Syekh Ali Jaber Tutup Usia, Kisahnya yang Pernah Ditusuk dan Memaafkan Pelaku : Jaga Diri Di Sana
"Saudara Alfin, perbaikan salatnya dan perbaiki hubungan dengan Allah. Insya Allah hidupmu akan lebih baik dan bahagia," imbuh Syekh Ali Jaber.
TRIBUNSUMSEL.COM - Syekh Ali Jaber tutup usia, Kamis (14/1/2021) pagi.
Syekh Ali Jaber dikabarkan meninggal dunia di RS Yarsi Jakarta.
Ketua Yayasan Syekh Ali Jaber, Habib Abdurrahman, yang dikonfirmasi media membenarkan hal tersebut.
Syekh Ali Jaber sebelumnya menjalani perawatan intensif setelah dinyatakan positif Covid-19.
Sebelumya, kondisinya sempat dikabarkan membaik beberapa waktu lalu.
Pernah Ditusuk
Syekh Ali Jaber sebelumnya mengalami peristiwa yang mengerikan.
Syekh Ali Jaber pernah mengalami penusukan saat berdakwah hingga akhirnya sang penusuk mendekam di balik jeruji besi.
Di sidang di PN Tanjungkarang yang digelar Kamis (26/11/2020), sidang berlangsung haru saat agenda sidang pelaku penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, Alpin Andrian.
Alpin meminta maaf kepada Syekh Ali Jaber.
Pelaku memanfaatkan momen sidang untuk meminta maaf secara langsung kepada Syekh Ali Jaber.
Alpin Andrian menikam Syekh Ali Jaber saat memberikan tausiyah di Masjid Falahuddin, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
"Momen ini ditunggu Saudara Alpin untuk meminta permohonan meminta maaf kepada Syekh Ali Jaber. Jadi saya persilakan Alpin untuk mengucapkan permohonan maaf," ungkap penasihat hukum Ardiansyah.

Menjalani sidang dari Mapolresta Bandar Lampung, Alpin kemudian meminta maaf secara langsung kepada Syekh Ali Jaber.
"Buat Pak Syekh Ali Jaber, saya minta maaf sebesar-besarnya atas perbuatan yang saya lakukan," kata Alpin terbata-bata.
Dari layar komputer, Syekh Ali Jaber tidak langsung menjawabnya.
Ia malah menanyakan keadaan Alpin.
"Kamu baik-baik saja di sana?" tanya Syekh Ali Jaber yang menghadiri sidang telekonferensi dari Jakarta.
"Baik-baik, Syekh," jawab Alpin.
"Jaga diri di sana. Saya sudah sampaikan dari awal di hadapan keluarga dan jamaah, saya maafkan dunia akhirat," ucap Syekh Ali Jaber.

Tidak hanya itu, Syekh Ali Jaber juga berpesan dengan kepada Alpin untuk lebih rajin beribadah.
"Saudara Alfin, perbaikan salatnya dan perbaiki hubungan dengan Allah. Insya Allah hidupmu akan lebih baik dan bahagia," imbuh Syekh Ali Jaber.
Kisah saksi penikaman
Temani anaknya di atas panggung, Rosmiati kaget terdakwa Alpin Andrian (24) datang membawa senjata tajam.
Rosmiati menjadi saksi dalam sidang perkara penusukan Syekh Ali Jaber di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (26/11/2020).
Rosmiati menuturkan, saat kejadian ada acara wisuda hafiz sekaligus safari dakwah Syekh Ali Jaber.
"Syekhnya manggil anak saya tes bacaannya. Terus saat itu dia (Syekh Ali Jaber) menawarkan foto, dan HP saya itu penuh memorinya. Lalu pinjam handphone. Terus datang dia (terdakwa). Saya pikir dia (terdakwa) menawarkan HP," terangnya.
Rosmiati mengaku peristiwa penikaman terjadi begitu cepat.
Ia bahkan tidak tahu jika terdakwa membawa pisau.
"Saya tidak melihat (terdakwa) bawa itu (pisau). Saya tahunya pisau itu sudah ada di tangan Syekh, pisau di sebelah kanan. Saya posisi sebelah kiri, anak saya juga," bebernya.
Setelah kejadian penikaman, Rosmiati mengatakan terdakwa langsung dipukuli oleh jamaah yang hadir.
"Dan kemudian terdakwa diamankan. Saya baru tahu jika dia (terdakwa) tinggal di area situ juga," tandasnya.
