Johan Anuar Ditahan KPK
BREAKING NEWS- Wakil Bupati OKU Petahana, Johan Anuar Resmi Ditahan KPK
Calon Wakil Bupati OKU, Johan Anuar resmi ditahan KPK. Terhitung tanggal 10 Desember 2020.
Penulis: M. Ardiansyah | Editor: Yohanes Tri Nugroho
Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Johan Anuar resmi ditahan penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel, Rabu (14/1/2020) malam.
Selama empat bulan ditahan di Rutan Mapolda Sumsel, Johan Anwar bebas demi hukum lantaran masa penahanannya sudah habis.
Sedangkan perkaranya tidak bisa maju dan mentok di P19 di kejaksaan.
Ia akhirnya dibebaskan pada tanggal 12 Mei 2020.
Meski bebas, status Johan Anuar tetap tersangka.
Pada tanggal 24 Juli 2020 kasus ini diambil alih penanganannya oleh KP
Sehari setelah mengikuti Pilkada, Johan ditahan KPK, Kamis (10/12/2020).
Penyidik KPK telah melaksanakan pelimpahan berkasa tahap II dengan tersangka Johan Anuar kepada Tim JPU KPK.
"Tersangka JA, dilakukan penahanan di Rutan oleh Penuntut Umum KPK selama 20 hari.
Terhitung sejak tanggal 10 Desember 2020 sampai dengan 29 Desember 2020, tersangka di tahan di Rutan Polres Jakarta Pusat," ujar Jubir KPK Ali Fikri, Kamis (10/12/2020).
Menurut Ali Fikri, penahanan terhadap Johan Anuar dilakukan setelah perkaranya diambil alih penyidik KPK.
Ini sebagai bentuk koordinasi dan supervisi yang dilakukan KPK bersama dengan Polda Sumsel.
Sebelumnya kasus ini dilakukan penyidikan dari Subdit Tipidkor Polda Sumsel, namun pada tanggal 24 Juli 2020 diambil alih penanganannya oleh KPK.
"Sebelumnya JA telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumsel. Tersangka, melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasana Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," kata Ali Fikri.
Johan Anuar tersandung kasus dugaan Mark up pembelian lahan kuburan di Baturaja OKU tahun 2012 lalu.
Pembelian lahan kuburan untuk TPU Baturaja OKU, menggunakan APBD OKU tahun 2012 senilai Rp 6 miliar.
Dari penyelidikan Polda Sumsel, pembelian lahan kuburan tersebut sengaja di markup hingga negara mengalami kerugian senilai Rp 3.49 miliar.