Fraksi PDI Perjuangan Sumsel Tegaskan Soal Vaksin Covid-19: Tidak Boleh Dikomersilkan
Viralnya pernyataan anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Ribka Ciptaning di media sosial, yang enggan divaksin Covid-19
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Viralnya pernyataan anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Ribka Ciptaning di media sosial, yang enggan divaksin Covid-19 dan rela membayar denda, ditanggapi fraksi PDI Perjuangan di DPRD Sumsel.
Menurut ketua fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumsel Susanto Ajis, apa yang disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto sebelumnya sudah sangat tepat, dan ia berharap praktek di lapangan tidak ada kesalahan, karena ini harus ada sosialisasi sehingga informasi yang diterima masyarakat tidak simpang siur
"Kenapa informasi itu harus tepat, kalau tidak tepat, bisa menimbulkan keraguan bagi masyarakat, dan menimbulkan dampak psikologis masyarakat yang hendak melakukan atau menjadi objek vaksinasi covid-19. Sehingga harus ada komunikasi," ucapnya, Kamis (14/1/2021).
Selain itu ketua Komisi V yang membidangan soal kesehatan, pendidakan dan Kesra ini, sepakat vaksin tersebut harus diberikan swcara gratis, tetapi gratis tidak mengurangi kualitas, khususnya bagi masyarakat miskin.
"Jadi, siapapun itu orangnya pelayananannya harus sama. Yang tidak kalah pentingnya untuk tidak ada komersilisasi, artinya vaksin itu bentuk hadirnya pemerintah ditengah kesulitan dan kecemasan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami pandemi Covid-19;" ungkapnya, seraya Jadi ia mempertegas pernyataan Sekjen itu sebagai pengurus partai, DPRD dan fraksi PDIP Sumsel.
Dilanjutkan Susanto, penting juga soal objek vaksinisasi itu harus jelas, yang tidak terlepas dari data. Sebab, apabila ini tidak diawasi secara berjenjang dari tingkatan atas hingga bawah, akan ada kekhawatiran saat praktek dilapangan, dimana pemerintah pusat dengan tangannya (kekuasaan) mengawasi, pemerintah provinsi dan pemkab/ Pemkot dengan instrumennya mengawasi, sehingga dengan target vaksinaisasi menyeluruh tercapai.
"Seluruh instrumenya yang ada, wajib mengawasi soal ini termasuk DPRD Sumsel, jadi bukan hanya pelayanan tapi komunikasi dengan masyarakat juga dilakukan, sebab ini tidak boleh dikomersilkan," capnya.
Sementara Bendahara DPD PDI Perjuangan Sumsel mengaku, tidak setuju dengan pilihan diksi vulgar yang digunakan oleh Ribka Tjiptaning, dalam RDP dengan mitra Komisi 9 DPR RI.
"Tetapi kalau kita mau jernih memahami substansi yang diangkat, sebenarnya sangat mendasar dan penting. Menurut saya ada poin- poin penting dari pernyataan mbak Ning yang disampaikan dalam rapat tersebut," jelas Yudha.
Beberapa poin itu diterangkan mantan anggota DPRD Sumsel ini, yaitu jangan main- main dengan nyawa rakyat. Pastikan bahwa vaksin itu aman, sebab banyak kejadian vaksin berakibat fatal, dan selama ini masih banyak polemik soal efifasi dan dampak dari masing- masing vaksin yang muncul di publik.
"Jangan sampai vaksinasi menjadi ajang bisnis seperti test covid, kalau hasil cepat maka bayar lebih mahal seperti test swab PCR dan Rapid Test kemarin," tuturnya.
Kemudian, kalau semua vaksin gratis apakah semua rakyat mendapat vaksin yabg sama sebab harga vaksin dan tingkat kepercayaan tergadap merk vaksin berbeda-beda.
"Apakah rakyat disuntik sinovac yang murah, sementara yang lain dapat yang mahal seperti Pfizer. Jangan sampai ada diskriminasi sebab harga vaksin bervariasi dari Rp. 116.000 - Rp. 2.000.000, sehingga ini soal keadilan," ujarnya.
Lalu, jika ada yang tidak mau divaksin dan memilih membayar denda adalah “jika belum yakin vaksin itu aman”. Intinya, kalau rakyat mau divaksin maka tidak perlu terburu- buru, apalagi menurut berbagai media, efifasi vaksin Sinovac itu di angka 60,5% dan belum menyelesaikan uji klinis tahap 3. Sehingga, sebaiknya dipastikan dulu, kalau tidak jangan dipaksakan rakyat divaksin.
" Jangan ada yang mengambil untung dari proses vaksinisasi massal. Dan negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat karena pengadaan vaksin dengan uang rakyat. Sudah banyak terbukti bahwa situasi seperti ini selalu dimanfaatkan para pemburu rente," tambahnya.