Teriak 'Anakku', Ibu Pingsan Sebelum Anak Dituntut Hukuman Mati karena Bawa Sabu 119 Kg: Dia Disuruh
Perempuan berusia setengah abad lebih ini pingsan sebelum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Timur membacakan tuntutan terhadap tiga terdakwa kasus
Laporan Seni Hendri | Aceh Timur
TRIBUNSUMSEL.COM - Ibu pingsan jelang anaknya dituntut hukuman mati.
Diketahui anaknya adalah satu dari 3 terdakwa kasus sabu-sabu 119 kilogram dituntut hukuman mati.
Sang ibu pun tiba-tiba pingsan di ruang sidang bahkan sebelum anaknya dituntut hukuman mati.
Marliyah (55) tiba-tiba pingsan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Idi Aceh Timur, Rabu (16/12/2020).
Perempuan berusia setengah abad lebih ini pingsan sebelum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Timur membacakan tuntutan terhadap tiga terdakwa kasus sabu-sabu 119 kilogram.
Baca juga: Munarman Sebut Rizieq Shihab Dikuntit Bahkan Pakai Sebuah Drone, Ungkap Ciri Pihak yang Menguntit
Salah satu terdakwa dalam kasus ini adalah Irfan bin Asnawi (24) yang merupakan anak kandung dari Marliyah.
Irfan adalah warga Kecamatan Peureulak Aceh Timur. Begitu juga satu terdakwa lainnya, Sayuti bin Abubakar Muhammad (26), juga warga salah satu gampong di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur.
Sedangkan satu terdakwa lagi, Usman AR bin Abdurrahman (47), warga salah satu gampong di Kecamatan Syamtarila Aron, Aceh Utara.
Awalnya saat duduk di bangku pengunjung sebelum sidang dimulai, Marliyah tampak menangis berlinang air mata, meski ia ditenangkan oleh anak gadisnya Neha dan pengacara terdakwa, Emma Fiana SH.
Baca juga: Pengakuan Anggota FPI yang Ikut Kawal Rizieq Shihab, Ada Suara Gaduh Kemudian Hening saat Ditelepon
Baca juga: REKAMAN Detik-detik Diduga Laskar FPI Ditembak Polisi Diputar Najwa Shihab, Ada yang Minta Tolong
Baca juga: Sekarang Menteri PPN, Profil Suharso Monoarfa Calon Ketum PPP, Rekam Jejaknya di Dunia Politik
Saat sidang hendak dimulai, Marliyah berjalan ke samping penasihat hukum anaknya untuk melihat wajah Irfan di layar monitor karena sidang dilaksanakan secara online.
Belum sempat sampai di tempat duduk, Marliyah, terjatuh di lantai sambil berteriak “Anakku”.
Kemudian, salah satu hakim, jaksa, penasehat hukum, sekuriti, dan pihak keluarga mengangkat Marliyah ke tempat duduk di luar persidangan.
Sidang sempat ditunda sejenak, tak lama kemudian Marliyah kembali sadar.
Lalu, saat berlangsungnya sidang pembacaan tuntutan oleh Tim JPU, Marliyah tidak masuk lagi ke dalam ruang sidang.
“Menuntut supaya hakim Pengadilan Negeri Idi, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Usman AR bin Abdurrahman, Sayuti Bin Abubakar Muhammad, dan Irfan bin Asnawi, dengan pidana mati.
Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan, menetapkan sejumlah barang bukti, dan membayar biaya perkara,” baca JPU Fajar Adi Putra SH.
Saat membacakan tuntutan ini, Fajar didampingi rekan JPU lainnya, yakni Fakhrul Rozi SH, dan Harry Arfhan SH.
Sidang ini dipimpin Hakim Ketua Apriyanti SH MH dibantu hakim anggota Khalid SH MH dan Zaki SH.
Sedangkan para terdakwa mengikuti sidang ini di dalam rutan atau LP.
Namun keluarga para terdakwa dan pengacara para terdakwa, Emma Fiana SH hadir ke ruang sidang.
Setelah pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Apriyanti SH MH menutup sidang dan mempersilahkan para terdakwa untuk melakukan pembelaan dalam sidang lanjutan pada Rabu, 23 Desember 2020.
“Kami akan melakukan pembelaan,” kata penasihat hukum terdakwa, Emma Fiana SH.
Usai sidang, Marliyah tampak tegar saat sudah mengetahui anak ke enamnya itu dituntut hukuman mati.
Air matanya terus mengucur, tarikan napasnya tampak menyesak dada.
“Anakku bukan bandar narkoba, dia disuruh orang, dia tidak terlibat,” kata Marliyah sambil menangis.
“Saya berharap anak saya tidak dijatuhi hukuman mati. Dia anak baik, dan tidak pernah terlibat kasus tindak pidana narkoba,” ungkap Marliyah.
Marliyah menyebutkan dari 12 anaknya, tidak ada satupun yang terlibat kasus narkoba, termasuk Irfan. Semua mereka bekerja sebagai nelayan.
“Saat itu, dia diajak oleh temannya untuk mencari ikan, dan dia tak tahu jika tujuannya untuk mengambil narkoba. Semoga anak saya tak dijatuhi hukuman mati,” harap Marliyah.
Menurutnya, Irfan baru setahun keluar dari dayah, kemudian dinikahkan dengan Arbaiyah dan kini pasangan ini sudah memiliki seorang anak wanita berusia 2 tahun.
Setelah anaknya Irfan ditangkap, jelas Marliyah, kini ia terpaksa menanggung biaya hidup menantu dan cucunya dengan profesi sebagai tukang ikan asin.
Mereka saat ini tinggal di salah satu Desa di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur.
“Setelah 5 bulan ditangkap, anak saya baru sekali ketemu ayahnya. Anak kami sering sakit dan memanggil ayahnya,” timpal istri Irfan bernama Arbaiyah.