Alpin Pernah Kagumi Syekh Ali Jaber
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan berkesempatan berbincang dengan sosok tersangka kasus penusukan Syekh Ali Jaber, Alpin Adrian.
Ken berbincang panjang lebar dengan Alpin.
Menurut Ken, Alpin berbicara dengan lancar.
"Ada motif yang mungkin belum di-sharing ke media," tutur Ken kepada Tribunnews.com, Selasa (22/9/2020).
Ken dalam perbincangan bersama Alpin, sempat menanyakan bagaimana akhirnya Alpin bisa berpikiran untuk melakukan penusukan terhadap Syekh Ali Jaber.
"Padahal jauh sebelum terkenal, Alpin itu sosok yang mengagumi Ali Jaber," tuturnya.
Alpin ternyata kerap menonton tayangan-tayangan yang menghadirkan sosok Syekh Ali Jaber.
"Dia sempat menonton tayangan-tayangan Ali Jaber, sebelum tenar," sambung Ken.
Alpin memiliki kebencian, karena terpengaruh media sosial.
Lalu, kerap ke warnet dan menonton tayangan-tayangan mengenai timur tengah.
Terutama yang menyudutkan timur tengah.
"Ditambah Dia (Alpin) latar belakang keluarga broken home, keluarganya pisah, akhirnya dia nonton di warnet. Di situ dia ketemu seseorang yang memberikan informasi tentang tayangan-tayangan timur tengah," imbuh Ken.
Hingga Alpin memiliki kebencian yang begitu mendalam segala hal yang terkait timur tengah.
Kesukaan terhadap kepada Syekh Ali Jaber, berubah menjadi kebencian.
"Dia mulai berpikir, oh ternyata orang timur tengah jahat-jahat, sadis-sadis. Karena dia secara agama tidak kuat. Dari tadinya menyukai akhirnya kayak takut, 'Ngeri sekali berarti orang timur tengah'," imbuh Ken.
Ken mengatakan Alpin berbicara cukup lancar.
Tak ada tanda-tanda tidak waras.
Sebab, masih menjawab pertanyaan sesuai konteks pembahasan.
"Dan tadi aku tanya, kamu kok pegang pisaunya bagus banget kayak orang terlatih. Dia mengakui pernah belajar pencak silat," kata Ken.
Ken berpandangan, sosok Alpin seperti tertekan.
Ditambah kedua orang tuanya telah bercerai. Ken yang telah berpengalaman berbincang dengan kelompok radikal ini, melihat sosok Alpin tidak berafiliasi dengan kelompok radikal manapun.
"Dia masalah keluarga, ekonomi tidak mampu, secara agama dia Salat saja tidak bisa. Jadi kalau saya melihat ini lone wolf, dia melakukan sendiri, tunggal, tidak berafiliasi dengan kelompok manapun. Karena tayangan-tayangan dia akhirnya dari suka, menjadi tidak suka," tutur Ken.
Alpin terpengaruh di media sosial. Terprovokasi di media sosial bahwa Pemerintah Indonesia tidak adil, kemudian banyak koruptor dibiarkan.
Ditambah tekanan karena orang tua yang berpisah. Kemudian terpengaruh dengan tayangan-tayangan yang menyudutkan timur tengah.
"Dia korban di internet, latar belakangnya adalah keluarga yang tidak harmonis. Dia bukan gila, tapi dia orang yang psikopat. Dia menyendiri, dia punya dunianya sendiri, punya pemikiran yang berbeda dengan umumnya. Sehingga dia melakukan hal-hal di luar nalar," ucap Ken.
Ken mengatakan Alpin berasal dari keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan.
Ibunya kerja sebagai Tenaga Kerja Wanita di Hongkong.
Sementara Alpin sendiri belum berkeluarga.
"Dia tinggal di rumah sempit, satu rumah dihuni banyak keluarga. Kadang-kadang temperamen, marah, anak broken home.
Punya waktu sela, dia punya duit ke warnet, main medsos, main game.
Dan di situ dia ketemu seseorang.
Siapa orang yang menunjukan, katanya dia tidak kenal, cuma ngasih lihat sesekali, terus tertarik sendiri," kata dia.
Ken melihat Alpin sebagai korban internet.
Melihat tayangan-tayangan timur tengah tanpa mengetahui akar permasalahan.
Terpengaruh dengan tayangan-tayangan ISIS.
"Perhatian bagi masyarakat umum, jangan tonton tayangan-tayangan yang sebenarnya kita tidak memahami sendiri. Kita bisa terpapar. Walaupun kita tidak berafiliasi dengan kelompok manapun," ujar Ken. (tribun network/denis).
dan