Malu dan Menyesal Pernah Jadi Pengemis Kakek Tua ini Pilih Hidupi 9 Anaknya Sebagai Pedagang Asongan

Malu dan Menyesal Pernah Jadi Pengemis Kakek Tua ini Pilih Hidupi 9 Anaknya Sebagai Pedagang Asongan

Editor: Slamet Teguh
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Sugeng, pedagang asongan di lampu merah Pangkalan Jati, Makasar, Jakarta Timur, Senin (21/12/2020). 

Kedua mata yang mengalami katarak, membuatnya kesulitan mencari pekerjaan dan akhirnya ia memutuskan menjadi pengemis.

"Saya di situ enggak bisa lihat. Kemudian saya mikir mau kasih apa untuk keluarga. Masih cari nafkah juga kan. Akhirnya kepikiran jadi pengemis," jelasnya.

Hanya diketahui beberapa anak, ia tetap mencari nafkah dengan mengemis dan berharap belas kasih dari orang yang ditemuinya di jalan.

Sekira lima bulan lamanya, ia menjadi pengemis.

"Jadi pengemis enggak lama, sekitar 5 bulan. Itu ada anak yang tahu dan tidak. Karena himpitan ekonomi jadi ya sudah diteruskan saja," jelasnya.

Singkat cerita, Sugeng mulai merasa malu dan menyesal.

Ketika berangkat dari rumah, suara hati dan langkahnya bertolak belakang.

"Udahan enggak ya? Udahan ngga ya?," ujarnya suara hatinya.

Alhasil ia memutuskan untuk berhenti dan menyesali pernah menjadi pengemis.

"Malu dan menyesal pernah menjadi pengemis," ujarnya berulang kali.

"Saya merasa kalau pengemis itu seolah-olah kayak orang malas. Akhirnya pelan-pelan saya kumpulkan uang ebih dulu untuk jualan asongan seperti ini. Alhamdulillah anak-anak juga pada bantu buat modal," jelasnya.

Jualan asongan

Menyesali perbuatannya yang menjadi pengemis, Sugeng berhasil mencari pekerjaan yang lebih baik.

Meski penghasilannya tak menentu, ia mengaku senang dan bahagia.

"Saya lebih bahagia jualan asongan di lampu merah Pangkalan Jati ini. Biarpun sehari cuma Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu, saya enggak terbebani lagi. Sebab jadi pengemis juga sama penghasilannya," jelasnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved