Tambang Ilegal Muaraenim Tewaskan 11 Orang, Pengamat : Warga Hanya Pegawai, Cukong dari Luar

Kebijakan itu dinilai bukan solusi jangka panjang karena nyatanya keberadaan tambang ilegal merupakan sumber pencarian warga sekitar.

Penulis: Yohanes Tri Nugroho | Editor: M. Syah Beni
Tribunsumsel.com
Tampak anggota Polres Muaraenim dan dibackup anggota Polda Sumsel dan Bareskrim Mabes Polri kembali melakukan olah TKP. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Pasca tewasnya 11 orang tertimbun tanah longsor di penambangan ilegal Desa Penyandingan Kecamatan Tanjung Agung, Rabu (21/10) lalu.

Bupati Muaraenim, Juarsah memerintahkan penutupan seluruh area pertimbangan ilegal untuk mengantisipasi kejadian serupa kembali terjadi.

Kebijakan itu dinilai bukan solusi jangka panjang karena nyatanya keberadaan tambang ilegal merupakan sumber pencarian warga sekitar.

" Masyarakat lokal hanya menjadi pegawai dan pemilik lahan saja, sementara cukong dari luar . Ini sebenarnya tugas pemerintah dan perusahaan untuk memberdayakan mereka," kata Direktur Pilar Nusantara (PINUS) Rabin Ibnu Zainal, P. Hd

Rabin menyampaikan pemerintah bisa melakukan penyetopan terhadap tambang ilegal itu tapi diperlukan solusi jangka panjang.

Penyetopan tambang akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar.

"Penyetopan penambangan mungkin bisa jadi solusi jangka pendek, tapi untuk jangka panjang pemerintah perlu memikirkan bagaimana kelanjutan kehidupan warga. Apakah eks penambang bisa makan atau tidak ?," katanya

Dalam investigasi yang dilakukan beberapa tahun lalu, Rabin menyoroti keberadaan tambang ilegal berada di kawasan perusahaan.

Artinya menjamurnya tambang ilegal tidak lepas dari tanggungjawab perusahaan.

" Pertama untuk mengamankan lahan konsesi mereka (perusahaan) lalu yang kedua memberdayakan lahan masyarakat disekitar mereka itu, supaya mereka tidak menambang lagi," katanya

Rabin menyebut menjamurnya tambang ilegal yang kerap disebut tambang rakyat berawal pada era otonomi daerah tahun 2000.

Kala itu, izin tambang berada di kepala daerah hal itu berlaku hingga tahun 2014.

Selanjutnya, pada tahun 2014 lalu perizinan tambang beralih ke gubernur.

Kemudian berubah lagi, pada undang undang Minerba yang baru perizinan berada di tangan pemerintah pusat.

"Dengan UU Minerba yang baru itu,perizinan pada tingkat pusat. Pertanyaan kita apakah fungsi pengawasan akan berlangsung dengan baik seperti jika ditangani daerah," katanya

Penyelesaian tambang ilegal harus dilakukan secara menyeluruh, dari hulu ke hilir.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved