya, berapa pun kami goreng selalu habis," ungkapnya.
Ida mengatakan, dalam sehari warung tempatnya bekerja bisa menjual sekitar 100 potong gorengan dari bahan tahu dan tempe.
Lanjutnya, menghilangnya tahu dan tempe ini imbas mogoknya para pengusaha tahu dan tempe di Kota Lubuklinggau.
"Informasinya kosongnya tahu dan tempe ini karena para pengrajin sedang mogok jualan imbas naiknya harga kedelai di pasaran," ujarnya.
Sebelumnya, puluhan perajin tahu tempe di Kota Lubuklinggau Sumatra Selatan (Sumsel) menggelar kesepakatan melakukan mogok produksi terhitung tanggal 15 - 16 Februari 2021 mendatang.
Rosichin Darmo, perajin tahu mengatakan mogok produksi tersebut untuk menyikapi naiknya kacang kedelai sejak beberapa bulan terakhir ini yang mulai tak menentu.
"Ini bentuk protes kita dalam menyikapi adanya kenaikkan harga kacang kedelai akhir-akhir ini," ujar Rosichin saat ditemui wartawan beberapa waktu lalu.
Rosichin mengaku saat harga kedelai di kota ini masih Rp.7.800 per kilo saat itu para pengrajin masih bisa bertahan meski keuntungan yang dihasilkan tidak begitu besar.
Namun saat ini para pengrajin terasa sangat sulit karena harga kedelai sudah mencapai Rp.10.100 per kilo. Kenaikan harga kedelai ini jelas dampaknya sangat dirasakan, sebab jangan untung balik modal pun tidak.
"Kenaikan mencapai 22 persen, setelah mogok produksi nanti, Rabu( 17/02/2021) mendatang kita akan produksi kembali seperti semula, hanya saja kita berupaya akan menaikkan harga dipasaran," ungkapnya.
Rosichin mengatakan 53 perajin perajin tahu dan tempe di Kota Lubuklinggau telah sepakat dan akan konsisten untuk menghentikan produksi selama dua hari, bila ketahuan produksi akan diberikan sanksinya.
"Semua perajin tahu tempe telah sepakat semuanya harus ikut melakukan mogok produksi, nanti kita akan melakukan pengecekan langsung dilapangan" ujarnya.
Setelah mogok produksi mereka juga telah sepakat akan melakukan penaikan harga dipasaran, semua perajin tahu tempe melakukan penjualan dengan harga yang sama tanpa ada perbedaan.
"Pada tahun 2008, pernah juga mengalami hal yang sama yakni kenaikan harga kedelai, namun keluhan perajin tahu tempe saat itu cepat direspon pemerintah " tambahnya. (Joy)