Tidak Memiliki Pengaruh Sekuat Santoso, Ini Sosok Ali Kalora yang Diburu Pasukan Khusus TNI
Ali Kalora mulai disebut-sebut lagi setelah temuan mayat tanpa kepala di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Montong, Sulteng, pada Januari 2019
TRIBUNSUMSEL.COM, SIGI-Panglima TNI mengerahkan pasukan khusus untuk memburu Kelompok Mujahidin Indonesia (MIT) yang dipimpin Ali Kalora.
Kelompok MIT bertindak kejam, tidak segan membunuh penduduk desa untuk mendapatkan tujuannya.
Terakhir kelompok ini diduga kuat terlibat pembunuhan satu keluarga di Dusun St.2 Lewono, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, pada Jumat (27/11/2020).
Ali Kalora menjadi pemimpin MIT sejak tahun 2016 menyusul ditangkapnya pentolan MIT, Basri alias Bagong, pada tahun 2016.
Pada tahun yang sama, Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan tahun 2016.
Dilansir dari BBC Indonesia, Ridlwan Habib, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia saat wawancara dengan BBC Indonesia pada Rabu (2/1/2019), menilai Ali Kalora tidak memiliki pengaruh sekuat Santoso, yang mampu merekrut puluhan orang.
Namun, nama Ali Kalora mulai disebut-sebut lagi setelah temuan mayat tanpa kepala di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Montong, Sulteng, pada Januari 2019.
Ia mengatakan, Ali Kalora memiliki kemampuan bertahan hidup dalam pelarian.
"Dengan logistik yang terbatas, Ali Kalora bisa menjadi apa saja, menyamar menjadi warga lokal, bahkan petani, dan jalan sejauh itu," tambahnya.
Sosok Ali Kalora ini, menurutnya, berbeda jauh dengan bekas pemimpin MIT, Santoso, yang tewas dalam baku tembak dengan TNI-polisi dua tahun lalu.
Yang disebut terakhir ini memiliki keahlian propaganda.
Sedangkan Ali Kalora mampu menghindar dari kejaran aparat TNI-polisi dengan "menyamar menjadi warga lokal".
Sementara itu, Al Chaidar, pengamat terorisme serta staf pengajar di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, meyakini bahwa Ali Kalora kini merupakan satu-satunya pemimpin MIT yang tersisa.
Sebagai pemimpin baru MIT, Ali Kalora disebutnya "tidak memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso".
"Karena sepanjang 2018, hanya menyisakan sekitar empat orang anggota, kemudian bertambah satu orang, sehingga menjadi lima orang," kata Chaidar. Satu-satunya
"kelebihan" Ali Kalora yang diandalkan adalah kedekatannya dengan kelompok militan Islam di Mindanau (Filipina) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).

"Dengan afiliasinya bersama kelompok Mindanau dan Bima, dia bisa merekrut anggotanya dari luar Poso, termasuk memperoleh senjata api," katanya.
Sementara itu, pada Februari 2019, polisi menyebut ada tambahan satu orang anggota baru dalam kelompok Ali Kalora, yakni anak kandung pemimpin terdahulu MIT, Santoso.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo pada Kamis (14/2/2019).
"Satgas berhasil mengidentifikasi satu orang DPO lagi yang ikut bergabung ke kelompok Ali Kalora, yaitu anak kandung Santoso," kata Dedi.
Anggota baru MIT tersebut masuk dalam DPO.
Terkait perekrutan anak kandung Santoso, Dedi mengatakan, hal itu masih dalam proses penelusuran.
"Antara direkrut dan inisiatif sendiri karena datang ke hutan. Ali Kalora ini lagi diidentifikasi dan nanti akan segera diterbitkan DPO," kata dia.
Selain mengidentifikasi anggota baru, Satgas juga telah menangkap seorang kurir yang diduga terafiliasi dengan kelompok tersebut.
"Satgas menangkap kurir simpatisan DPO. Ini sudah dilakukan penangkapan kurir-kurirnya dan dalam pemeriksaan," ujar Dedi.
Para kurir diketahui bertugas membawa logistik untuk kelompok tersebut dengan menggunakan karung dan dipikul.
Dedi mengatakan, logistik tersebut dibawa dengan cara dipikul karena jalur di daerah tersebut terbatas.